Virus Corona di Sumsel
IDI Palembang: Tak Ada Kata Terlambat untuk PSBB, yang Sebut Basi Mungkin Dia Sudah Menyerah
Kota Palembang dan Prabumulih bakal menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada H+2 idul Fitri
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kota Palembang dan Prabumulih bakal menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada H+2 idul Fitri 1441 H atau tepatnya 26 Mei 2020.
Namun, penerapan kebijakan itu juga dibarengi dengan anggapan sebagian orang yang menilai sekarang ini 'sudah basi' untuk menerapkan PSBB.
Justru hal yang perlu dilakukan saat ini adalah lebih pada menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh.
Bukan hanya dari kalangan warga, tetapi seorang pakar pun menilai PSBB yang akan dilakukan nanti terkesan sudah telat.
• Zona Boleh Merah tapi Cintaku Tetap Hijau, Spanduk Lucu Covid-19 Bertebaran di Desa Sidogede OKUT
Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Palembang DR.dr. Zulkhair Ali, SpPD menegaskan tidak ada kata terlambat untuk menerapkan PSBB.
"Kalau ada yang berpendapat PSBB sudah basi, ya tidak apa-apa itukan pendapat masing-masing orang. Tapi dari kami selaku tenaga kesehatan sependapat bahwa tidak ada kata terlambat untuk menerapkan PSBB," ujarnya, Sabtu (16/5/2020).
Menurutnya anggapan PSBB sudah basi bila diberlakukan sekarang merupakan pendapat dari orang-orang yang sudah menyerah dengan pandemi saat ini.
"Tapi dalam kondisi seperti ini, kita tidak boleh menyerah. Kalau ada yang beranggapan PSBB sudah basi dan hanya bergantung pada imunitas, menurut saya artinya dia sudah menyerah.
Banyak contoh wilayah atau negara yang menerapkan lockdown dan mereka berhasil,"ujarnya.
"Ada juga yang berpendapat sebaiknya berdamai dengan keadaan saat ini.
Kalau kita anggap itu sebagai pendapat yang pesimis. Kalau mau berpikir seperti itu ya silahkan,"imbuhnya.
• Inilah Kunci Kebahagiaan Jangka Panjang, Mau Tahu?
Dikatakan Zulkhair, penerapan PSBB justru harus sesegera mungkin untuk dilakukan.
Mengingat jumlah kasus positif Covid-19 terutama di kota Palembang dalam beberapa hari belakangan terus mengalami pelonjakan yang signifikan.
Ia pun menyayangkan mengapa PSBB baru akan diberlakukan setelah lebaran.
Sebab menurutnya saat ini kepatuhan masyarakat terhadap penerapan physical distancing (jaga jarak fisik) sudah mulai menurun.
Hal ini juga yang menurutnya menjadi salah satu penyebab mengapa jumlah kasus positif di Palembang tersebut meningkat.
"Pada dasarnya kita menghargai keputusan gubernur dan walikota karena mereka mungkin banyak pertimbangan.
Tapi dari IDI berpendapat makin cepat PSBB diberlakukan, maka semakin bagus. Karena kita sudah mengusulkan cukup lama PSBB, tapi kenapa setelah disetujui kita masih mundur bahkan lebih dari 10 hari," ujar dia.
• Di Tengah Larangan Mudik, BBPJN V Palembang Kebut Perbaikan Jalan Nasional dengan Protap Covid-19
Ia juga menyayangkan mengapa persiapan dan penetapan peraturan selama PSBB berlangsung, justru baru dilakukan setelah pengajuannya disetujui.
"Karena seharusnya peraturan dibuat bersamaan dengan usulan. Itukan pemikiran sederhananya. Harusnya sudah disiapkan sedari awal.
Tapi kita sebagai rakyat sangat menghormati keputusan itu. Meskipun tetap dari segi kesehatan, semakin cepat PSBB diberlakukan, maka semakin baik," ujarnya.
Zulkhair mengatakan penerapan PSBB memang tidak bisa menjamin keberhasilan dalam mengakhiri pandemi yang terjadi.
Namun hal tersebut merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini tengah menjadi perhatian bersama.
Sebab bila jumlah kasus positif terus bertambah, maka tenaga medis juga akan menjadi salah satu pihak yang terkena imbasnya.
• Viral Seorang Pasien Covid-19 di OKI Kabur dari Rumah Sakit,Dirut RSUD Kayuagung:Kita yang Pulangkan
"Kita para tenaga medis tidak lagi berpikir persoalan tentang pemerintah. Hanya ada tentang pasien-pasien saja. Bagaimana berjuang untuk menyelamatkan pasien.
Kita berpikir ini adalah tugas pengabdian dan dengan segala keterbatasan akan kita jalani. Dan PSBB ini sebenarnya adalah salah satu cara untuk membantu tugas dari para tenaga medis untuk bersama-sama menghadapi pandemi ini," ujarnya.
Seperti diketahui, pengajuan PSBB telah diajukan kota Palembang dan Prabumulih melalui Pemprov Sumsel untuk disampaikan ke kementerian kesehatan.
Hal tersebut dilakukan setelah 2 kota ini telah ditetapkan sebagai wilayah zona merah penyebaran covid-19 di Sumsel.
Pengajuan tersebut kemudian disetujui oleh Menteri kesehatan RI Terawan Agus Putranto, Selasa (12/5/2020).
Perihal tersebut tertuang dalam surat keputusan
Menkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/307/2020 dan penetapan PSBB Prabumulih sesuai Keputusan Menkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/306/2020.
• Palembang Masih belum PSBB, Ahli Mikrobiologi Sumsel: Sudah Basi, yang Penting Sekarang Jaga Imun
Beberapa waktu yang lalu, seorang Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan, Prof Dr dr Yuwono, M. Biomed, sedikit kecewa dengan prosedur terkait perizinanan PSBB suatu wilayah.
"Saya agak sedikit kecewa, kenapa PSBB itu butuh persetujuan pusat yang dia pun tidak merasakan," kata Prof Yuwono, saat Live Talk Sumsel Virtual Fest yang diadakan Tribun Sumsel dan Sriwijaya Post, Jumat (8/5/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa ini bukanlah pertempuran manusiawi biasa, tapi libatkan Tuhan.
Memang keputusan di tangan Pemerintah, maka ambillah keputusan yang tegas dan jangan ragu.
"Kalau saya lihat, sebagian masyarakat relatif tata, seperti masjid, kampus, sekolah tutup, tapi seperti pasar masih ramai bahkan ada spanduk Walikota.
Harusnya kalau ia, ia, kalau tidak ya tidak," tegasnya.
• Naik Rp 5.000, Harga Emas Antam Jumat 8 Mei 2020 Menjadi Rp 918.000 per Gram
Maka menurutnya, PSBB ini jadi bukan isu yang menarik lagi melainkan sudah basi sehingga yang perlu dilakukan sekarang jaga imunitas.
Terlebih tingkat kematian di Indonesia masih tujuh persen, yang seharusnya tingkat kematiannya itu 4 persen.
Maka nantinya kalau tingkat kematian sudah dibawah 4 persen, mau PSBB atau nggak tidak masalah lagi.
"Sebagai informasi WHO tadinya ngotot kalau Covid-19 tidak ada rekayasa, tapi baru-baru ini WHO menganggap ini ada rekayasa.
Lalu WHO menginterogasi seluruh dunia," ungkapnya.
Bahkan, ada ilmuan yang ditembak mati. Padahal dia hampir menemukan jawaban apa ini Covid-19. Namun kenapa dia meninggal dibunuh.
Lalu di New York, Walikotanya memerintahkan untuk meneliti, kenapa sudah stay at home tapi tingkat penyebaranya masih tinggi.