KISAH Perjuangan Ibadah Haji pada Zaman Hinda Belanda, Ini Orang Pertama Indonesia Pergi Ibadah Haji

Meski begitu pada zaman dahulu bisnis haji sangat menimbulkan persaingan ketat. Saking ketatnya, ibadah haji kerap diwarnai aksi culas, dari monopoli

Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
Bangka Pos/Kompas.com
Haji zaman Belanda 

SRIPOKU.COM - Menunaikan ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima.

Setiap umat muslim yang telah mampu dan berkecukupan wajib melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Maksudnya menunaikan ibadah hajii wajib hukumnya bagi muslim dewasa yang telah memenuhi syarat dan mampu, baik secara fisik, ilmu maupun ekonomi.

Namun jika dalam konteks ekonomi, haji juga jadi bisnis bahkan sejak zaman hindia belanda.

Meski begitu pada zaman dahulu bisnis haji sangat menimbulkan persaingan ketat.

Saking ketatnya, ibadah haji kerap diwarnai aksi culas, dari monopoli hingga penipuan.

Pada akhir abad-19 dan awal abad ke-20, perjalanan haji di Hindia Belanda diwarnai dengan kuatnya monopoli bisnis oleh biro perjalanan haji swasta.

Baca juga: MENGEJUTKAN Gelandangan yang Ditemui Risma Hasil Settingan? Pro Kontra Blusukan Menteri Sosial

Monopoli itu direstui pemerintah Hindia Belanda lewat pemberian izin, hingga begitu banyak jemaah yang dirugikan.

Dalam konteks penipuan, praktik itu banyak menjerumuskan jemaah haji ke dalam perbudakan.

Lainnya, terkait pemberian gelar haji palsu kepada jemaah yang bahkan belum sampai ke Makkah.

Begitu banyak bentuk penyimpangan dalam pengurusan ibadah haji zaman itu.

Meski begitu tak diketahui pasti kapan umat Islam di Nusantara mulai menunaikan ibadah haji.

Namun ada satu nama yang tercatat sejarah sebagai orang pertama dari Nusantara yang pergi haji.

Ia adalah Pangeran Abdul Dohhar, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten. Ia pergi beribadah haji pada tahun 1630.

Di tahun berikutnya, semakin banyak orang pergi haji. Tradisi ibadah bahkan berkembang menjadi tradisi pendidikan.

Orang-orang yang semula pergi ke Makkah hanya untuk beribadah haji kemudian turut menuntut ilmu agama Islam.

Sepulang dari Makkah, orang-orang itu membawa ilmu agama dan mengajarkannya di Tanah Air.

Tantangan ibadah haji makin berat tahun ke tahun, melansir Voi.id yang dikutip dari buku Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje Jilid VIII karya Soedarso Soekarno.

Salah satu tantangan yang dihadapi jemaah haji kala itu adalah ibadah yang memakan waktu lama.

Saat itu, sebelum ada kapal uap, jemaah berangkat haji menggunakan perahu layar menuju Aceh.

Dari sana mereka menumpang kapal dagang menuju India. Tak ada kapal yang langsung membawa mereka ke Makkah.

Setelah dari India, mereka melanjutkan perjalanan menaiki kapal ke Yaman. Jika beruntung, mereka mendapatkan kapal yang langsung ke Jeddah.

Rute perjalanan ini bisa memakan waktu setengah tahun dalam sekali keberangkatan.

Kendala lain yang harus dihadapi jemaah haji adalah karamnya kapal yang ditumpangi hingga mengakibatkan penumpang kapal tenggelam atau terdampar di pulau.

Ada pula jemaah haji yang harta bendanya dirampok bajak laut atau malah hartanya dijarah oleh awak kapal itu sendiri sehingga niat berhaji pun kandas.

Baca juga: Dua Pencuri Sepeda Motor di Rusun 23 Ilir Divonis 2 Tahun 4 Bulan dan 2 Tahun 6 Bulan Penjara

Perjalanan ibadah haji dari Hindia Belanda mulai dimudahkan ketika Terusan Suez dibangun tahun 1869.

Saat itu jumlah kapal uap yang berangkat dari Hindia Belanda menuju Jeddah semakin ramai.

Bukan hanya mereka yang berhaji tapi juga yang bermukim di Makkah.

Akibatnya jumlah jemaah haji yang pulang ke Tanah Air lebih banyak dibanding yang berangkat.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah kolonial.

Dikutip dari buku Encyclopaedie van Nederlandsch Indie karya E.J. Brill dan Martius Nijhoff, otoritas di Hindia Belanda kala itu tidak dapat mengawasi aktivitas penduduk Hindia Belanda di luar pelaksanaan ibadah haji.

Saat itu pemikiran Pan Islamisme di Timur Tengah sedang marak.

Pemerintah Hindia Belanda khawatir gagasan dari pemikiran itu masuk ke wilayah jajahan dan memunculkan gerakan perlawanan di masyarakat.
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda membuka konsulat di Jeddah pada tahun 1872.

Di samping itu pemerintah Hindia Belanda juga mulai menangani langsung proses ibadah haji, mulai dari keberangkatan hingga pemulangan ke Tanah Air.

Mulanya semua berjalan lancar. Tapi seiring membludaknya jemaah haji, kapal-kapal pemerintah Hindia Belanda tak mampu lagi mengangkut jemaah.

Keputusan selanjutnya adalah melibatkan pihak swasta.

Namun keterlibatan itu justru menimbulkan masalah baru. Dikutip dari buku Biro Perjalanan Haji di Indonesia Masa Kolonial: Agen Herklots dan Firma Alsegoff & Co terbitan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Baca juga: Ternyata Bukan Mulan Jameela, Ahmad Dhani Pernah Akui Ingin Luna Maya Jadi Istri Keduanya, Restu!

Dijelaskan, dibuka lebarnya pintu bagi pihak swasta untuk ikut terlibat menangani perjalanan haji menimbulkan akibat buruk.

Pihak-pihak swasta itu mengambil kesempatan mengeruk keuntungan berlebih-lebih, melebihi niat ibadah para jemaah.

Orientasi ekonomi berlebihan itu berakibat sengkarut dalam pemberangkatan haji oleh swasta.

Calo-calo bermunculan. Mereka adalah orang-orang yang ditugaskan mencari calon jemaah haji sebanyak-banyaknya.

Jika target tercapai, para calo itu akan mendapat imbalan dari pihak swasta, yakni berangkat ke Jeddah secara gratis.

Di atas kapal, kegiatan calo ini tak berhenti. Mereka menjadi calo untuk penginapan jemaah di Tanah Suci.

Tentu saja mereka meminta uang tambahan dari para jemaah.

Bagi jemaah yang kaya raya, persoalan ini mudah saja. Namun tidak begitu bagi jemaah dengan uang pas-pasan.

Untuk memenuhi pembayaran, para calo biasa membujuk jemaah pas-pasan untuk menjual barang berharga dengan nominal sangat kecil.

Bahkan banyak jemaah yang diperas habis hartanya hingga tak bisa melanjutkan ibadah haji di Makkah.

Uang-uang jemaah itu kerap kali hanya cukup sampai perjalanan ke Singapura.

Korban penipuan semacam itu disebut dengan istilah "Haji Singapura."

Selain pemerasan, agen keberangkatan haji swasta juga terlibat banyak penyelewengan.

Salah satu kebobrokan yang paling disoroti pemerintah kolonial adalah yang dilakukan agen biro perjalanan haji, Herklots dan Firma Alsegoff.

Baca juga: Fakta Gempa Bengkulu dan Aceh Akibat Deformasi Batuan, Warga Pagaralam Terdampak, Panik Keluar Rumah

Jemaah banyak jadi pekerja

Lepas dari jerat hukuman, Y.G.M Herklots kembali melancarkan aksi, yang bahkan lebih gila.

Ia kali ini mencari calon jemaah haji untuk dijadikan kuli di wilayah Noumea, Keledonia Baru.

Hal ini dilakukan karena ia mendapat pesanan dari Prancis yang saat itu membutuhkan delapan ribu pekerja.

Kali ini Herklots bekerja sama dengan Firma Aliste & Co untuk berbisnis tenaga kerja murah dengan Prancis.

Untuk merekrut orang, Herklots menyebarkan iklan berisi iming-iming berangkat haji dengan biaya murah. Bujuk rayu itu berhasil.

Empat ratus calon jemaah haji ikut mendaftar. Mereka diberangkatkan dari Pulau Jawa menuju Singapura.

Sesampainya di sana, para calon jemaah yang ingin menunaikan ibadah tak kunjung berangkat. Mereka terlantar hingga satu bulan.

Para jemaah yang menuntut kepastian keberangkatan tak mendapatkan hasil. Lalu mereka mengadukan nasib ke Konsulat Hindia Belanda di Singapura.

Setelah ditindaklanjuti, konsulat menemukan masalah terhambatnya keberangkatan akibat perusahaan pelayaran, Borneo Company yang menjadi rekan Herklots enggan memberangkatkan jamaah haji ke Tanah Suci.

Alasannya, agen Herklots belum membayar lunas biaya angkutan kepada Borneo Company.

Dengan adanya kasus tersebut Y.G.M Herklots hilang meninggalkan begitu saja para calon jemaah haji dan membawa kabur uang mereka.

Selain itu Herklots juga membatalkan perjanjian bisnis pekerja murah dengan Prancis dan Firma Aliste.

Sejak kejadian itu Herklots berhenti mengeruk bisnis dari perjalan haji dan tidak jelas entah di mana keberadaannya.

Baca juga: Hari Ini Motor Hillang di Depan Kantor Diskominfo Muratara, 4 Hari Lagi Baru Bisa Cek CCTV

Baca juga: Ditanya Hakim Hubungan FPI dengan Rizieq Shihab, Saksi Fakta : Tidak Tahu, Masa tidak Tahu?

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved