Mata Lokal Desa

Sejarah Desa Talang Akar di Kabupaten PALI Pernah Bergaung di Panggung Internasional

Talang Akar adalah nama sebuah Desa yang berada di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI Sumatera Selatan, memiliki latar belakang sejarah yang kaya

|
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: adi kurniawan
Handout
Talang Akar adalah nama sebuah Desa yang berada di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI Sumatera Selatan, memiliki latar belakang sejarah yang kaya 

SRIPOKU.COM, PALI -- Talang Akar adalah nama sebuah Desa yang berada di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI Sumatera Selatan, memiliki latar belakang sejarah yang kaya dan membanggakan.

Sebelum menjadi sebuah Desa, nama Talang Akar pernah bergaung di panggung internasional.

Ditempat inilah puluhan juta barel minyak mentah pernah diproduksi dari sebuah daerah pelosok dengan sejarah yang besar di pedalaman Provinsi Sumatera Selatan.

Dulu, Talang Akar bukan sekadar nama, tapi sebuah pusat kegiatan yang ramai. Dikenal sebagai pusat kawasan pengeboran minyak bumi yang hidup dan bersemangat. 

Pada masa kolonial Belanda, Talang Akar menjadi tempat kediaman banyak orang. Kehidupan di sana begitu berkembang, dengan gedung-gedung perkantoran mewah, bioskop, dan rumah sakit terbesar di Sumatera Selatan, bahkan diklaim terlengkap di Asia Tenggara.

Namun, kegemilangan Talang Akar pun berakhir, nama itu perlahan tenggelam dan terlupakan. Tetapi, kisahnya masih hidup, terpatri dalam sejarah masyarakat sekitar.

Asal-usul nama Talang Akar

Heru Martin mantan Kepala Desa Talang Akar yang pernah menjabat sejak tahun 2014- 2018 bercerita, asal-usul nama Talang Akar berdasarkan cerita sejarah secara turun temurun dari orang tua jaman dahulu, pada tahun 1913 kebawa, dulu namanya adalah Talang Lamban Akar, wilayah ini sebelumnya merupakan hutan belantara

Talang Lamban Akar merupakan sebuah perkampungan (Talang) yang dihuni sekelompok kecil masyarakat untuk berkebun.

Lamban dalam bahasa lokal memiliki arti sebuah jembatan. Karena perkampungan (Talang ) ini memiliki jembatan dari akar pohon. Oleh sebab itu dinamakan Talang Lamban Akar. 

"Untuk lokasi nya Talang Lamban Akar ini, diperkirakan berada dipinggiran Desa Talang Akar yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Muba, saat ini lokasinya telah menjadi areal perkebunan kelapa sawit milik  PT Lantak atau PT Sinar Mas saat ini,"ujarnya.

Awal Mula Talang Akar menjadi Lapangan pengeboran Minyak Bumi

Masa kejayaan minyak bumi di Talang Akar itu telah bermula sejak jaman kolonial Belanda pada tahun 1913 silam.

Dimana pada tahun 1914 anak perusahaan dari Standard Oil of New Jersey (SONJ), bernama NV Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) mendapatkan konsensi nya dan melakukan eksplorasi minyak bumi ke Talang Akar.

NKPM masuk untuk melakukan eksplorasi pencarian sumber minyak bumi, melalui wilayah Musi Banyuasin dan tiba dikawasan Talang Lamban Akar.

"Pada saat itu, untuk menuju ke Talang Lamban Akar hanya bisa di akses melalui wilayah Muba. Karena untuk akses jalan dari Talang Ubi Pendopo belum dibangun pada waktu itu dan masih merupakan hutan belantara," ungkapnya.

Untuk memobilisasi peralatan pengeboran seperti pipa dan lainnya, saat itu ditarik dengan menggunakan kerbau atau sapi.

"NKPM berhasil menemukan sumber minyak di kawasan ini, Lokasi sumur bor No.1 nya berada dikawasan kantor kepala desa Talang Akar saat ini," tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, Ekplorasi minyak bumi itu semangkin meningkat, semangkin banyak sumur-sumur bor yang dibuka oleh NKPM.

NKPM juga memobilisasi para pekerja yang berasal dari Jawa, Cepu, Blora dan lain sebagainya untuk bekerja melakukan ekplorasi minyak bumi di Talang Akar.

Perusahaan Belanda itu juga mulai membangun kawasan perkantoran dan pemukiman serta fasilitas-fasilitas pendukung nya.

Kesuksesan NKPM itu berlanjut saat melakukan pengeboran di sumur bor No. 6 pada akhir tahun 1921, yang terbukti mengandung minyak dalam jumlah besar, sehingga membuka pintu bagi eksploitasi sumber daya alam minyak bumi yang melimpah.

"Pada awal tahun 1922 itu, disinilah bermula nya, Sumatra Selatan pernah menjadi sorotan dunia karena penemuan ladang minyak besar bernama Talang Akar. Sumur bor enam itu merupakan sumur bor penghasil minyak terbesar," jelasnya.

Tonggak besar perkembangan industri perminyakan di Sumatra Selatan terjadi saat lapangan Talang Akar ditemukan secara tidak sengaja tahun 1922 ketika NKPM mengebor sumur Talang Akar Nomor 6 yang terlanjur menembus lapisan batu pasir transgresif penyimpan minyak yang sebelumnya bukan menjadi target pemboran.

Dari sebuah penemuan minyak secara tidak sengaja itu, akhirnya mengubah segalanya dan berkembang menjadi ladang minyak terbesar yang ditemukan sebelum Perang Dunia II. 

"Setiap lapisan di kedalaman 1300 Feet itu, dinamakan lapisan Talang Akar oleh NKPM, hinggah sampai saat ini menjadi formasi dalam pengeboran minyak bumi, yang diberi nama lapisan Talang Akar Formation (TAF)-E, "terangnya.

Karena lokasi seismik NKPM berdekatan dengan Talang Lamban Akar, maka seiring dengan berjalannya waktu lokasi ini dinamakan lapangan minyak Talang Akar.

Bahkan lapangan minyak Talang Akar menjadi salah satu ikon lapisan reservoir produktif penyumbang lebih dari 75  persen kumulatif minyak di Cekungan Sumatra Selatan, yang disebut terbesar di Nusantara bahkan di Asia Tenggara.

Enam tahun kemudian tepatnya pada tahun 1928, penemuan berlanjut dengan lapangan minyak Pendopo, struktur extension dari lapangan Talang Akar sehingga sering disebut lapangan Talang Akar Pendopo (T.A.P).

Kedua lapangan ini pernah menorehkan catatan penting sebagai lapangan dengan produksi terbesar di Asia Tenggara sebelum terjadi perang dunia ll, yang menghasilkan 20.000 bpod

Kehadiran lapangan Talang Akar dan Pendopo (TAP), menjadi dasar pembangunan pipa transmisi minyak Sungai Gerong oleh NKPM di Timur kota Palembang tahun 1926.

Pipa transmisi sepanjang 130 km, dipasang untuk mengirim minyak dari lapangan Talang Akar-Pendopo (TAP) ke kilang pengolahan Sungai Gerong. 

Angka puncak produksi kedua lapangan minyak itu pernah dicapai adalah 43.800 barel (BPOD)  minyak per hari di tahun 1954. 

Namun, keunggulan produksi minyak Talang Akar Pendopo itu hanya bertahan hampir selama dua dekade saja. 

"Memasuki masa kemerdekaan Indonesia produksinya berhasil disalip oleh lapangan kelas raksasa Duri (1941) dan Minas (1944) milik operator Socal-standard Oil California (sekarang Chevron) di wilayah propinsi Riau, "jelasnya.

Masa Transisi Perusahaan Minyak di Talang Akar

Heru mengatakan pada Tahun 1933 SONJ menyatukan sahamnya dengan NKPM menjadi NV Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (SVPM), yang kemudian diubah namanya menjadi NV Stanvac. 

"Kalau soal perminyakan sebelum Pertamina itu namanya NKPM (1913), SVPM (Standar Vacuum Petroleum Maatschappij tahun 1933-1953 Belanda dengan Amerika), kemudian berubah PT Stanvac Indonesia atau PTSI (1953- 1963). Barulah setelah kemerdekaan, Stanvac dan eks ladang ladang minyak-nya diambil alih oleh PERMIRI (Perusahaan Minyak Republik Indonesia) hingga kini menjadi nama PERTAMINA," terangnya.

Miliki Rumah Sakit Terlengkap dan Berbagai Fasilitas Lainnya

Antoni Latief (77 tahun) tokoh masyarakat Talang Akar mengatakan sebelum menjadi sebuah Desa, pada masa transisi SVPM menjadi NV Stanvac dan kemudian PTSI Talang Akar dulu nya hanya sebuah kampung yang dipimpin oleh seorang kepala kampung atau Kriye (sebutan pemimpin desa sebelum pesirah).

"Kalau masa transisi nya kita kurang begitu ingat, tapi yang ingat pada waktu peralihan dari SVPM ke NV Stanvac dan PTSI, waktu itu masih ada campur tangan perusahaan luar, belum sepenuhnya milik Indonesia. Talang akar ini disebut Kampung yang dipimpin kepala kampung (Kriye) adapun fungsi dari kepala kampung itu sendiri sekedar menjaga ketertiban karyawan yang ada di Talang Akar, bukan seperti Desa Sekarang," ujarnya.

Banyaknya orang Belanda maupun orang yang urban dari pulau Jawa terutama dari Blora Cepu di Talang Akar tidak terlepas dari adanya kegiatan pengeboran sumur minyak di Talang Akar sejak era kolonial hingga kemerdekaan Indonesia.

"Jadi Talang Akar ini dulu nya merupakan pusat lapangan kerja, sebelum Pendopo saat itu, di Pendopo dulu masih sangat sepi dibandingkan Talang Akar, karena lapangan minyak nya ada disini," tuturnya.

Sebagai pusat kegiatan aktivitas perusahaan minyak Belanda saat itu, Latief juga mengatakan kalau di Talang Akar juga memiliki Rumah Sakit Terlengkap di Sumsel bahkan di Asia Tenggara. Para dokter nya juga merupakan orang-orang dari Belanda, Jerman dan Amerika.

"Pasien dari Sungai Gerong Pelaju itu dirujuk nya ke Talang Akar, selain rumah sakit itu dikhususkan untuk karyawan, fasilitas pengobatannya juga dinikmati untuk warga lokal. Namun terdapat pemisahan dan blok-blok, ada untuk pribumi dan untuk Belanda," katanya.

Menurutnya rumah sakit tersebut telah dibongkar atau tidak berfungsi lagi sekitar tahun 1960 an. Saat ini lokasi eks rumah sakit Stanvac yang menggambarkan kejayaan PALI tempo Doeloe itu telah beralih fungsi menjadi lokasi pemukiman rumah warga.

"Rumah sakit eks Stanvac itu dulu dibangun diatas lahan seluas 2 hektar kalau tidak salah. Sekarang tidak ada lagi bekas nya, sudah jadi pemukiman warga," terangnya.

Sekarang aset yang masih tersisa saat ini merupakan Gedung Geologi dan bengkel slambersi yang saat ini berubah menjadi pasar kalangan ( pasar mingguan).

"Itu dulu nya merupakan Gedung Geologis, yang merupakan tempat sampel-sampel tanah pengeboran dan juga merupakan perkantoran serta bengkel slambersi, kemudian setelah kosong dijadikan perkantoran oleh perusahaan Jepang bernama Nigata yang mengerjakan proyek penyambungan pipa dari Teras ke Pendopo. Dan saat ini dimanfaatkan masyarakat sebagai pasar tradisional kalangan," ungkapnya.

Selain itu, ia juga mengatakan kalau kawasan simpang tiga Talang Akar merupakan kawasan Pesanggrahan, merupakan tempat orang-orang penting perusahaan minyak Belanda saat itu.

"Pesanggrahan sekarang beralih fungsi menjadi SMPN 2 Talang Ubi. Dulu nya merupakan kawasan gedongan atau perumahan staf dan bos-bos perusahaan Belanda. Jadi terbagi menjadi beberapa wilayah, kalau untuk Tangsi merupakan perumahan karyawan biasa dan Pesanggrahan merupakan kawasan elit nya, untuk penduduk lokal berada di pinggiran Talang Akar," urainya.

Sementara Sunarto, Kepala Desa Talang Akar periode saat ini mengatakan, usai  ditinggalkan oleh perusahaan gedung geologi ataupun gedung Nigata dimanfaatkan sebagai pasar mingguan oleh masyarakat saat ini.

"Dulu bukan Nigata namanya, sebelumnya merupakan perkantoran jaman Stanvac dan gedung geologi. Kemudian ditempati oleh perusahaan Jepang berganti nama menjadi Nigata, sekarang dimanfaatkan untuk pasar kalangan oleh masyarakat," kata dia.

Meski kondisi bangunan memperhatikan, namun setiap Minggu nya masyarakat Desa Talang Akar dan desa tetangga lainnya melakukan aktivitas jual beli di gedung peninggalan kolonial Belanda ini.

"Sebenarnya sudah ada pasar yang di bangunkan oleh Disperindag dikawasan Simpang tiga. Namun parah pedagang tidak mau di pindahkan sehingga bangunan pasar yang baru dijadikan sebagai gedung serbaguna untuk aktivitas masyarakat," jelasnya.

Ia juga mengatakan, bahwa pihak desa berencana akan merenovasi bangunan ini, agar masyarakat dapat lebih nyaman melakukan aktivitas jual beli.

"Kita juga berencana untuk melakukan renovasi bangunan ini, agar aktivitas jual beli dapat lebih nyaman kedepannya ,"ucapnya.

Tahun 1983 Talang Akar Menjadi Sebuah Desa 

Heru Martin Mantan Kades Talang Akar mengatakan bahwa Talang Akar dari sebuah kampung, baru menjadi sebuah Desa pada tahun 1983 silam.

Saat itu Talang Akar merupakan sebuah Desa dari Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim (Sebelum Kabupaten PALI menjadi DOB).

Menurut Heru, berdirinya Talang Akar menjadi sebuah Desa dikarenakan banyaknya orang-orang pendatang yang bekerja di perusahaan Belanda pada waktu itu memilih untuk menetap di Talang Akar.

"Orang-orang yang dibawah oleh Belanda untuk bekerja disini, rata-rata orang-orang dari Jawa,Cepu, Blora dan sebagainya. Kemudian seiring berjalannya waktu Talang Akar menjadi sebuah Desa pada tahun 1983, pada masa kepemimpinan pak Bandi, Talang akar sudah sah menjadi sebuah Desa, Pak Bandi memimpin Desa Talang Akar selama 5 tahun. 2 Tahun sebagai Kepala Kampung dan 3 Tahun sebagai Kepala Desa," terangnya.

Heru juga mengatakan, pada saat terakhir kalinya PTSI meninggalkan Talang Akar sekitar Tahun 70-80 an, terjadi serah terima dengan pihak Pertamina.

Gedung-gedung dan perumahan karyawan yang ada di Talang Akar ini saat itu mulai dirobohkan oleh perusahaan, karena Pertamina berkantor di Pendopo, maka seluruh bangunan jaman Stanvac dulu dibongkar atau dirobohkan agar tidak lagi menjadi beban perusahaan dalam pembayaran pajak nya.

"Jadi saat ini yang masih tersisa ada beberapa gedung diantara nya gedung Tanah atau Geologis, bengkel slambersi atau Nigata pada waktu jamannya sudah menjadi kalangan, kemudian sekolah SMP dan Sekolah Rakyat Sekarang sudah menjadi SD Negeri, dan Masjid yang saat ini sudah direnovasi dari bentuk aslinya," kata Heru.

Heru juga mengatakan, bangunan yang paling bersejarah yang masih tersisa saat ini yaitu monumen sumur borenam yang ada di dusun 1 Desa Talang Akar. (Paltiga)

"Monumen itu dibangun kalau dilihat dari prasasti nya, itu dibangun sekitar tahun 1930 an, sebagai pengingat bahwa dilokasi sumur bor nomor 6 itu dulunya adalah sumur yang menghasilkan minyak paling besar, dan menjadikan lapangan minyak Talang Akar Pendopo (TAP) terbesar di Asia Tenggara," tuturnya.

Namun sayang nya, kondisinya saat ini tak terawat dan ditumbuhi semak-semak, karena tidak pernah dirawat oleh pihak Pertamina.

"Karena lokasinya berada di lokasi pengeboran Pertamina, maka pemerintah daerah sangat kesulitan untuk membangun jalan akses menuju monumen tersebut. Kami berharap pihak perusahaan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah dapat membangun akses jalan tersebut, agar sejarah kejayaan minyak talang akar dapat selalu dikenang oleh generasi mendatang, "pintanya.

Lebih lanjut diceritakannya untuk kawasan Pesanggrahan, saat ini telah berubah fungsi menjadi SMPN 2 Talang Ubi dan gedung Bioskop sudah menjadi lapang Futsal.

Sementara untuk rumah sakit sekarang telah menjadi kawasan pemukiman warga.

"Ada satu lagi yang masih tersisa dan masih beroperasi, yakni Setasiun pengumpul minyak atau boster talang akar yang usia nya hampir 100 tahun, dibangun sejak tahun 1926 an," Imbuhnya.

Pada masa transisi peralihan perusahaan, Talang Akar yang sekarang tentunya sudah menurun produksinya karena usia “mature.

Talang akar perlahan bagai bunga layu, para kumbang yang semula rajin menghampirinya mulai meninggalkan tanpa kesan yang jelas.

"Kondisi talang akar saat itu memperihatinkan, dengan kondisi jalan berlumpur, karena merupakan kawasan Desa Pelosok dari Kabupaten Muara Enim. Barulah ketika Kabupaten PALI berdiri, sekitar tahun 2013 an jalan akses Talang Akar sepanjang 15 kilometer menuju ke Pendopo Talang Ubi dapat dibangun,"ujarnya.

Meski tidak lagi menjadi penghasil minyak terbesar, Heru berharap pihak perusahaan maupun pemerintah Kabupaten PALI, tetap memperhatikan perkembangan Desa ini.

"Baik itu dari segi Insfratruktur yang kondisi jalan saat ini sudah banyak berlobang, maupun kesejahteraan masyarakat nya. Talang Akar ini merupakan daerah Ring 1 dari Pertamina. Rata-rata penduduk nya bekerja sebagai petani. Kami berharap Desa Talang Akar tetap menjadi perhatian dari pihak perusahaan maupun pemerintah Kabupaten," tandasnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved