Berita Pagaralam
Kisah Nely, 26 Tahun Jadi Pengawas Proses Pelayuan Daun Teh di Pabrik Teh Gunung Dempo Pagaralam
Nely berangkat bekerja malam hari sekitar pukul 19.00 hingga proses turun layu selesai sekitar pukul 23.00 atau jika sedang banyak daun teh, dia bisa
Penulis: maya citra rosa | Editor: Sudarwan
Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa
SRIPOKU.COM, PAGARALAM - Selepas sholat maghrib, Nely (45), bersiap untuk pergi bekerja sebagai mandor atau pengawas Wethering Through (WT) atau proses pelayuan daun teh di pabrik milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Pagaralam Provinsi Sumatera Selatan ( Sumsel ).
Nely berangkat dari rumahnya yang berjarak sekitar 50 meter dengan memakai jaket parasut hitam, jilbab hitam, celana dan sepatu yang berwarna gelap menuju ke pabrik teh Gunung Dempo.
Sudah 26 tahun Nely bekerja di satu-satunya perkebunan teh terbesar yang ada di Kota Pagaralam, Sumsel, yang terkenal dengan julukan Kota Perjuangan, Kota Bunga bahkan sebutan kota megalitikum.
• Teh Hitam Asal Pagaralam Kurang Populer di Dalam Negeri Tapi Terkenal Dieskspor ke Manca Negara
• 6 Objek Wisata Air Terjun di Pagaralam Sumsel Wajib Dikunjungi, Biaya Penginapan dan Tiket Masuk
Nely berangkat bekerja malam hari sekitar pukul 19.00 hingga proses turun layu selesai sekitar pukul 23.00 atau jika sedang banyak daun teh, dia bisa lembur hingga pukul 02.00 dini hari.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa proses pengolahan daun teh yang berada di kaki Gunung Dempo yang terus dilakukan dari pagi hingga malam hari.
Mulai dari proses pembeberan yang dibiarkan hingga masuk ke proses pelayuan selama 12-13 jam, lalu masuk ke penggilingan sampai menjadi teh hitam berkualitas.
Menurut Nely, cita rasa teh yang berasal dari perkebunan teh Gunung Dempo, Pagaralam ini berbeda dari produksi teh lainnya.

Jika teh lain yang memiliki aroma dengan bahan campuran, teh Gunung Dempo memiliki aroma yang lebih tajam, warna cokelat tua, dan rasa yang lebih sepat.
Dia bertugas mengawasi proses dari WT atau pelayuan daun teh, yang kemudian akan dimasukkan ke lubang Open Top Roller (OTR) atau kompor panas yang tepat berada di bawah ruangan pelayuan.
Satu kotak WT dapat menampung pucuk daun teh sebanyak 1,350 ton, hingga nantinya akan masuk dalam proses penggilingan dan menjadi jenis teh hitam yang berkualitas.
Setiap harinya Nely dapat mengawasi belasan ton daun teh yang sudah layu yang kemudian digiling hingga sekitar 50 menit.
“Kita prosesnya hanya bagian pelayuan daun teh, setelah masuk penggilingan beda lagi,” ujarnya saat ditemui Sripoku.com, Kamis (6/8/2020).
Menurut Nely, pengolahan daun teh yang berkualitas tidak boleh sembarangan, dia harus benar-benar memastikan daun teh dalam keadaan layu dan kering, sehingga tidak mengganggu proses penggilingan nantinya.
“Harus teliti memastikan apakah daun teh itu sudah layu atau belum,” ujar Nely yang memiliki dua orang anak.
