Kontestasi Pilgub Dalam Perspektif Komunikasi Lintas Budaya

PELAKSANAAN Pilkada serentak, termasuk Pilkada Gubernur Sumatera Selatan (Pilgub Sumsel) tahun 2024 sudah ada titik terang.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Fatkurohman, S Sos Pemerhati Politik dan Opini Publik Rumah Citra Indonesia (RCI) 

Misalkan komunikasi dengan masyarakat Musi maka akan lebih efektif menggunakan bahasa yang bisa dimaknai secara budaya oleh masyarakat Musi. Maka tokoh politik yang mampu menguasai multi bahasa dalam kultur budaya berbeda akan memiliki keunggulan dalam komunikasi politik yang berdampak positif pada persepsi pemilih.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Misalkan Gubernur Sumsel Herman Deru dari Komering mampu menguasai bahasa Jawa secara fasih maka dia akan mudah memainkan komunikasi politik dengan mudah pada basis pemilih Jawa melalui bahasa. Tokoh atau kandidat yang lain pada Pilgub Sumsel 2024 jika ingin lebih efektif secara emosional juga harus mampu menguasai bahasa politik multi kultural.

Jika prediksi ini benar dengan mengeloborasi data pemilih dan fakta tokoh potensial maka kedepan Calon Gubernur Sumsel akan didominasi oleh kandidat dari latarbelakang Komering dan Ogan.

Artinya tantangan kandidat kedepan bagaimana mempengaruhi pemilih diluar Komering dan Ogan seperti Musi, Besemah, Jawa dan Palembang. Bahasa adalah alat komunikasi paling mudah untuk dimaknai dari kandidat melalui bahasa bagaimana mempengaruhi pemilih di luar Komering dan Ogan.

Simbol
Komunikasi lintas budaya sebagai proses perubahan mencari dan menemukan makna antar manusia yang berbeda budaya diperlukan cara komunikasi yang tepat. Komunikasi lintas budaya adalah terjadinya pengiriman pesan dari seseorang yang berasal dari satu budaya yang berbeda dengan pihak penerima pesan. Atau dengan kata lain, komunikasi lintas budaya ini memberi penekanan pada aspek perbedaan kebudayaan selain faktor lain yang kompleks.

Komunikasi massa tidak hanya langsung dimediasi oleh teknologi yang ditujukan langsung kepada public audience yang terpisah secara ruang. Karena perlu didalami kembali tipe komunikasi yang ada, siapa kami?, siapa penerima pesan?, apa konteks komunikasinya?, bagaimana seharusnya kita merespon dan bertindak?, dengan norma atau nilai yang mana? (Mirela dan Pastae, 2017 dalam Kurniawaty). Dalam konteks ini, pesan yang disampaikan harus disesuaikan dengan norma dan nilai.

Oleh karena simbol-simbol kultur budaya seringkali dijadikan alat komunikasi politik. Simbol tanjak, simbol blangkon yang digunakan tokoh politik atau kandidat adalah sebagai upaya Komunikasi simbol dalam politik untuk mempengaruhinya persepsi politik dalam kelompok budaya tersebut.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Lebih dari itu, ketika masalah-masalah komunikasi yang muncul, kebudayaan akan berfungsi sebagai salah satu rujukan untuk menemukan cara pemecahan masalah. Representasi budaya di dalam proses komunikasi politik tampak dalam bahasa politik (Political language) dan simbol budaya dalam berbagai tindakan politik (Nimmo dan Sanders, 1981: 195).

Untuk memahami perilaku individu dalam arena politik, simbol-simbol yang dipertukarkan serta makna-makna yang diciptakannya akan beranjak dari perspektif political symbolism (Abner Cohen dalam Karim Suryadi, 2004). Simbol-simbol budaya, seperti pakaian yang digunakan tokoh politik adalah sebagai sebuah proses simbolik komunikasi politik dimana sebuah realitas politik keberadaan multikultural diproses dan ditransformasikan untuk mendapatkan persepsi politik yang baik.

Dengan demikian dalam konteks Pilgub Sumsel penggunaan bahasa dan simbol dalam menerjemahkan program melalui komunikasi politik menjadi salah satu pilihan pada pilgub 2024 akan datang agar bisa diterima oleh masyarakat yang multikultur.

Sebagai penutup, pemakaian bahasa dan simbol akan mudah dimaknai dalam politik dengan melibatkan peran para tokoh dalam kelompok budaya tersebut. Pemilihan agen komunikasi yang tepat dalam masyarakat multikultural dalam menerjemahkan bahasa simbol dalam konteks Pilgub Sumsel sangat penting.

Pemilihan tokoh masyarakat yang tepat sebagai agen kampanye guna menerjemahkan makna dan simbol yang pakai oleh kandidat dalam mempengaruhi kelompok kultural tersebut ditujukan untuk mendapatkan persepsi yang sama terkait kandidat. Semakin banyak tokoh yang terlibat maka akan semakin mudah dalam menyamakan persepsi politik tentang kandidat guna mendapatkan popularitas dan elektabilitas. (*)

ilustrasi
Update 27 Maret 2022. (https://covid19.go.id/)
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved