Masyarakat Madani dan Aktualisasi Semangat Hijrah Masa Pandemi
Di tengah melonjaknya kasus harian Covid 19 yang ditandai diberlakukannya PPKM Darurat di Jawa dan Bali, atau PPKM level 3 dan 4 di wilayah lainnya
SRIPOKU.COM - Di tengah melonjaknya kasus harian Covid 19 yang ditandai dengan diberlakukannya PPKM Darurat di Jawa dan Bali, atau PPKM level 3 dan 4 di wilayah lainnya, kita dikejutkan dengan adanya berita sumbangan dana 2T Rupiah.
Dana bantuan untuk penanggulangan dampak pandemic Covid 19 di Sumatera Selatan dengan jumlah sangat fantastis −berjumlah 2 Trilyun Rupiah− dari salah satu keluarga yang merupakan warga masyarakat kota Palembang.
Berita itu sesaat seolah memberikan oase di tengah berita duka kematian ataupun berita negatif keterpurukan ekonomi dalam era Pandemi ini karena nampak begitu “luhur” dan begitu meyakinkan dengan adanya penyerahan simbolis yang disaksikan unsur Forkopimda Sumsel.
Baca juga: Presiden Joko Widodo Tetap Menjadi Panglima Tertinggi dalam Penanganan Pandemi Covid-19
Baca juga: Pandemi Covid-19 Renggut Banyak Jiwa, 655 Jenazah Pasien Dimakamkan di TPU Gandus
Setelah sempat membuat gaduh dan menuai polemik terkait realisasinya, akhirnya PPATK turun tangan dan merilisnya sebagai “Sumbangan Bodong” bahkan kemudian ada yang menganggapnya sebagai “Prank of The Year”.
Tulisan ini tidak akan membahas persoalan “donasi bodong” itu secara lebih lanjut.
Namun, dari hal tersebut menjadi menarik melihat kaitan antara penanggulangan musibah pandemic covid 19 dan partisispasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk donasi.
Ataupun, sumbangan lainnya dengan merefleksikannya sebagai aktualisasi semangat Hijrah dalam momen peringatan Tahun Baru Islam 1443 H, serta mengkajinya dalam sudut pandang masyarakat madani.
Pandemi Covid 19 dan terganggunya Peradaban
Membicarakan peradaban pada dasarnya adalah membicarakan perkembangan masya-rakat.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Menurut Wikipedia para antropolog dan ahli lainnya menggunakan kata "peradaban" dan "masyarakat beradab" untuk membedakan masyarakat yang mereka anggap lebih unggul secara budaya dengan kelompok masyarakat lain yang dianggap inferior secara budaya.
Saat ini perkembangan peradaban manusia ditandai adanya struktur politik dan pemerintahan dalam sebuah Negara dan pembagian peran dalam masyarakatnya yang semakin kompleks.
Masyarakat yang peradabannya baik antara lain dilihat dari perkembangan berbagai bi-dang kehidupan baik sosial, ekonomi, kesehatan ataupun pendidikan yang diorganisa-sikan dengan baik oleh negara.
Kenyataannya saat ini wabah covid 19 menyerang telak segi-segi kehidupan tersebut. sehingga bahkan Negara-negara yang dianggap Negara berperadaban maju sekalipun kewalahan menghadapi meluasnya wabah Covid 19 ini.
Episode pandemic yang terus berlanjut akibat serangan Covid 19 yang terus bertrans-formasi dengan berbagai varian nya, berimplikasi pada berbagai pembatasan sehingga menyebabkan pusat-pusat kota ataupun pusat-pusat perekonomian di hampir semua ne-gara menjadi sepi.
Sebagaimana di Negara-negara lain, di Indonesia sesungguhnya telah banyak upaya pe-merintah dengan berbagai program penanggulangan baik program kesehatan, program bantuan social ataupun program-program ekonomi.
Namun peningkatan status sebagai salah satu episentrum pandemic covid dunia dan paling tinggi di Asia Tenggara, menuntut pemikiran dan tindakan lebih dalam rangka memutar kembali roda peradaban ini, masyarakat perlu bahu membahu dan bersinergi dengan Negara dalam menanggulanginya.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Partisipasi Masyarakat dan gotong Royong: Aktualisasi Semangat Hijrah
Manusia secara Fitrah diciptakan berbeda-beda dalam kapasitas dan kapabilitasnya.
Adanya perbedaan kapasitas tersebut menuntut adanya kerjasama dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya yang semakin menguat akibat himpitan ekonomi masa pandemic saat ini.
Kerjasama tersebut seyogyanya bukan saja dijalankan antara anggota keluarga, tetapi juga antara tetangga dan masyarakat di sekitar lingkungannya dalam rangka mengatasi musibah, antara lain dengan memberikan sumbangan terhadap fakir miskin di antara mereka.
Hal ini juga menjadi signifikan karena sebagaimana disebutkan di atas, Negara semakin ‘kewalahan” menanggulang krisis akibat pandemic yang entah kapan akan berakhir.
Berkenaan dengan hal tersebut wacana masyarakat madani menjadi relevan untuk dibahas karena menyandingkan peran Negara dan masyarakat.
Istilah masyarakat madani sering disepadankan dengan istilah masyarakat sipil (civil society).
Banyak ahli baik dari barat maupun tokoh-tokoh muslim seperti Anwar Ibrahim, Dawam Raharjo, dan Nurcholis Madjid telah mengemukakan pengertian dan pan-dangannya masing-masing.
Sebagian besar sangat kental dalam wacana politik.
Pilihan penggunaan istilah masyarakat madani dibandingkan Masyarakat Sipil khusus-nya karena konsep yang dikembangkan dalam istilah masyarakat madani.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Sedikit banyak merujuk pada masyarakat yang pernah berkembang di Madinah pada zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu masyarakat yang mengacau pada nilai-nilai kebijakan umum, yang disebut al-khair.
Tatanan masyarakat kota Madinah yang menjadi rujukan karena adanya Piagam Madinah yang monumental dan dianggap sebagai tonggak sejarah lahirnya konstitusi modern, diawali dengan suatu peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad SAW.
Dan para sahabat dari kota Mekkah untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik dalam tatanan masyarakat yang berdaulat, mandiri dan inklusif di kota Madinah yang Plural.
Oleh karena itu mengacu kepada pendapat AS Hikam yang menyatakan bahwa masya-rakat madani secara institusional diartikan sebagai pengelompokan anggota-anggota ma-syarakat.
Sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas bertindak aktif dalam wacana dan praktis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya, maka sangat relevan untuk membicarakan mengenai partisipasi masyarakat dalam konteks penanggulangan Pandemi covid 19 ini.
Kerangka Hukum dalam Penegakkan Masyarakat Madani.
Dalam pandangan Hikam Masyarakat madani (civil society) sebagai sebuah tatanan ma-syarakat yang mandiri dan menunjukkan kemajuan dalam hal peradaban, mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan bentuk masyarakat lainnya antara lain:
1) adanya kesukarelaan artinya tidak ada paksaan, namun mempunyai komitmen bersa-ma untuk mewujudkan cita-cita bersama;
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

2) Keswasembadaan, dalam hal ini setiap anggota masyarakat mempunyai harga diri yang tinggi, mandiri dan kuat tanpa ketergantungan kepada Negara atau lembaga-lembaga negara, maupun organisasi lainnya;
3) Kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara;
4) Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama karena masyarakat madani adalah masyarakat yang berdasarkan hukum.
Jika kita kembali ke pembicaraan awal terkait partisipasi masyarakat dalam rangka me-nanggulangi pandemi dengan mengaktualisasikan semangat hijrah yang dipimpin Ra-sulullah SAW.
Maka sudah saatnya seluruh anggota masyarakat bergotong royong dan menebar sema-ngat al-Khair untuk menciptakan tatanan masyarakat baru yang telah diporak-porandakan pandemic ini.
Berbagai bentuk donasi ataupun program-program lainnya yang digagas dan dilakukan masyarakat seperti dapur umum, posko bantuan warga isolasi mandiri, pemberdayaan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan syariah yang ada untuk penanggulangan covid dan lain-lain patut diapresiasi dan dikembangkan.
Dalam aktualisasinya menurut hemat penulis empat kriteria dari AS hikam tersebut dapat dijadikan acuan.

Update 12 Agustus 2021. (https://covid19.go.id/)
Dalam hal ini penekanannya bahwa adanya kesukarelaan, keswasembadaan, dan ke-mandirian harus tetap berada dalam koridor keterkaitan dengan nilai-nilai ataupun re-gulasi hukum yang ada yang nota bene merupakan produk dari negara.
Regulasi dimaksud baik menyangkut tujuan, izin penyelenggaraan, mekanisme penya-luran dan lain-lain.
Hal itu juga tentu saja berlaku dalam kasus di atas karena sumbangan masyarakat bagi masyarakat tersebut melibatkan pejabat public atau aparatur Negara yang mem-fasilitasinya.
Oleh karena itu, masyarakat (dan Negara) juga harus tetap kritis jangan sampai donasi tersebut dimanfaatkan oknum untuk kepentingannya sendiri, baik kepentingan ekonomi atau mungkin kepentingan politik.
Dengan demikian negara yang merupakan struktur bangunan masyarakat dipandang tetap penting dalam mewujudkan ketatanegaraan yang partisipatif dan demokratis.
Dengan kata lain, menggali konsep masyarakat madani dan mengartikulasikannya dalam semangat tahun baru Islam dalam konteks Indonesia masa pandemic ini menjadi signifikan.
Seluruh anggota masyarakat mempunyai persoalan yang sama, yaitu mereka memerlu-kan bantuan dalam menghadapi dan menyelesaikan pandemic Covid 19, sehingga me-reka perlu membangun sinergi dalam rangka kemanusiaan.
Dengan membangun persahabatan, toleransi, dan kasih sayang antara mereka melewati batas-batas suku, ras, ataupun agama sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW di Madinah, namun tetap dalam kerangka supremasi hukum supaya keteraturan dan ketertiban tetap terjaga. Wallahu ‘a’lamu bi as-sawwab. (Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag
/Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang)
