Potensi Lahirnya Kembali Anies-Sandi?

Apakah ada yang rela berkorban menjadi poros ketiga atau memaksakan lahir kembali pasangan Anies–Sandi dengan konsekuensi hanya diikuti dua calon...

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Agung Kurniawan (Putera Sumsel–Ketua Bandung Politics Initiatives) 

Oleh: Agung Kurniawan
(Putera Sumsel–Ketua Bandung Politics Initiatives)

SELAMA dua pekan ke belakang, nama Anies Baswedan menjadi magnet baru dalam perpolitikan nasional. Saluran berita nasional mulai menyoroti rekam jejak dan kinerja yang telah beliau lakukan selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Fenomena pemberitaan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden sebenarnya bukan hal baru bagi kita, karena sejak beliau mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI, pertanyaan yang terus disampaikan oleh awak media kala itu bukan apa yang akan beliau lakukan ketika menjadi Gubernur DKI tapi apakah beliau akan mencalonkan diri sebagai Presiden setelah memenangkan Pilgub DKI 2017.
Pertanyaan–pertanyaan lima tahun silam laksana untaian doa yang dijawab oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui Partai NasDem yang mencalonkan beliau sebagai calon presiden.

Bicara tentang Pilkada DKI 2017, tentu akan membawa kita pada kenangan masa lalu tentang pasangan calon nan serasi, Anies–Sandi. Kita semua masih ingat bagaimana citra baik, cerdas, dan karismatik yang dibangun oleh pasangan ini pada masa tersebut.

Dua orang ini laksana pasangan kepala daerah yang sangat serasi dan saling melengkapi, terutama ketika bapak Sandiaga Uno dengan sangat heroik rela untuk mengorbankan diri menjadi Cawapres bapak Prabowo demi untuk menutup penolakan Anies terhadap pinangan Prabowo pada Pilpres 2019.

Terkait dengan Pilpres 2019, ada hal-hal menarik yang dapat kita amati dari manuver bapak Prabowo. Berdasarkan hasil pengamatan mendalam terkait pola strategi yang digunakan, bapak Prabowo hakikatnya tidak benar–benar ingin menang sebagai presiden, tapi lebih pada strategi untuk membesarkan Partai Gerindra yang dia bangun. Pada titik ini, bapak Prabowo adalah seorang jenius dan jenderal yang cerdik.

Walau demikian terdapat anomali hasil strategi yang dilakukan sang jenderal yaitu pasca Pemilu 2019 hingga hari ini, tingkat elektabilitas bapak Prabowo memiliki kecenderungan stagnan dan beranjak turun. Fenomena turunnya elektabilitas bapak Prabowo tentu akan berimplikasi langsung terhadap posisi Partai Gerindra yang masih amat muda dalam ruang politik nasional.

Pasca reformasi, terdapat pola–pola dalam ruang politik nasional yang dapat kita amati. Pola politik nasional pasca reformasi selalu bergerak dengan pola tesa-dan anti-tesa.

Ibu Megawati hadir sebagai anti-tesa Gus Dur. Bapak SBY lahir sebagai anti-tesa ibu Megawati. Bapak Joko Widodo hadir sebagai anti-tesa SBY. Sehingga untuk Pemilu 2024, pertanyaan kita bersama siapa yang akan menjadi anti-tesa bapak Joko Widodo.

Setelah keputusan bapak Prabowo pasca Pilpres 2019 yang memutuskan untuk bergabung dengan pemerintahan bapak Jokowi maka secara otomatis menjadikan beliau bukan sebagai sosok anti-tesa bapak Jokowi. Sehingga dapat kita bayangkan bahwa 2024 adalah akhir dari petualang politik bapak Prabowo.

Akhir petualangan diatas, sekali lagi akan berimplikasi kurang baik pada posisi Partai Gerindra kedepan. Dengan titik tolak ini, tentu Partai Gerindra butuh sosok baru yang lebih segar.

Sosok baru yang dibutuhkan Partai Gerindra adalah sosok yang memiliki karakter: 1) nasionalis, 2) lebih muda dari bapak Prabowo, 3) masih punya kemampuan oligarki. Ketiga kriteria diatas tentu mengarah pada sosok Sandiaga Uno.

Sandiaga Uno adalah sosok muda yang punya potensi untuk menjadi pengungkit elektabilitas Partai Gerindra di hari–hari mendatang. Sayang seribu sayang, potensi tinggal potensi. Keputusan Sandiaga Uno untuk ikut bergabung kedalam pemerintahan bapak Joko Widodo pasca dua tahun berakhirnya Pilpres 2019 menjadikan posisi beliau menjadi dilematis.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Sandiaga Uno pasca Pilpres 2019 tak lagi dapat menjadi anti-tesa bapak Jokowi karena memutuskan untuk bergabung kedalam pemerintahan. Belum lagi tingkat elektabilitas yang beliau miliki pasca Pilpres 2019 hingga hari ini belum terlalu menggembirakan.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved