Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Hanya Satu Pemabuk yang Diizinkan Masuk Surga
Cara berbicara menjadi tidak jelas, wajah semburat, bola mata menjadi merah, koordinasi fisik buruk dan hilang keseimbangan.
Oleh: Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag
Dirda LPPK Sakinah Kota Palembang
Dosen UIN Raden Fatah Palembang
SRIPOKU.COM - Beberapa waktu lalu cukup viral kasus seorang mahasiswi di Pakanbaru yang bernama Marisa Putri menabrak seorang ibu pengendara sepeda motor.
Korban terseret di jalan beraspal sejauh 50 meter hingga kemudian tewas. Sebelum kejadian Marisa bersama temannya mengkonsumsi narkoba jenis ekstasi dan menegak minuman beralkohol di sebuah klub malam.
Dalam keadaan mabuk dan positif narkoba, Marisa mengendarai mobil toyota Raize miliknya dengan maksud pulang ke kos hingga terjadilah tabrakan maut.
Insiden yang seharusnya tidak perlu terjadi, andaikata Marisa tidak mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
Karena sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa khamr dan segala jenis minuman yang memabukkan dengan sebutan ummul khabaits, yaitu sumber dari segala keburukan dan kerusakan (H.R. Muslim, 2003).
Apabila dipahami melalui kamus besar bahasa Indonesia, mabuk didefinisikan dalam beberapa makna. Penggolongan makna ini didasarkan kepada sebab yang menjadi pemicunya.
Namun mabuk yang menjadi sumber segala keburukan dan problematika yang mengganggu di masyarakat ada dua yaitu mabuk minuman keras dan mabuk cinta.

Baca juga: Mimbar Jumat: Hati yang Selalu Selesai
Pertama, mabuk minuman yaitu kondisi merasa pusing atau hilang kesadaran setelah menegak minuman beralkohol. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh alkohol yang terkandung dalam minuman adalah tidak ringan. Tidak pula hanya menimpa diri pelaku tetapi juga membawa dampak bagi lingkungan sekitar.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 219 menyatakan bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.
Bagi diri pelaku, dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari minum khamr diantaranya adalah menurunnya kemampuan performa pada bagian otak di cerebral cortex. Pada kondisi tersebut yang menjadi kendali penuh dalam diri seseorang adalah alkohol.
Cara berbicara menjadi tidak jelas, wajah semburat, bola mata menjadi merah, koordinasi fisik buruk dan hilang keseimbangan. Semua bagian tubuh secara keseluruhan dipaksa untuk berkerja maksimal berupaya mengeluarkan racun yang ada pada kandungan alkohol yang masuk ke dalam tubuh.
Selain itu fungsi hormon antidiuretic juga menurun, membuat seseorang mudah terangsang secara seksual. Melihat lawan jenis lebih menarik daripada biasanya sehingga mendorongnya untuk melakukan kejahatan seksual.
Sedangkan dampak buruk secara spiritual bagi pelaku mabuk minuman adalah dosa berantai. Yaitu satu dosa yang dapat memicu untuk melakukan dosa-dosa berikutnya.
Sebagaimana kisah yang mengawali tulisan di atas dan juga kisah viral sepanjang masa yaitu tentang seorang ulama taat beribadah namun pada akhirnya mampu diperdaya oleh Iblis. Sudah bukan rahasia lagi jika iblis tidak akan pernah ridho apabila ada manusia yang melakukan kebaikan.
Saat dia melihat seorang yang taat dan khusyuk dalam beribadah, iblis akan mencari cara untuk menggodanya. Mengawali muslihatnya, iblis yang mengubah wujud menyerupai manusia melaksanakan shalat di belakang ulama dengan sangat khusyuk.
Hingga suatu malam ulama tidak mampu membendung rasa penasarannya. Ia pun bertanya kepada Iblis bagaimana caranya agar shalat bisa begitu khusyuk.
Iblis menjawab dengan membagikan tips yang sebenarnya adalah tipu dayanya. Bahwa shalat yang khusyuk hanya bisa didapatkan setelah melakukan dosa besar.
Iblis memberikan rekomendasi tiga macam dosa besar yang bisa ia pilih untuk dilakukan. Membunuh, berzina atau menegak minuman keras hingga mabuk.
Singkat cerita dengan penuh pertimbangan ulama memilih mabuk. Dalam pemikirannya mabuk memiliki dampak lebih ringan dan tidak melukai orang lain. Sayangnya ulama salah mengansumsikan.
Setelah minum khamr dan mabuk ternyata dia tidak mendapatkan kekhusyukan ibadah. Malah ulama terjebak dalam nafsu syahwat yang membelenggu pikiran dan perilakunya. Ia melihat wanita penjual minuman keras begitu cantik dan mempesona, sang ulama pun memperkosanya. Jatuhlah ia pada perbuatan dosa besar kedua yaitu zina.
Kemudian saat suami perempuan datang dan marah, ulama pun membunuhnya. Membunuh menjadi dosa ketiga yang ia lakukan. Menyempurnakan tiga dosa besar yang tidak akan mampu dia lakukan dalam sadarnya.
Tipu muslihat Iblis telah berhasil, ulama terperdaya oleh bujuk rayunya sehingga melakukan tiga dosa besar sekaligus dalam keadaan mabuk.
Mabuk yang menjadi problem sosial berikutnya adalah mabuk cinta. Perasaan cinta terhadap beragam jenis perhiasan dunia berwujud harta, tahta dan wanita. Mabuk cinta dimaknai sebagai suasana hati terlalu mengangungkan satu objek sehingga menguasai pikiran dan mempengaruhi tindakan.
Mabuk karena minuman ataupun mabuk karena sangat cinta menjadikan kondisi seseorang lupa diri, tidak mengetahui apa yang dilakukan dan diucapkan meskipun sesungguhnya secara fisik berjaga, tidak sedang tidur ataupun pingsan.
Secara khusus Abdul Muhsin al Shuri mengatakan cinta merupakan jalan yang penuh bahaya dan jauh dari keselamatan. Karena perasaan cinta seorang menjadi sangat lemah. Seorang raja bisa menjadi hamba.
Seorang sulthan bisa menjadi budak. Terus-menerus hati larut dalam rasa cinta yang buta, lebih berbahaya daripada seseorang yang melakukan satu dosa kemudian bertaubat.
Ketika menjelaskan bahaya yang diakibatkan mabuk cinta, Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa mencintai sesuatu yang diharamkan dan merindukannya merupakan salah satu penyebab terjadi kesyirikan. Tidak hanya hati yang dapat dilemahkan oleh cinta tetapi juga raga.
Baca juga: Mimbar Jumat: Makna Merdeka dalam Bingkai Iman
Seorang Ali bin Abi Thalib tidak mampu mengangkat jenazah istrinya Fatimah binti Muhammad yang begitu ia cintai, padahal sebelumnya dia seorang diri mampu mengangkat gerbang besi seberat 900 kg pada sebuah pertempuran.
Quraish Shihab menyebutkan bahwa mencintai dan dicintai adalah fitrah manusia.
Cinta hadir dan berhasil membentuk peradaban dunia. Karenanya cinta harus diperjuangkan dan disebarluaskan. Sabda Rasul bagi siapa yang mencinta maka Rasul pun akan mencintainya.
Awal pertama lahirnya rasa cinta adalah dari keindahan atau sifat baik yang muncul dari sebuah objek. Cinta adalah dialog. Tidak memaksa apalagi memperdaya.
Cinta yang diperoleh melalui proses pendekatan diri kepada Tuhan merupakan sebenar-benar cinta. Allah yang akan menuntun hati, memilihkan kepada siapa seharusnya mencinta. Allah juga memberi tahu cara bagaimana mencinta tanpa mabuk dan diperdaya olehnya.
Mabuk cinta akan kekuasaan, pangkat dan kedudukan, memiliki kondisi yang hampir sama dengan mabuk akibat meminum khamr dan cinta kepada lawan jenis.
Tidak hanya membuat ketagihan, tetapi juga membuat pemegangnya mampu bertindak di luar akal sehat, menabrak norma dan aturan serta kepatutan. Namun bukan hendak memaklumkan perilaku mabuk karena meminun khamr atau mabuk asmara.
Mabuk kepada kekuasaan, pangkat dan kedudukan, hakikatnya mempunyai bentuk dan dampak yang lebih luas dari keduanya. Pada kondisi mabuk pasca minum khamr akan ada satu jedah waktu terlepas dari pengaruh alkohol, maka pada momen tersebut pemabuk memiliki kembali kesadarannya.
Membuatnya dapat berpikir dan berperilaku wajar, memiliki rasa malu, menjaga kehormatan dan tidak mendzalimi orang lain. Begitupun dengan mabuk cinta pada lawan jenis atau mabuk asmara.
Cinta pada lawan jenis hakikatnya adalah sebuah perjalanan. Membara diawal pertemuan, mekar kemudian layu karena kurang perawatan. Umumnya manusia dapat menetralisir rasa cintanya seiring dengan berjalannya waktu dan kematangan usia.
Sedikit berbeda dengan kondisi seseorang yang mabuk kekuasaan, pangkat dan kedudukan. Ia akan sulit melepaskan diri dari pengaruhnya. Baik saat pertama ingin meraihnya, sedang memiliki, akan melepaskan bahkan ketika sudah tidak lagi bersamanya.
Dampak yang ditimbulkan oleh mabuk kekuasaan pun lebih luas dan lama. Tidak hanya pada lingkungan terdekat, termasuk orang yang belum pernah bertemu dengannya atau generasi penerus yang berbeda dalam dimensi ruang dan waktu. Mabuk yang pada akhirnya membentuk klan atau sindikat kekuasaan.
Bergerak dalam satu visi untuk dapat memperluas dan melanggengkan. Kekuasaan, pangkat dan kedudukan, ketiganya biasa melekat dalam satu wadah. Sebagaimana seseorang dengan hanya satu telunjuknya bisa menyelesaikan beragam macam persoalan, disebabkan adanya kepemilikan akan kedudukan, jabatan dan kekuasaan.
Seorang penguasa sangat menentukan corak dan wajah komunitas di mana dia menduduki jabatan.
Kekuasaan, pangkat dan jabatan merupakan amanah dari Allah kepada orang-orang yang dikehendaki. Akan ada batas akhir sebuah kekuasaan (Q.S. al-Imran, 26).
Sang Pemilik akan datang mengambil titipannya sewaktu-waktu. Manakala Rasul menyabdakan bahwa setiap yang memabukkan adalah haram [HR. Bukhari, no. 4343], maka tidak ada lagi pengecualian dari ragam dan jenis perilaku mabuk. Betapa buruk dampak yang ditimbulkan sehingga menjadikannya sebagai barang terlarang dan diharamkan. Tidak ada pemabuk yang bisa masuk surga. Baik surga dunia terlebih lagi surga pada kehidupan akhirat (H.R. Muslim, 2003).
Diterimanya Nu'aiman bin Amru bin Rafaah hanyaalah satu-satunya pemabuk yang akan masuk surga. Tidaklah patut untuk menirunya karena Nu’aim seorang pemabuk yang tidak biasa.
Kecintaan dan pengorbanannya untuk agama Allah sangat tinggi, serta sangat menyayangi dan menghormati Rasulullah. Tidak bermaksiat meskipun dalam kondisi mabuk sekalipun.
Nu'aiman merupakan salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad SAW yang banyak mengikuti peperangan membela agama Allah.
Agar terhindar dari perilaku mabuk, maka perlu memupuk satu kesadaran bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini hakikatnya adalah titipan Allah. Jangan pernah terbersit rasa memiliki sesuatu.
Termasuk tubuh manusia, jasmani dan ruhani. Semua yang melekat pada diri adalah amanah dan kesempatan untuk berbuat kebaikan. Kapan dan dimanapun, ketika Allah berkehendak, Allah pasti akan mengambilnya.
Sang Pemilik akan mengambil apa yang pernah dititipkannya dan meminta pertanggung jawabannya. Allah pasti akan mengganti dengan yang lebih baik, atau justru ingin memberi kondisi yang lebih nyaman pada seseorang.
Saat amanah berhasil ditunaikan. Firman Allah Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang di langit dan di bumi (Q.S. An-Nur, 24).
Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali DIA. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tidak ada yang dapat menolak karunia-NYA. DIA memberikan kebaikan kepada siapa saja yang DIA kehendaki di antara hamba-hamba-NYA (Q.S. Yunus, 107).
DIA-lah pemberi pahala terbaik dan pemberi balasan terbaik (Q.S. al-Kahfi, 44). (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.