Mimbar Jumat
Peringatan 75 Tahun Nakba, 15 Mei, di Markas Besar PBB New York
Sejarah telah mencatat kejanggalannya pihak Israel yang terus mencaplok wilayah Palestina. Tentara Israel bebas berlalu-lalang di wilayah 2% itu.
Oleh: Dasman Djamaluddin SH MHum
(Mantan Wartawan Sriwijaya Post, Penulis Biografi dan Sejarawan)
NAKBA, juga dikenal sebagai Malapetaka Palestina, adalah penghancuran masyarakat dan tanah air Palestina pada tahun 1948, dan pemindahan permanen sebagian besar orang Arab Palestina. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa menangguhkan keanggotaan Israel. Abbas menyerukan desakan itu saat menghadiri peringatan Hari Nakba perdana di PBB, Senin, 15 Mei 2023.
Di awal pidatonya, Abbas membahas nakba, istilah yang digunakan Palestina untuk menggambarkan pembentukan negara Israel. Dalam bahasa Arab, "nakba" berarti bencana. Abbas lantas mengungkit kembali sejarah pembentukan Israel, yang bermula dari perundingan pada 1947.
Sebelumnya, sumber dari Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginformasikan, tentang 75 tahun pengungsian massal warga Palestina yang dikenal sebagai "Nakba" atau "Bencana".
Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak Rakyat Palestina (CEIRPP) menyelenggarakan 75 tahun Nakba di Markas Besar PBB di New York. Untuk pertama kalinya dalam sejarah PBB, memperingati sesuai amanat Sidang Umum ( A/RES/77/23 tanggal 30 November 2022).
CEIRPP menyelenggarakan Pertemuan Khusus Tingkat Tinggi pada tanggal 15 Mei 2023, mulai pukul 10.00 hingga 12.30 (Waktu NY) di Ruang Konferensi 4 . Acara Tingkat Tinggi akan dilakukan dalam enam bahasa resmi.

Acara Tingkat Tinggi tersebut akan dipimpin oleh Ketua Panitia, Duta Besar Cheikh Niang . Ini mencakup pidato utama oleh Presiden Negara Palestina, HE Mahmoud Abbas , dan pernyataan oleh Rosemary A. DiCarlo , Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian , Komisaris Jenderal UNRWA, perwakilan Kelompok Regionaldan perwakilan sipil.
Acara Peringatan Khusus diadakan di Aula Pertemuan Umum pada malam hari mulai pukul 18.00 hingga 20.00 (Waktu NY). Acara ini mengaktualisasikan perjalanan Palestina dan bertujuan untuk menciptakan pengalaman Nakba yang mendalam melalui musik live, foto, video, dan kesaksian pribadi.
Ini adalah kesempatan untuk mencapai tujuan mulia, keadilan dan pemulihan, membutuhkan pengakuan realitas dan sejarah penderitaan rakyat Palestina dan memastikan pemenuhan hak-hak mereka yang tidak dapat dicabut.
Menampilkan Penyanyi Palestina
Peringatan ini menampilkan penyanyi Palestina Sanaa Moussa , seorang “Duta Warisan Palestina.” Komposisi musik di sekitar Nakba berjudul " Warna Cerah di Kanvas Gelap " oleh Naseem Alatrash , pemain cello dan komposer pidato Grammy Award , ditemani oleh Orkestra Arab New York akan disutradarai oleh Eugene Friesen , Pemenang Penghargaan Grammy empat kali . Pertunjukan ini akan disertai dengan materi audio-visual.
Acara kedua akan dibuka untuk media dan akan disiarkan langsung di UN Web TV. Acara “ Memories of the Nakba and its impact on Palestines ”, diskusi dengan Nadine Sayegh, penulis buku “Oranges from Jaffa” pernah diadakan di sela-sela Komisi ke-67 tentang Status Perempuan (CSW) dan diselenggarakan secara virtual, pada 15 Maret 2023 , di bawah naungan Komite Pelaksanaan Hak-hak Rakyat Palestina (CEIRPP).
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Nadine Sayegh menunjukkan bukunya dan menjelaskan apa yang mendorongnya untuk menulis kisah keluarganya. Dia menyebutkan bahwa dia ingin mengabadikan kisah ayahnya, seorang "saksi hidup", dan bagian dari generasi terakhir yang dapat mengklaim lahir di "Palestina".
Kisah buku itu meningkatkan kebanggaan keturunan ayahnya sebagai orang Palestina. Penulis juga membaca kutipan dari bukunya, yang menggambarkan Palestina sebelum Nakba sebagai masyarakat modern, pekerja keras, kaya budaya, dan toleran. Kutipan yang dia baca juga menggambarkan bagaimana berbagai agama hidup berdampingan di Jaffa, dan bagaimana penduduknya bangga akan warisan kota yang kaya.
Pameran UNRWA bertajuk 'Perjalanan Panjang Pengungsi Palestina.' Pengungsi Palestina telah melakukan perjalanan epik sejak penguncian bencana mereka pada tahun 1948 dan tetap, hari ini, orang-orang yang tercerai-berai, terusir karena konflik, diblokade. UNRWA, Badan PBB yang dibentuk untuk memimpin pembangunan manusia dan bantuan darurat bagi pengungsi Palestina, telah bersama orang-orang Palestina ini di setiap langkahnya.
Fotografer UNRWA telah mencatat pengalaman pengungsi Palestina sejak mulai beroperasi pada tahun 1950. Esai foto ini adalah snapshot dari pameran foto arsip UNRWA yang diresmikan pada November 2013 di Yerusalem berjudul, 'Perjalanan Panjang Pengungsi Palestina'. Gambar-gambar diambil dari arsip UNRWA yang megah dan luas yang ditorehkan dalam Daftar Memori Dunia UNESCO pada tahun 2009, mengakui nilai sejarahnya. Karena kekerasan yang meningkat menyusul kegagalan rencana pembagian dan berakhirnya Mandat Inggris di Palestina, lebih dari 700.000 ribu warga Palestina meninggalkan tanah mereka yang akan menjadi Israel pada 15 Mei 1948. Pelarian tersebut kemudian dikenal sebagai Nakba, artinya bencana dalam bahasa Arab.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Peta Palestina 1947
Inilah peta Palestina tahun 1947. Peta ini dikirim Sekretaris Letjen TNI (Purn) Rais Abin, Dian Noviarsih Sudarsono dari National Geographic tahun 1947. Sesudahnya, Agency Yahudi pada 14 Mei 1948 memproklamirkan kemerdekaan bangsa Yahudi di wilayah Palestina dengan menyebut negara Israel, maka mulailah terjadi konflik antara negara Arab dengan Israel.
Bayangkan, sehari kemudian, lima negara Arab, yaitu Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon, dan Irak menyerang Israel. Mereka marah. Menurut hitungan di atas kertas, negara Israel kalah, karena diserang oleh lima negara Arab. Tetapi dalam kenyataan, negara Yahudi itu malah menang.
Waktu itu belum banyak pengungsi Yahudi yang pulang ke Israel. Mereka sejak dimusuhi dan dibunuh Adolf Hitler, banyak yang mengungsi ke berbagai negara untuk menyelamatkan diri. Oleh karena itu, penduduk Yahudi di AS yang diperkirakan banyak mentransfer teknologi persenjataan termodern ke negaranya, sehingga negara Arab kalah atau tertinggal dalam teknologi persenjataan.
Oleh karena itu, meski yang diserang Israel, negara Arab menganggap bahwa negara Sekutu pemenang Perang Dunia II, terutama AS selalu mendukung Israel hingga hari ini.
Juga AS bertindak tidak adil kepada bangsa Palestina. Coba lihat peta di atas. Tahun 1947, tidak ada negara Yahudi di wilayah Palestina. Tetapi pada tahun itu, yang perlu dicatat, badan dunia Liga Bangsa-Bangsa (LBB) berganti dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sedikit agak aneh. Apakah pergantian nama dari LBB yang dianggap gagal melaksanakan tugasnya, kemudian diganti dengan PBB, kehidupan bangsa Palestina semakin baik? Tidak. Ini sebuah strategi yang telah diperhitungkan sebelumnya, karena dengan cepat PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No. 181 tanggal 29 November 1947. Intinya, wilayah Palestina yang luas itu, sebagaimana peta di atas, dipecah menjadi tiga bagian.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Kaum Yahudi mendapat 56 persen dari seluruh wilayah Palestina, meskipun 30 persen dari seluruh penduduk di wilayah itu, pada saat itu. Arab-Palestina yang mendiami tanah Palestina, penduduk Muslim dan Kristen, seharusnya, sebagaimana peta di atas, jika terpaksa berbagi, maka penduduk Palestina harus mendapatkan 56 persen, bukan 42 persen. Waktu itu yang dua persen, semula memang menjadi wilayah Palestina itu, yaitu kota tua Jerusalem, menurut resolusi itu masuk pengawasan internasional.
Dua persen wilayah itu tidak seperti yang dibayangkan. Kita tidak tahu apakah pasukan internasional melaksanakan kewajibannya di Jerusalem. Hampir setiap hari, dunia selalu mendengar dan melihat penandangan mengerikan, di mana pasukan Israel bersenjata lengkap menyerang dengan senjata terhadap para pengunjuk rasa di wilayah perbatasan antara Jalur Gaza dan Israel.
Oleh karena itu, di mana pasukan internasional? Bolehlah dipertimbangkan dan dikaji ulang, karena di Jerusalem ada pusat agama Islam, Kristen, dan Yahudi.
Sejarah memang telah mencatat kejanggalannya pihak Israel yang terus mencaplok wilayah Palestina. Tentara Israel bebas berlalu-lalang di wilayah dua persen itu. Jika memang masuk wilayah pengawasan internasional, sebaiknya sejak awal pasukan penjaga perdamaian PBB harus hadir di wilayah dua persen itu, bukannya di Masjid Al-Aqsa yang terlihat hanya pasukan Israel.***

Mimbar Jumat
Toleransi dan Pendidikan Agama Islam, Menjaga Harmoni dalam Kehidupan Berbangsa |
![]() |
---|
Serukan Aspirasi Tanpa Anarki Pesan Nabi untuk Penduduk Negeri |
![]() |
---|
Refleksi Ruhani di Bulan Merdeka, Memaknai Kebebasan Jiwa saat Tidur |
![]() |
---|
Spritualitas Semu: Fenomena Beragama di Era Modern |
![]() |
---|
Mengingat Allah Itu Bukan Sekadar Menyebut |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.