Tahun Baru Islam 1442 H

Tahun Baru Islam 1442 H, Menakar Cinta & Menakar Cinta Kepada Nabi Muhammad SAW

Baru beberapa hari berlalu, sebagai umat Islam, kita memperingati tahun baru Islam, 1 Mu­har­ram 1442 H dengan pelbagai ekspresi dan aktivitas.

Editor: Salman Rasyidin

Kelima, wajib mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad serta Larangan Ghuluw (Ber­lebih-lebihan).

Ahlus Sunah wal jama’ah sepakat tentang wajibnya mencintai dan meng­agu­ngkan Nabi Muhammad SAW melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.

Akan tetapi dalam mencintai dan mengagungkan beliau, tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan syari’at, karena bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam seluruh perkara agama akan menyebabkan kebinasaan.

Rasulullah bersabda; “Tidaklah beriman seorang dian­ta­ra ka­lian hingga aku lebih dicintainya melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia” (HR. Al-Bukhari (no. 15), Muslim (no. 44), Ahmad (III/275) dan an-Na­sa-I­ (VIII/114-115).

Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah, dan ini merupakan bentuk ibadah yang paling agung.

Allah Swt berfirman; “Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepa­da Allah” (QS. al-Baqarah: 165).

Ahlus Sunah mencintai Rasulullah Saw dan mengagungkannya se­bagaimana para Sahabat mencintainya, lebih dari kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak mereka.

Sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar bin al-Khathab, yaitu sebuah hadits dari Sa­habat ‘Abdullah bin Hisyam, ia berkata; “Kami mengiringi Nabi SAW, dan beliau meng­gandeng tangan ‘Umar bin al-Khathab.

Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi SAW; “Wahai Ra­sulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain diriku’, maka Nabi SAW men­jawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu’

Lalu Umar berkata kepada beliau; “Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi Saw bersabda; “Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar” (HR. Al-Bukhari (no. 6632).

Berdasarkan hadis di atas, maka mencintai Rasulullah Saw adalah wajib dan harus didahulukan daripada kecintaan kepada segala sesuatu selain kecintaan kepada Allah.

Sebab mencintai Rasulullah Saw adalah mengikuti sekaligus keharusan dalam mencintai Allah. 

Mencintai Rasulullah Saw adalah cinta karena Allah. Ia bertambah dengan bertambahnya kecintaan kepada Allah dalam hati seorang mukmin, dan berkurang dengan berkurangnya kecintaan kepada Allah.

Orang yang beriman akan merasakan manisnya iman apabila hanya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai.

 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu

(1)   hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya;

(2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah; dan 

(3) Ia tidak suka untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api” (HR. Al-Bukhari (no. 16), Muslim (no. 43 (67)), at-Tirmidzi (no. 2624), an-Nasa-i (VIII/96) dan Ibnu Majah (no. 4033).

Mencintai Rasulullah SAW mengharuskan adanya penghormatan, ketundukan dan keteladanan kepada beliau serta mendahulukan sabda beliau atas segala ucapan makhluk, serta mengagungkan Sunah-Sunahnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Setiap kecintaan dan pengagungan kepada manusia hanya dibolehkan dalam rangka mengikuti kecintaan dan pengagungan kepada Allah.

 Seperti mencintai dan mengagungkan Rasulullah Saw, sesungguhnya ia adalah penyempurna kecintaan dan pengagungan kepada Rabb yang mengutusnya.

Umatnya mencintai beliau Saw, karena Allah telah memuliakannya.

Maka kecintaan ini adalah karena Allah sebagai konsekuensi dalam mencintai Allah” (Jala’ul Afham fi Fadhlish Shalati was Salam ‘ala Muhammad Khairil Anam (hal. 297-298), tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Maksudnya, bahwa Allah Ta’ala meletakkan kewibawaan dan kecintaan kepada Nabi Saw, karena itu tidak ada seorang manusia pun yang lebih dicintai dan disegani dalam hati para Sahabat kecuali Rasulullah Saw (Shalih Fauzan: ‘Aqidatut Tauhid (hal. 150).

Sebagai catatan akhir dari tulisan ini, yang utama dan menjadi skala prioritas adalah mencintai Nabi Saw berarti meneladani (dalam tutur kata dan perbuatan) secara sinkron dan kontinuitas terhadap akhlak mulia Nabi Saw dalam hidup dan kehidupan ini, yang terangkum dalam 4 sifat mulianya, yaitu

Shiddiq (jujur),

Amanah (dipercaya),

Tabligh (menyampaikan),

Fathonah (cerdas).

Jika kita belum mampu mengejawantahkan semua itu pada diri kita, maka hendaklah momentum pergantian tahun Islam 1442 H kita jadikan sebagai ruang penghayatan untuk mengikat dan meningkatkan rasa cinta kita kepada Nabi Saw dalam segala aspeknya.

Sehingga pondasi keimanan berangsur kokoh dalam buhul hati, lisan, dan perbuatan kita. Aamiiin ya Robbal ‘aalamiiin.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved