Pantun di Alam Melayu

Bahkan, pohon kelapa yang rindang juga dapat dijadikan sebagai tempat berteduh dari hujan dan panas. Bagi orang Melayu, pantun sudah mendarah daging

Editor: aminuddin
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Albar Sentosa Subari 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - SETIAP bangsa di dunia memiliki cara menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan nya yang khas. 

Bangsa Jepang melalui tanka dan haiku (puisi pendek yang khas dengan aturan tertentu), bangsa Eropah melalui sonata dan kuatrin (puisi lama yang populer di Italia, Prancis dan Inggris )

Sedangkan bangsa Melayu melalui " pantun " dan  " syair".

Sebagaimana dikatakan Daille (dalam Hendri Purnomo, 2014), pantun merupakan gambaran ringkas kehidupan dan alam bangsa Melayu dalam sebutir pasir yang di dalam nya tergambar semua unsur kehidupan manusia Melayu yang meliputi  tanah, rumah, kebun, ladang, sawah, sungau, laut, gunung, hutan, pepohonan, buah buahan, binatang, burung, ikan dan lain sebagai nya.

Pantun juga mengekspresikan adat istiadat dan kebiasaan, kearifan, kepercayaan dan perasaan orang Melayu tentang segala hal, termasuk cinta mereka, antara laki dan perempuan serta cinta dengan Tuhan dan Nabi. 

Singkat kata, pantun bagi orang Melayu seumpama sebiji kelapa, yang bila ditanam akan tumbuh menjadi pohon kelapa dengan berbagai manfaat yang luar biasa dan beraneka guna, mulai dari batang. daun, lidi, sabut, tempurung, isi dan artinya, serta beragam manfaat lainnya. 

Bahkan, pohon kelapa yang rindang juga dapat dijadikan sebagai tempat berteduh dari hujan dan panas.

Bagi orang Melayu, pantun sudah mendarah daging, menjadi santapan harian.

Selama berabad abad, pantun telah berfungsi menyampaikan pesan sekaligus penanaman nilai dan tuntutan hidup.

Orang Melayu belajar memahami kiasan, dan terbiasa dengan sindiran.

Misal pantun " Sudah gaharu cendana pula ",cukup sindiran orang Melayu sudah tahu  isi dan maksudnya : sudah tahu bertanya pula. 

Perkataan ini lazim disampaikan kepada orang yang pura pura bertanya akan hal hal yang sudah menjadi rahasia umum atau yang sudah terang diketahui nya ( Ahmad Dahlan 2011).

Mulanya pantun dibuat lisan, kemudian ditulis. Pantun dalam bentuk karya tulis kemudian berisi hikayat hikayat Melayu misal dalam " Sulatus Salihin yang dikarang oleh Tuan Sri Lanang, Hikayat Hang Tuah, Tuhfat al Nafis karya Raja Ali Haji dan sebagainya.

Pantun adalah kecerdasan sekaligus perasaan yang belum ditemukan tolok bandingnya.

Pantun memang mutiara luar biasa yang dimiliki kebudayaan Melayu (Ahmad Dahlan, 2011).

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved