Tahun Baru Islam 1442 H
Tahun Baru Islam 1442 H, Menakar Cinta & Menakar Cinta Kepada Nabi Muhammad SAW
Baru beberapa hari berlalu, sebagai umat Islam, kita memperingati tahun baru Islam, 1 Muharram 1442 H dengan pelbagai ekspresi dan aktivitas.
(4) dan aku diberikan kekuasaan memberikan syafa’at (dengan izin Allah),
(5) Nabi-Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.
Kedua, Ahlus Sunah mengimani dan meyakini bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Ahlus Sunnah menyaksikan dan meyakini Nabi Muhammad SAW adalah Rasul yang paling mulia dan penghulu seluruh makhluk.
Beliau adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dua sifat ini (hamba dan utusan) untuk menolak adanya sifat ghuluw (melampaui batas) dan tafrith (melalaikan hak-hak beliau).
Ketiga, Ahlus Sunah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi.
Setiap orang yang mendakwahkan adanya kenabian sesudah Nabi Muhammad SAW, maka yang demikian itu adalah sesat dan kufur.
Allah Ta’ala berfirman; “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. al-Ahzab: 40).
Nabi SAW menyebutkan akan adanya dajjal (pendusta) yang mengaku sebagai Nabi, kemudian Nabi SAW bersabda:
“...Dan sesungguhnya akan muncul pada umatku pendusta yang jumlahnya tiga puluh orang, mereka semua mengaku sebagai Nabi, sedangkan aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi sepeninggalku” (HR. Ahmad (V/278), Abu Dawud (no. 4252), Ibnu Majah (no. 3952).
Nabi Saw bersabda; “Aku memiliki lima nama; aku Muhammad (yang terpuji), aku adalah Ahmad (yang banyak memuji), aku adalah al-Mahi (penghapus) dimana melalui perantaraanku Allah menghapus kekufuran. Aku adalah al-Hasyir (pengumpul) yang mana manusia akan dikumpulkan di hadapanku. Aku juga mempunyai nama al-‘Aqib (belakangan/penutup), tidak ada lagi Nabi yang datang sesudahku” (HR. Al-Bukhari (no. 3532), Muslim (no. 2354) dan at-Tirmidzi (no. 2840).
Keempat, Ahlus Sunah berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui masalah yang ghaib semasa hidupnya kecuali yang diajarkan oleh Allah SWT.
Apalagi setelah beliau wafat. Allah ta’ala berfirman; “Katakanlah, Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini Malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku...” (QS. al-An’am: 50).
Jika Rasulullah tidak mengetahui masalah yang ghaib, maka apalagi orang lain. Karena yang mengetahui masalah yang ghaib hanya Allah ta’ala semata.
Firman Allah; ‘Tidaklah ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah’. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan” (QS. an-Naml: 65).