Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Makna Merdeka dalam Bingkai Iman
Makna merdeka yang sesungguhnya juga mencakup kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik untuk menjaga, mempertahankan
Mimbar Jumat: Makna Merdeka dalam Bingkai Iman
Oleh: Dr. Fitri Oviyanti, M.Ag
Dosen Fakultas ILmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
SRIPOKU.COM -- Makna Merdeka: Tinjauan Umum Kata “Merdeka” berasal dari bahasa Sansekerta, Mahardhika, yang artinya kaya, sejahtera, dan kuat, bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu.dalam kata bahasa Melayu dan Indonesia, merdeka berarti bebas atau tidak bergantung (independent).
Merdeka juga berarti tidak adanya penindasan, dominasi atau ketergantungan dengan pihak lain. Lebih dalam lagi, makna merdeka yang sesungguhnya juga mencakup kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik untuk menjaga, mempertahankan, dan memperjuangkan nilai-nilai kemerdekaan seperti keadilan, demokrasi, persamaan, dan kebebasan bagi semua orang.
Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia, kata merdeka sangat terkait dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan dari penjajah pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan tersebut memungkinkan rakyat Indonesia mengatur negara sendiri secara bebas dan mandiri. Istilah merdeka juga sering digunakan dalam konteks kebebasan individua tau suatu negara untuk bebas mengambil keputusan, mengungkapkan pendapat, atau tanpa ada tekanan dari pihak-pihak lain.

Merdeka dalam Konteks Spiritual
Sulit memisahkan makna merdeka bagi bangsa Indonesia dengan konteks spiritual, khususnya Islam. Sebab, peran tokoh agama (ulama) dalam sejarah Indonesia meraih kemerdekaannya sangat kental.
Sejarah mencatat, jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak terlepas dari peran tokoh agama (ulama) yang berperan dalam proses kemerdekaan, sebut saja seperti KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Ahmad Sanusi pendiri Al Ittihadul Islamiyah, KH. Abdul Halim pendiri Persatuan Umat Islam (PUI), dan lain-lain.
Bahkan jauh sebelum itu ada Sultan Baabullah dari Ternate, Sultan Hasanuddin dari Makassar, Fatahillah yang mengusir Portugis dari Batavia, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, dan lain-lain yang sepanjang zaman akan dikenang dalam sejarah Indonesia sebagai pahlawan yang penuh jasa.
Mereka adalah para ulama pada masanya yang berjuang mengusir penjajah sejak Portugis hingga Belanda dan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, para ulama seperti Ki Bagus Hadikusuma, Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, Kahar Muzakkir, Agus Salim, dan lain-lain ikut membangun fondasi.
Selain adanya tokoh-tokoh ulama yang menjadi penanda aspek spiritualitas dalam proses mengusir penjajah dari bumi nusantara, saat proses awal pembentukan republik ini pun sarat dengan nuansa spiritual. Bung Sukarno, sebelum menjadi Presiden, dalam menentukan hari kemerdekaan, mengapa dipilih tanggal 17 Agustus? Karena menurutnya, itulah yang sesuai dengan jumlah rakaat salat dalam sehari.
Begitupun pada saat mengusulkan lima dasar Pancasila landasannya sesuai dengan rukun Islam. Fakta-fakta ini membuktikan betapa besar makna dan tarikan spiritual dalam proses sejarah kemerdekaan bangsas Indonesia. Sungguh sebuah fakta yang tidak bisa dihilangkan atau dihapus begitu saja dari catatan sejarah bangsa Indonesia.
Tapi, dalam perjalanannya kemudian bisa saja muncul upaya-upaya untuk menihilkan atau setidaknya mengecilkan fakta-fakta ini. Keberhasilan atas upaya demikian sangat mungkin terjadi jika suatu saat umat Islam sendiri abai dengan perjuangan para pendahulunya.
Oleh karena itulah, dibutuhkan langkah-langkah nyata untuk tak sekadar mengenang para ulama pejuang, tapi lebih dari itu adalah adanya upaya yang nyata untuk melanjutkan peran mereka dengan cara memberikan kontribusi yang konstruktif mengisi kemerdekaan bagi kemajuan bangsa.
Kontribusi nyata para ulama dan generasi muda di era sekarang sangat dibutuhkan untuk membangun negeri ini dengan kerja keras dan kerja cerdas, agar perjuangan para pendahulu tidak sia-sia dan kehidupan rakyat Indonesia semakin bermartabat di dunia global.
Peran Iman dalam Memelihara Kemerdekaan
Kemerdekaan merupakan salah satu karunia besar dari Allah subhaanahu wa ta’aala kepada hamba-Nya. Kemerdekaan merupakan ni’mat utama sesudah ni’mat keimanan.
Sebagaimana nikmat-nikmat lainnya Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan kita untuk mensyukurinya. Sebab mensyukuri nikmat Allah akan melipatgandakan nikmat-nikmat-Nya.
Sedangkan kufur ni’mat akan menyebabkan ni’mat itu berubah menjadi sumber bencana bahkan azab dari Allah Swt.
Tugas utama sebagai rakyat indonesia khususnya umat Islam yang mayoritas di negeri tercinta ini adalah menjaga, mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan, kedaulatan dan kehormatan bangsa untuk berdiri setara bahkan terdepan dengan bangsa-bangsa lain.
Begitu pula bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin semua potensi yang dimiliki untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan berperadaban.
Seorang manusia, menurut pandangan syariah, hanya akan disebut merdeka jika ia sadar dan berusaha keras memposisikan dirinya selaku hamba Allah SWT. saja dalam segenap dimensi dirinya, baik penciptaan, penghambaan, kecintaan, perasaan maupun perilaku. Dan ia divonis tidak merdeka atau belum merdeka bilamana ia masih menghambakan dirinya kepada selain Allah SWT.Atau dengan kata lain, kemerdekaan seseorang atau suatu bangsa sangat ditentukan pada seberapa besar upaya individu atau bangsa tersebut menjadikan kalimat tauhid laa ilaaha illallah sebagai motivator dan inspirator utama pembebasan diri atau bangsa dari dominasi apapun atau siapapun selain Allah SWT.
Pada dasarnya inilah yang telah diserukan oleh Rasulullah SAW. dan segenap nabi dan rasul lainnya sejak dahulu kala, sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut (sembahan selain Allah) itu” (QS An-Nahl :36). Suatu masyarakat atau negara bahkan individu tidak akan merdeka jika mereka tunduk kepada selain Allah.
Kemerdekaan yang hakiki juga bermakna memberi kebebasan dan kelapangan hati, pikiran, dan perbuatan manusia untuk menyampaikan pendapat dan berkreasi dalam amal perbuatan secara terbuka tanpa ada rasa kahwatir, takut dan tertekan. Firman Allah swt yang artinya:“Bebuatlah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan Orang-orang beriman akan melihat perbuatanmu.” (QS. At Taubah [9]: 105). “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (untuk memilihnya).
Tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (QS. Al-Balad [90]: 10-11). “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah [2]: 256). Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.” (QS. Al Kahfi [18]: 29). Selain itu, setiap orang dipersilahkan untuk menjalankan syariat agamanya.
Kewajiban seorang muslim hanyalah menyampaikan kebenaran dengan cara yang arif dan bijaksana. Allah s.w.t. berfirman yang artinya “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kaafiruun [109]: 6). Nabi Muhammad s.a.w. bahkan dinasehati Allah s.w.t. untuk tidak memaksa orang kafir beriman.
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?.” (QS. Yunus [10]: 99)
Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang mampu memerdekaan rakyat dan bangsanya dari ketergantungan ekonomi dan politik dari bangsa-bangsa lain serta mampu membangun kemandirian ekonomi dalam mengelola sumber ekonomi negaranya untuk menggapai kehidupan yang mandiri, adil dan sejahtera serta bermartabat. Begitu pula masyarakat mudah untuk memperoleh akses penghidupan yang layak, pekerjaan, informasi, pendidikan, kesehatan, perlindungan, lapangan usaha dan jaminan sosial serta bebas menjalankan syariat agama masing-masing.
Akhirnya kemerdekaan yang telah diraih dengan pengorbanan pikiran, tenaga, harta, air mata dan nyawa pejuang-pejuang bangsa terdahulu kita dapat terjaga, dipertahankan, terus diperjuangkan, dan diisi secara berkesinambungan dengan memaksimalkan seluruh potensi alam, sumber daya manusia, dan nilai-nilai juang bangsa Indonesia.
Untuk itu diharapkan semangat, dan kebersamaan sebagai bangsa yang besar untuk bangkit melawan belenggu ketertinggalan untuk mencapai kehidupan bangsa yang mandiri, adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah swt yaitu terwujudnya Negara dan bangsa yang baldatun tayyibatun warabbun ghafuur. Wallahu ‘alam bisshowab.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.