Virus Corona di Sumsel
Epidemiologi Unsri: Sensitivitas Rapid Test Hanya 30 Persen, Sebaiknya PCR Disediakan Secara Masif
Rapid test dianggap media pendeteksi awal seseorang terjangkit atau tidak Virus Corona atau Covid-19.
Penulis: maya citra rosa | Editor: Refly Permana
Hanya Buang Uang
Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meminta pemerintah tidak lagi menggunakan metode pemeriksaan rapid test untuk mendeteksi kasus Virus Corona atau Covid-19.
Sebab, menurut dia, rapid test tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang negara.
"Testing masal rapid test engggak ada gunanya itu. Buang duit sama buang tenaga," kata Pandu kepada Kompas.com, Jumat (10/7/2020).
Metode rapid test merupakan pemeriksaan cepat untuk mendeteksi kemungkinan adanya virus yang menyerang tubuh manusia.
• 2 Tahun tak Ada Penerimaan PNS, Empat Lawang Masih Kekurangan ASN
Apabila saat rapid test ada orang mendapatkan hasil positif, maka hasilnya perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan laboratorium Polymerase Chain Reaction ( PCR) untuk mendeteksi kemungkinan Covid-19.
Pandu mengatakan, rapid test akan sangat berbahaya apabila menunjukan hasil negatif atau non reaktif.
"Yang negatif disangkanya sehat padahal bisa aja dia membawa virus. Itu menyebabkan di daerah pakai rapid test akan banyak peningkatan kasusnya," ujar dia.
• Perbolehkan Sholat Idul Adha Seperti Biasa, Ini Syarat Pelaksanaan di Lapangan, Masjid & Ruangan
Oleh karena itu, Pandu menilai, pemerintah lebih baik hanya fokus pada pemeriksaan PCR. Pemerintah juga dinilai harus menghentikan pembelian alat rapid test.
"Kita harus fokus pada pemeriksaan PCR. bukan rapid test. Testing masal rapid test enggak ada gunanya itu," ucap Pandu.