Tak Perlu Terjadi Langka Minyak Goreng
Baru dua bulan berjalan kebijakan minyak goreng satu harga menimbulkan permasalahan baru, yakni terjadi kelangkaan.
Hal ini tercermin dari kegiatan ekspor CPO ke negara tujuan termasuk dalam rangka memenuhi kebutuhan negara yang sedang bertikai, Rusia-Ukraina, yang saat ini menggunakan juga minyak nabatih yakni minyak sawit, sebagai pengganti minyak nabati bunga mata hari.
Imbas pasokan minyak nabatih bunga mata hari dari laut hitam terhenti, maka mereka menggunakan minyak nabatih yakni minyak sawit sebagai penggantinya. Dengan demikian, kebutuhan dan permintaan minyak sawit akan meningkat lagi.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Belum lagi ke depan permintaan minyak sawit akan meningkat lagi, karena adanya permintaan minyak sawit untuk mencampur bio diesel dan solar, belum lagi saat ini minyak sawit yang merupakan salah satu minyak nabatih yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia, yakni sekitar 40 persen dari seluruh jenis minyak nabatih. Pemanfaatan minyak nabatih ini sangat beragam, terutama sebagai bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, industri pakan ternak dan lain-lain. (Mutuinstitute.com, 7 juli 2021).
Stop Antre- Stop Kelangkaan
Kita tidak ingin lagi melihat pemandangan masyarakat (emak-emak) dan diikuti bapak-bapak antri berjam-jam hanya untuk sekedar memperoleh/membeli minyak goreng 1 kg. Antrian panjang masyarakat untuk memperoleh/membeli minyak goreng tersebut jelas bertolak belakang dengan protokol kesehatan yang masih kita gencarkan tersebut dan bertolak belakang dengan negeri ini yang terkenal dengan penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Bahkan ada pemandangan yang tidak sedap bahwa diduga seorang ibu (emak-emak) di Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau Kaliman Timur yang sedang sakit, meninggal pada saat mau antri minyak goreng. (Kompas.com, 12 Maret 2022).
Dari uraiaj di atas, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kelangkaan minyak goreng ini harus diatasi. Setidaknya ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah dan pihak yang berkompeten. Pertama, pembatasan ekspor minyak sawit harus terus digencarkan. Kedua, kebijakan DMO 30 persen jika memang benar-benar dipelukan sebaiknya dipertahankan. Jangan pada saatnya karena ada desakan dari produsen minyak sawit, kebijakan DMO 30 persen tersebut justru ditinjau ulang bahkan diturunkan kembali.
Ketiga, pastikan bahwa pelaku ekspor minyak sawit benar-benar mengalokasikan 30 persen dari total ekspornya untuk kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri. Keempat, penggunaan minyak sawit untuk campuran bio diesel tersebut perlu ditinjau ulang. Kelima, lakukan operasi pasar yang gencar sembari melakukan pengawasan yang ketat dilapangan agar tidak terjadi praktik-praktik kejahatan di pasar.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya dilakukan pemerintah adalah secepatnya menata ulang distribusi minyat sawit dan distribusi minyak goreng agar tidak terjadi penimbunan sembari meninjau ulang Harga Eceran Tertinggi (HET) agar tidak menimbulkan pasar gelap (blackmarket). Selamat berjuang!!!!!!
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:
