Virus Corona

Cerita Wong Palembang Jalani Puasa dan Lebaran di Jepang, Saat Pandemi Covid-19 Mewabah

Pasangan suami istri yakni Nyayu Aisyah dan Hifni Mukhtar Ariyadi, menjalani Ramadan dan Idul Fitri di Jepang.

Penulis: Jati Purwanti | Editor: Yandi Triansyah
Handout
Nyayu Aisyah dan dan Hifni Mukhtar Ariyadi, sang suami, saat merayakan Idulfitri di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo tahun lalu. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pasangan suami istri yakni Nyayu Aisyah dan Hifni Mukhtar Ariyadi, menjalani Ramadan dan Idul Fitri di Jepang.

Aisyah yang telah menyelesaikan studi doktoralnya agustus 2019 lalu, kini tengah bekerja di laboratorium Universitas Waseda.

Sedangkan suaminya bekerja asisten professor di Universitas Waseda.

Tahun lalu meskipun sebagai minoritas, Aisyah dan sang suami tetap bisa merasakan ibadah puasa dengan khusyuk bahkan merayakan lebaran di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo bersama warga Indonesia lainnya.

"Jadi, pada Ramadan di tahun
2019, hampir setiap hari saya berbuka dan bertarawih di luar rumah.

Saya begitu menikmati tatkala berkumpul dengan muslimah lainnya dari berbagai negara saat berbuka bersama.

Namun, tahun 2020 sangat jauh berbeda karena kondisi pandemi yang dihadapi dunia saat ini, tidak memungkinkan untuk berkumpul menggelar kegiatan bersama," ujar Aisyah lewat pesan WhatsApp, Rabu (27/5/2020).

Pedagang Kebon Semai Mulai Khawatir Tidak Jualan tak Ada Pemasukan, Begini Komentar Camat Kemuning

 

Nekat Pakai Baju Seksi, Sikap Nikita Mirzani Sentuh Baju Atta Halilintar Malah Dipuji, Kenapa?

Disebutkan Aisyah, berbeda dengan di Tanah Air, lamanya berpuasa di Jepang setiap harinya untuk tahun ini adalah sekitar 16 jam.

Sedikit lebih pendek dibanding tahun lalu karena sudah mendekati musim semi.

Adapun waktu subuh sekira jam 3 pagi dan adzan maghrib sekitar jam 6.30 sore.

Aisyah mengatakan, Ramadan di tahun 2020 ini dirasakannya jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.

Dia merasakan nuansa ramadan yang begitu nikmat di tahun 2019 karena banyak kegiatan kerohanian yang dapat diikuti secara langsung untuk menambah keimanan dan menggali pahala sebanyak-banyaknya di bulan yang penuh berkah tersebut.

Pada bulan puasa yang juga juga berbarengan dengan pandemi Covid-19.

Nyayu Aisyah dan dan Hifni Mukhtar Ariyadi, sang suami, saat berwisata ke objek wisata yang ada di Jepang
Nyayu Aisyah dan dan Hifni Mukhtar Ariyadi, sang suami, saat berwisata ke objek wisata yang ada di Jepang (Handout)

Dia pun telah menjalani Work From Home (WFH) sejak April lalu.
Jika ingin keluar rumah dia pun hanya membeli barang-barang kebutuhan pokok saja.

"Hal inilah yang cukup berbeda dengan kondisi di Indonesia yang mungkin masih bisa dengan mudah membeli makanan di restoran dengan memesan langsung atau lewat aplikasi online," jelas Aisyah.

Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMI) misalnya, mengadakan tabligh akbar tiap akhir pekan selama bulan Ramadan.
Bertempat di Sekolah Republik Indonesia Tokya (SRIT), tabligh akbar ini mendatangkan ustad-ustaz masyhur dari Indonesia untuk mengisi kajian, mulai dari bada Ashar hingga menjelang Maghrib lalu ditutup dengan kegiatan berbuka puasa bersama.

Masjid-masjid lain yang ada di kota tempat tinggalnya, Tokyo, seperti Masjid Tokyo
Camii, Masjid As-salam, Masjid Otsuka juga mengadakan kegiatan buka bersama dan salat tarawih setiap harinya selama bulan Ramadan.

Semua kegiatan di SRIT dan masjid-masjid lainnya ditiadakan, mengikuti protokal dan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

"Tapi bukan berarti ini dapat mematahkan semangat dalam berpuasa pada tahun ini.

Dengan kemajuan teknologi, kegiatan-kegiatan keagamaan di bulan Ramadan bisa dilakukan dengan berbagai aplikasi online meeting, atau bisa diikuti secara live streaming," katanya.

Demikian pula dengan KMII, ujar Aisyah, meskipun kegiatan yang melibatkan pengumpulan banyak orang ditiadakan, program-program Ramadan setiap akhir pekan juga diselenggarakan secara online.

adapun kegiatannya seperti Tahsin Alquran, tabligh akbar, hingga program khusus untuk anak-anak yang diberi nama GenQ (Generasi Qurani) sehingga Ramadan tahun ini pun dapat tetap dapat berjalan dengan khusyuk namun menyenangkan.

"Mungkin hal ini juga dialami oleh saudara saudara muslim lainnıya di Indonesia. Namun, kita harus tetap bersyukur karena masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapatberibadah di bulan Ramadan tahun ini," kata Aisyah lagi.

Dia menyebutkan, dalam tiga bulan terakhir, Jepang menghadapi masa-masa yang sulit karena penambahan kasus Covid-19 yang sangat banyak.

BREAKING NEWS: Shelter Tower XL di Jakabaring Palembang Meledak dan Terbakar, Warga Cemas

 

Kisah Perjuangan Pemuda Papua Berbekal Nasi Tahu yang Lulus Jadi Prajurit TNI AD, Ingin Jadi Sniper!

Pada awal bulan april, Jepang mengumumkan status darurat emergency yang menyebabkan barıyak sekolah,kantor, tempat hiburan, restoran, dan mal ditutup dan warga diminta untuk bekerja dari rumah agar tidak keluar rumah jika memang tidak ada keperluan mendesak.

Mayoritas warga sangat antusias untuk bekerjasama dengan aturan ini, terbukti dengan sangat sepinya tempat-tempat wisata dan perbelanjaan.

Seperti Shibuya crossing street yang biasanya bisa beribu-ribu orang lewat tiap harinya, saat aturan ini keluar, mungkin hanya puluhan orang saja yarıg lewat tiap harinya.

Begitu pula dengan pusat perbelanjaan seperti Nakamise Shopping Street yang berada di dekat Sensoji Temple
nampak sangat sepi dibandingkan hari-hari sebelum pardemi terjadi.

Selain itu juga di stasiun stasiun besar seperti Shinjuku, Ikebukuro dan Tokya yang biasanya jadi lautan manusia, tapi terlihat sangat sepi setelah pemerintah mengumumkan kondisi darurat.

Di Jepang sendiri, budaya memakai masker sudah sangat umum.
Sebelum merebaknya pandemi ini, warga Jepang dengan kesadaran tinggi sudah terbiasa menggunakan masker saat berada di tempat umum seperti di kereta, jika mereka
merasa tidak enak badan.

Nyayu Aisyah dan dan Hifni Mukhtar Ariyadi, sang suami, saat berwisata ke objek wisata yang ada di Jepang
Nyayu Aisyah dan dan Hifni Mukhtar Ariyadi, sang suami, saat berwisata ke objek wisata yang ada di Jepang (Handout)

Pemandangan orang-orang bermasker pada saat
pandemi terlihat biasa saja, meskipun jumlah penggunanya bertambah secara signifikan.

"Ada yang berpendapat bahwa, karena budaya ini jugalah penyebaran Covid-19 di Jepang tidak meledak seperti negaranegara lainnya," tambah Aisyah.

Mulai 26 Mei lalu pemerintah Jepang pun telah mencabut status darurat (emergency) secara nasional dan semua kegiatan akan dikembalikan untuk berjalan normal secara bertahap mulai awal bulan Juni.

"Kami berharap semoga tidak terjadi ledakan kasus kembali setelah dicabutnya status darurat ini. Semoga keadaan bisa berangsur kembali normal, sehingga kita bisa berkegiatan seperti sedia kala, dan bertemu kembali dengan bulan Ramadan tahun depan dalam keadaan normal kembali." ujar Aisyah.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved