Opini: Meminimalisir Besaran Pembayaran Pajak, Tidak Harus dengan Kong-Kalikong!
Silahkan wajib pajak berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pegawai/petugas dan pimpinan atau orang berkompeten dikantor pajak tersebut.
Oleh: Amidi
(Dosen FE UMP dan Pengamat Ekonomi Sumsel)
SRIPOKU.COM -- BEBERAPA hari yang lalu, anak negeri ini terlebih anak daerah ini disuguhkan berita media massa mengenai petugas pajak yang melakukan kong-kalikong terhadap wajib pajak dalam rangka memperkecil atau pengurangan pembayaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Kompas.com, 30 Oktober 2023 mensinyalir bahwa ada tiga pegawai pajak salah satu kota di negeri ini sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi perpajakan. Mereka meminta upah untuk membantu wajib pajak mendapat pengurangan pembayaran pajak.
Dengan kata lain, ketiga pegawai/petugas pajak telah melakukan kong-kalikong antara mereka dengan wajib pajak yang menginginkan agar pembayaran pajak-nya bisa ditekan atau bisa diminimalkan.
Bila kita telusuri kebelakng, bahwa fenomena adanya perbuatan kong-kalikong antara pegawai/petugas pajak dengan wajib pajak tersebut adalah bukan fenomena baru, tetapi merupakan “lagu lama mengalun kembali”, fenomena tersebut sudah sering terjadi, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Mengapa kong-kalikong tersebut sering terjadi? Jawabnya, banyak aspek yang melatarinya atau mendorongnya. Setidaknya dari aspek wajib pajak, karena mereka akan menghindar dari pembayaran pajak yang jumlahnya relatif besar tersebut, sehingga mereka berupaya untuk dapat menekan jumlah atau meminimalkan jumlah pembayaran pajak yang harus mereka bayar. Dari pihak pegawai/petugas pajak, mereka didorong oleh kehidupan yang serba “hedonis”, untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara/jalan yang menyimpang atau melanggar hukum.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Dari aspek ekonomi, sama hal-nya, pelaku bisnis yang dihadapkan pada suatu kondisi, dimana adanya permintaan yang akan menciptakan penawaran. Disini berlaku hukum; “permintaan menciptakan penawaran” atau sebaliknya “penawaran menciptakan permintaan”.
Pihak pegawai/petugas pajak menawarkan jasa kepada wajib pajak, agar wajib pajak dapat membayar pajak yang jumlahnya/besarannya dapat ditekan atau diminimalkan, disambut baik oleh pihak wajib pajak yang memang meminta/menginginkan jasa yang ditawarkan oleh pegawai/petugas pajak tersebut, memang wajib pajak maunya agar pembayaran pajak yang harus dibayar-nya tidak terlalu besar alias bisa diminimalkan.
Mengapa Menghindar?
Jika kita cermati, memang setiap wajib pajak, terutama wajib pajak pelaku bisnis yang biasanya jumlah pembayaran pajaknya relatif besar tersebut merasa keberatan untuk membayar dalam jumlah besar tersebut, apalagi bila dilakukan hitung-hitungan dari sisi bisnis.
Apalagi bila kita hubungkan dengan adanya pandemi dan pasca pandemi saat ini, karena masih ada saja pelaku bisnis yang bisnis-nya belum normal seperti sedia kala. Penghasilan mereka masih terseok-seok, penghasilan mereka turun, ditambah lagi dengan turunnya daya beli (puchasing power), sehingga mempengaruhi/menekan penghasilan yang diperoleh pelaku bisnis tersebut.
Kemudian, bila kita hubungkan juga dengan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, terkadang besaran pajak yang harus bayar wajib pajak tidak hanya menyangkut pembayaran pajak tahun berjalan, tetapi termasuk pembayaran pajak beberapa tahun kebelakang. Misalnya pembayaran pajak yang mereka harus bayar pada tahun 2023 ini, adalah pembayaran pajak di tahun 2022 yang juga pembayaran pajak di tahun 2021 dan di tahun 2020, ada tiga tahun pembayaran pajak yang harus dibayar sekaligus, belum lagi denda pajak.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Dengan demikian, maka pembayaran pajak yang wajib pajak harus bayar sangat besar sekali. Mengapa hal ini terjadi?, Saya mencermati bahwa setelah adanya pemeriksaan dari pegawai/petugas pajak, dipihak wajib pajak tersebut ternyata masih ada pajak yang terhutang atau tunggakan pajak.
Mengapa masih ada pajak yang terhutang atau menunggak?, Saya mencermati karena dalam perhitungan internal dari sisi pelaku bisnis dan konsultan pajak-nya, masih ada komponen penghasilan yang selayaknya dikenakan pajak, belum dihitung besaran pajaknya.
Dengan kata lain, bisa saja pengeluaran yang dilakukan pelaku bisnis tersebut tidak diakui sebagai pengurang untuk pendapatan, sehingga laba atau SHU yang tertera tersebut dikatagorikan belum menunjukkan laba atau SHU yang sebenarnya. Seperti pengeluaran untuk sumbangan tertentu yang tidak boleh diakui sebagai pembiayaan operasional, sehingga sumbangan tersebut tidak diakui sebagai pengurang pendapatan, dengan demikian laba atau SHU yang tertera angkanya akan membesar yang barang tentu akan memperbesar pembayaran pajak.
Meminimalisir Uang Pajak Secara Resmi.
Berdasakan yang saya ketahui, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak (pelaku bisnis dan masyarakat umum) untuk menghitung sendiri kewajiban pajak-nya dan beberapa tahun yang lalu pemerintah pun telah menjalankan program “pengampunan pajak” atau tax amnesty.
| Imbas Viral Wajib Pajak Kena Pungli Rp 500 Ribu, Seluruh PHL Samsat Lubuklinggau Diberhentikan |
|
|---|
| Viral Minta Uang Rp 500 Ribu ke Wajib Pajak, Pegawai Samsat Lubuklinggau Diberhentikan |
|
|---|
| Mahasiswa Kehilangan Jutaan Rupiah Akibat Penipuan Berkedok Petugas Pajak dan Aplikasi M-Pajak Palsu |
|
|---|
| Apa Itu Coretax Sistem Inti Administrasi Perpajakan Dikeluhkan Para Wajib Pajak? Begini Cara Login |
|
|---|
| Bersiap, Awal 2025 Seluruh Layanan Perpajakan akan Lebih Mudah dengan Coretax |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.