Rapid Test Bukan Keharusan Bagi Pasien yang Butuh Perawatan RS
PERSI mengeluarkan surat edaran terkait larangan dalam promosi layanan rumah sakit selama pandemi Covid-19.
Namun Syahril juga mengatakan bahwa aturan dalam edaran tersebut lebih menekankan pada kewajaran.
"Jadi begini misalnya rumah sakit pemerintah, alat serta reagennya diberikan oleh pemerintah, maka kalau rapid test berbayar ke masyarakat tentu itu tidak wajar. Tapi kalau dia rumah sakit swasta yang seluruh alatnya disediakan sendiri, maka kalau berbayar itu masih wajar karena menyangkut ekonomi," ujarnya.
"Tapi juga jangan menarik harganya terlalu mahal. Kalau harganya wajar, maka saya kira itu masih bisa dipahami. Jadi sifatnya bukan mengenai boleh atau tidak boleh, dilarang atau tidak dilarang. Namun lebih terkait pada kewajaran," imbuhnya.
Termasuk dengan larangan terlalu mempublish harga rapid test secara berlebihan, ia tak menampik cukup banyak rumah sakit yang melanggar hal tersebut.
Sebagaimana poin kedua dalam surat edaran PERSI, informasi harga atau biaya pelayanan hanya boleh diumumkan pada media internal yang terdapat di dalam rumah sakit atau web rumah sakit.
"Itulah kenapa surat edaran itu dikeluarkan karena sudah banyak yang melanggar makanya diingatkan," ujarnya.
Terkait sanksi yang diberikan, ia mengatakan sejauh ini pihak rumah sakit yang kedapatan melanggar akan mendapat teguran dan sanksi moral.
"Intinya pihak rumah sakit harus patuh untuk memberikan pelayanan terbaik dan edukasi ke masyarakat. Jangan sampai malah menyesatkan apalagi membodohi masyarakat. Semua ini kembali pada etika rumah sakit," ujarnya. (cr8)