Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Amar Ma’ruf Nahi Munkar Jangan Luntur Karena Godaan Cuan!

AMAR ma’ruf nahi munkar, pada hakikatnya merupakan perintah menegakkan kebenaran dan melarang yang salah serta perintah ini dianggap wajib

Editor: adi kurniawan
Handout
Mimbar Jumat, Amidi Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang dan Pembina SIT AL-FURQON Palembang 

Oleh Amidi
(Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang dan Pembina SIT AL-FURQON Palembang)


AMAR ma’ruf nahi munkar, pada hakikatnya merupakan perintah menegakkan kebenaran dan melarang yang salah serta perintah ini dianggap wajib bagi kaum muslimin. (wikipedia).


SRIPOKU.COM -- Lusiana Mustinda menjelaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar dalam istilah fikih disebut dengan al Hisbah. Perintah yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak kebaikan dan mencegah keburukan.

Ia mensitir HR Abu Dzar, hendaklah kamu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, jika tidak, Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat diantara kamu, dan kemudian orang-orang baik diantara kamu berdoa tidak dikabulkan. (detik.com, 6 Oktober 2020).

Sementara dalam persyarikatan Muhammadiyah, amar ma’ruf nahi munkar hukumnya adalah fardhu kifayah, bila sudah ada sebagian orang yang melaksanakan maka gugurlah kewajiban tersebut atas orang lainnya.

Tetapi bila tidak ada yang mengerjakan dan semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang tidak udzur. (muhammadiyah.or.id).

Sejalan dengan firman Allah; “ Dan Hendakalah ada diantra kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imron:104).

Terlepas dari itu, yang jelas gerakan amar ma’ruf nahi munkar harus digalakkan, terlebih dalam mengimplementasikan kesalehan sosial yang terpatri dalam diri kita.

Fenomena Baru

Dikutip dari cnnindonesia.com, sebuah video viral di media sosial, jamaah meninggalkan lokasi salat Idul Fitri, ketika khatib menyampaikan khutbah menyangkut dugaan kecurangan pemilu.

Disinyalir khotib tersebut adalah seorang dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Namun, pihak UAD memberi keterangan melalui Kepala Bidang Humas dan Protokol Ariadi Nugraha bahwa UC memang pernah menjadi Dosen tidak tetap Al Islam Kemuhammadiyahan (AIK) di Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) hingga akhir 2022 lalu.

Kemudian atas kejadian tersebut, UC meminta maaf atas isi khutbah yang disampaikannya pada saat shalat Idul Fitri tersebut. Hal tersebut beliau saat ditanya awak media dari detik Jogja. (news.detik.com, 13 April 2024).

Fenomena ini menarik untuk dicermati, mengapa jamaah meninggalkan tempat sebelum khutbah selesai?, Apakah benar jamaah meninggalkan tempat karena isi khutbah menyinggung masalah kecurangan pemilu? Apakah jamaah sudah bosan dengan persoalan yang satu itu? Bukankah, jamaah meninggalkan tempat sebelum khutbah selesai itu biasa, karena berbagai keperluan? Bukankah khutbah sholat Idul Fitri termasuk katagori sunnah alih-alih rukun sholat.

Berdasarkan penjelasan para mubaligh bahwa berbeda dengan khutbah shalat Jum’at, khutbah shalat Idil Fitri sunnah alih-alih rukun shalat.

Dengan kata lain melewatkan khutbah shalat idul Fitri tidak berarti membuat shalatnya tidak sah.

Hal ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi: “ Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kami akan menyampaikan khutbah, siapa uang igin tetap duduk mendengerakan khutbah diperlisalah, dan siapa yang memilih pergi dipersilahkan pula” (HR Abu Daud).

Dengan demikian jamaah shalat idul Fitri boleh saja melewatkan khutbah, tetapi tidak mendapatkan kebaikan/pahala sunnah dan tidak mendapatkan ilmu dari isi khutbah tersebut. (suara.com, 07 April 2024).

Cuan Jadi Penghalang?

Dalam kenyataan, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, terlebih nahi munkar terkadang terganjal dengan berbagai kendala, takut dicemooh, diejek, diboikot, diblack list, dan takut terkena UU ITE, karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau dihalangi untuk berbuat salah (curang, korupsi, kolusi, muncuri, dan perbuatan munkar lainnya).

Tidak hanya itu, dalam kehidupan yang serba glamor dan hedonis uang atau cuan memegang peranan penting, terkadang cuan dianggap segala-galanya, sehingga tindakan nahi munkar pun terkadang dihalangi oleh cuan.

Jika sebelumnya pejuang nahi munkar berniat akan melakukan pencegahan kemunkaran, sementara begitu pejuang nahi munkar diiming-imingi dengan cuan, maka tidak jarang, dengan serta merta pejuang nahi munkar membatalkan niatnya.

Dalam hal ini ada juga yang sengaja mencari cuan, melalui tindakan menakuti mau mencegah kemunkaran, namun setelah ia melakukan transaksional diberi cuan oleh pelaku kemunkaran, maka kemunkaran yang akan dicegahnya dibatalkan-nya.

Mereka takut kehilangan mata pencaharian atau takut kehilangan cuan. Jika ia bekerja pada suatu unit bisnis/institusi tertentu, mereka enggan mencegah kemunkaran disana, karena mereka takut diberhentikan.

Dalam kehidupan sehari-hari bisa disaksikan, begitu dahsyatnya cuan menghalangi pejuang kemunkaran. Sudah jelas teman kita bebuat salah, karena kita diberi “cuan”, sehingga suatu kesalahan kita upayakan menjadi suatu pembenaran, demi membela sang teman.

Kita terbiasa membiarkan tindakan nahi munkar. Contoh sederhana dalam bertransaksi, pada saat kita membeli suatu barang, pelaku bisnis memberikan uang pengembalian berbelanja dengan permen, pelaku bisnis menggunakan bahan pengawet atau pewarna makanan/minuman membahayakan kesehatan dan tindakan kecurangan bisnis lainnya, kita biarkan, padahal tindakan itu jelas melanggar etika bisnis alias curang.

Kemudian ada pihak yang melakukan kemunkaran, tidak kita cegah, karena mengindar resiko. Misalnya tindakan memanipulasi, melakukan penyalah gunaan wewenang pada unit bisnis/institusi tempat mereka bekerja demi memperoleh cuan tersebut.

Bagaimana sebaiknya?

Kegiatan amar ma’ruf nahi munkar jangan luntur karena cuan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan kapasitas yang kita miliki.

Bila kita sebagai seorang profesional, misalnya tenaga pencerdas bangsa (guru/dosen), bisa saja mencegah kemunkaran melalui tulisan dimedia massa atau media sosial atau melalui kegiatan ilmiah lainnya, seperti seminar dan sejenisnya.

Bila kita seorang mubaligh, bisa saja materi ceramah atau khutbah yang mengupas persoalan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara hikmah dan santun, sehingga jamaah yang mendengar memahami dan tergugah yang pada akhirnya terdorong ikut melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.

Kemudian metoda menyampaian, harus disesuaikan dengan kondisi jamaah/publik. Jika mengkritik harus konstruktif dan solutif, serta materi yang akan disampaikan harus lugas dan menarik. Ini penting agar jamaah/publik tidak gagal paham, bila salah dalam memahami justru akan menjadi bumerang.

Kemudian amar ma’ruf pun bisa dilakukan dalam berbagai kegiatan, seperti memberikan contoh teladan, membantu orang lain, mengajak bersikap jujur, dan mengajak menjalankan perintah Allah. Sedangkan nahi munkar pun juga demikian, merujuk dari Hadits Arbain ke-34 yang artinya: Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyatullahu “anhu, ia berkata,

“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa,ingkarilah dengan hatinnya, dan itu merupakan selemah-lemah iman.” (uad.ac.id).

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya lagi adalah perlu dipahami, pada dasarnya manusia dimuka bumi ini tidak ada yang mau difonis bersalah, untuk itu “pandai-pandai” lah kita dalam mengajak berbuat baik dan mencegah kemunkaran. Teruslah Berjuang!!!!!!

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved