Berita PALI

Ratusan Warga Talang Ubi PALI Tuntut PT MHP Kembalikan Lahan Diduga Diserobot Sejak 32 Tahun Lalu

Setelah melakukan orasi, perwakilan masa aksi tersebut ditemui pihak perusahaan untuk melakukan mediasi.

SRIPOKU.COM / Apriansyah Iskandar
Ratusan warga Talang Ubi menggelar Aksi damai di Kantor PT MHP Unit 6 Lubuk Guci, Tuntut pengembalian 199 hektar lahan yang diduga diserobot sejak tahun 1991 silam. 

Permasalahan dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT MHP ini juga telah dilaporkan pihaknya pada 02 April 2023 ke Kejaksaan Agung RI, namun tidak ada tindak lanjutnya sampai saat ini.

Asman berharap, Bupati PALI Heri Amalindo dan Pemkab PALI, agar kiranya dapat mendengarkan apa yang menjadi tuntutan warga selama ini dan dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini.

"Kami tidak ingin Anarkis, kami hanya menuntut hak kami yang selama ini dikuasai oleh perusahaan. Kami berharap Bupati PALI dan Pemkab PALI dapat membantu menyelesaikan persoalan ini, kami juga siap untuk menempuh jalur hukum, karena bukti-bukti dan surat kepemilikan yang kami miliki lengkap,"

"Kami juga meminta PT MHP untuk mengembalikan lahan tersebut kepada warga, karena ini bukan lahan kawasan hutan negara, tapi hutan APL. Lahan itu jelas merupakan hak milik masyarakat yang telah dikelolah sejak tahun 1960'an. Semua dokumen kepemilikan lengkap!,"tukasnya.

Menanggapi hal itu, Harnadi Panca Putra selaku Wakadip PHS perwakilan PT MHP Unit 6 mengatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menyetujui tuntutan masyarakat tersebut, karena itu merupakan kewenangan kementerian kehutanan.

Menurutnya PT MHP Unit 6 menyatakan pihaknya menjalankan kegiatan sesuai dengan IUP HKHTI atau Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri berdasarkan ijin SKPBPH  548 dari Kementerian Kehutanan yang sebelumnya SK menteri nomor 799-menLHK-Setjen-HPL tahun 2019 dan Surat Keputusan Menteri nomor 038/KPTS-II-1996.

"Terkait klaim lahan seluas 199 hektar, di objek ini secara fakta hukum sudah dibuktikan, jadi sebelumnya sempat ada gugatan dari warga di pengadilan, tapi sudah dimentahkan dan ditolak dari semua tuntutan itu oleh pengadilan pada tahun 2016 lalu," ujarnya.Saat dilakukan mediasi Harnadi mengatakan warga tetap ingin memaksakan PT MHP menyetujui tuntutan tersebut sehingga belum adanya titik temu, karena untuk menyetujui tuntutan tersebut bukan kewenangan PT MHP dan merupakan kewenangan kementerian kehutanan.

"Jadi kementrian kehutanan yang berhak dalam hal menentukan kawasan hutan APL atau kawasan hutan negara," terangnya.

Ia juga mengatakan sejak beroperasi nya PT MHP pada tahun1990 sampai dengan sekarang, tata batas yang dikeluarkan kementrian kehutanan terakhir kalinya pada tahun 2021 lalu, terkait pemanfaatan kawasan hutan tersebut sudah Temu Gelang.

"Jadi tata batas ini sudah temu gelang, artinya kawasan ini merupakan kawasan kehutanan yang diberikan mandat ijin kepada PT MHP, dan kami menegaskan PT MHP bekerja sesuai koridor yang diberikan mandat ijin oleh kementerian kehutanan, tentunya kami sangat dilarang bekerja diluar ijin," jelasnya.

Harnadi menyatakan PT MHP taat akan hukum, akan tetapi PT MHP tidak mempunyai kewenangan untuk menyetujui tuntutan warga tersebut.

"Bahwa sampai 7 kiamat pun, PT MHP tidak bisa melepaskan areal itu sebagai areal APL, tidak punya kewenangan kita pak, itu kewenangan negara melalui kementerian kehutanan. Kita ini hanya sebagai pihak pemegang ijin, kalau warga mau menggugat kami persilahkan untuk menempuh jalur hukum,"

"Tapi gugatannya ke kementerian kehutanan karena tanah ini milik negara. Karena bukan kewenangan PT MHP untuk menyetujui tuntutan tersebut, dalam hal ini kami ingin meyakinkan masyarakat bahwa areal yang kami kerjakan ini adalah kawasan hutan negara bukan APL," tandasnya. (cr42)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved