Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Mencari Jejak Angpao Lebaran

Wajarlah kita sebagai orang tua/dewasa memberi penghargaan kepada calon-calon generasi muslim berikutnya ini.

Editor: Bejoroy
Istimewa
Muhammad Walidin, M.Hum (Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Arab UIN Raden Fatah Palembang) 

Oleh: Dr Muhammad Walidin MHum
(Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Arab UIN Raden Fatah Palembang)

SRIPOKU.COM -- “Ayo sini, Om mau bagi-bagi Angpao”
“Tante, Angpao lebarannya mana?”

KALIMAT tersebut mungkin familiar dalam keluarga muslim terdengar saat lebaran, terutama di hari Idul Fitri. Pemberian angpao saat lebaran sudah sangat lumrah saat ini. Bahkan bila tidak menyiapkan angpao, ada perasaan tak enak pada anak-anak. Apa sebab?

Anak-anak baru saja selesai belajar melaksanakan ibadah puasa yang cukup berat. Wajarlah kita sebagai orang tua/dewasa memberi penghargaan kepada calon-calon generasi muslim berikutnya ini. Apalagi saat lebaran merupakan ajang berkumpul keluarga, baik yang dekat maupun yang jauh. Bahagia rasanya bila melihat wajah anak-anak bergembira menerima angpao.

Berkaitan dengan kata Angpao yang marak penggunaanya pada saat lebaran, patut ditelusuri sejak kapan tradisi angpao lebaran dimulai. Mengapa ia bernama angpao yang merupakan kata serapan dari bahasa Mandarin? Mengapa tidak memakai nama yang Islami saja? Pertanyaan ini mulai menggugah penulis atau juga mungkin para pembaca. Oleh karena itu, kita akan sedikit mengintip jejak masuknya kata Angpao dalam tradisi lebaran. penelusuran akan dimulai dari sumber, nama, dan bentuk Angpao.

Bila ditelusuri dari Sunnah nabi Muhammad SAW dalam menyambut Idul Fitri, ditemukan istilah yang bisa dikaitkan dengan angpao. Diketahui ada tujuh kebiasaan beliau dalam menyambut hari ini.
1. Makan sebelum salat Idul Fitri sebagaimana diterangkan dalam kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik.
2. Berpakaian terbaik dan memakai wewangian (HR. Bukhari-Muslim).
3. Membayar zakat fitrah (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
4. Menempuh rute yang berbeda saat pergi dan pulang (HR. Bukhari-Muslim).
5. Bersenang-senang sewajarnya (HR. Ibnu Majah).
6. Mengunjungi yang sakit dan bersilaturrahmi (HR. Tarmizi).

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Dari kebiasaan Nabi di atas, terdapat dua hal yang berkaitan dengan angpao, yaitu membayar zakat dan bersenang-senang sewajarnya. Keduanya memiliki korelasi dengan aktivitas pemberian angpao, yaitu berupa materi (uang) dan sifat (kesenangan memberi dan menerima).

Zakat fitrah adalah kewajiban muslim dalam mengeluarkan hartanya sebesar 1 sha’ kurma atau 1 sha’ gandum. MUI mengkonversi timbangan tersebut menjadi 2,5-3 kilogram beras. Setiap muslim, lelaki atau perempuan, bayi atau dewasa, budak atau merdeka harus berzakat. Dan Rasul memberi contoh waktu pemberian zakat ini sebelum salat Idul Fitri. Betapa senangnya pula pemberi zakat mengetahui para mustahiq berbahagia dengan pemberian yang dapat dimanfaatkan dalam menyambut hari raya tersebut.

Pada hari ini, kaum muslim biasanya sudah membayarkan zakat sebelum bulan ramadhan berakhir, bukan sebelum salat Idul Fitri. Hal ini tidak menyalahi sunnah, tapi juga demi efisensi waktu. Para amil zakat memiliki waktu untuk membagi zakat kepada para mustahiq sesuai tuntunan. Sebab pembagian zakat fitrah setelah solat Id hukumnya makruh dan wajib baginya untuk melakukan qodo’.

Bila zakat fitrah bisa membuat senang mustahiq dewasa sebelum salat Id? Apakah yang bisa membuat anak-anak senang di saat berkumpul pasca salat Id? Ada banyak pilihan seperti makanan, kue, hadiah mainan, dan sebagainya. Namun mengadakan semua itu tentu perlu persiapan yang melelahkan dan tidak semua anak menyukainya. Oleh karena itu, muncul tradisi baru yang lebih ringkas dan dijamin disukai oleh semua anak, yaitu memberikan uang kecil sebagai hadiah. Mereka akan senang karena uang tersebut bisa dikumpulkan dan membeli sesuatu sesuai kebutuhan mereka.

Pemberian uang kecil ini biasanya dikemas dalam amplop. Seiring berkembangnya teknologi cetak, amplop tadi didisain semakin apik, mulai dari nuansa hijau sebagai warna Islam hingga tokoh-tokoh kartun kegemaran anak. Walaupun rupa-rupa amplop juga mendatangkan kebahagiaan, tentu saja isi dari amplop juga menambah keriaan. Namun, terkadang berapapun isi amplopnya tidak terlalu penting. Bagi anak-anak, aroma uang kertas yang terasa baru mengalahkan jumlah nominal yang tertera di uang kertas itu.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Kemudian, timbul polemik dalam persoalan pemberian uang di hari Idul Fitri ini. Apakah akan dinamakan zakat fitrah? Tentu bukan! walaupun tujuannya sama, yaitu memberikan kesenangan di hari lebaran. Apakah harus dinamakan sedekah? Bisa saja, sebab kata Nabi pemberian zakat setelah Idul Fitri dianggap sedekah. Namun KBBI merumuskan makna sedekah sebagai pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi. Arti ini tidak tepat bila penerimanya adalah anak-anak sendiri, saudara, kerabat dekat dan bukan tergolong fakir miskin.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved