KPK Ancam Hukuman Mati Jika Korupsi Dana Bencana Virus Corona
KPK sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mencegah tidak terjadi korupsi dalam pengelolaan dana bencana virus corona.
JAKARTA, SRIPO -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali mengingatkan bahwa lembaga anti-korupsi itu akan hukuman tegas bagi koruptor dana bantuan bencana pandemi virus corona (Coronaviruse Disease of 2019 atau COVID-19). Firli mengancam memberikan hukuman maksimal, yakni pidana mati.
Firli menyampaikan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI membahas penanganan Covid-19, Rabu (29/4) siang di Jakarta. Awalnya, ia mengatakan bahwa KPK telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penyelidikan yang bertugas mengawasi penggunaan dan penyaluran anggaran Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah.
“KPK sudah membentuk satgas penanganan Covid-19, KPK bekerja sama dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), karena mereka mendapat mandat pendampingan pengadaan barang dan jasa terkait penanganan Covid,” kata Firli.
• Otak Pembunuhan Sopir Taksi Online Ingin Bertemu Anak dan Istri, Usai Divonis Hukuman Mati
• Seorang Warga Aceh Divonis Hukuman Mati di Lahat, Kasus Kepemilikan 16 Kg Sabu & 12 Butir Ekstasi
Firli mengatakan, KPK sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mencegah tidak terjadi korupsi dalam pengelolaan dana bencana virus corona. Termasuk di antaranya melakukan pengawasan. Menurut Firly, engawasan sangat penting dilakukan karena anggaran penanganan virus corona yang digelontorkan dari APBN jumlahnya mencapai Rp 405,1 triliun.
Anggaran Rp 405,1 triliun itu dialokasikan sebesar Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
KPK menilai, salah satu yang dinilai rawan terjadinya korupsi ialah program jaring pengaman sosial dan program pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, KPK berupaya semaksimal mungkin mengawasi penyaluran dan penggunaan anggaran di setiap daerah.
Di bagian akhir paparan, mantan Kepala Baharkam Polri itu menjelaskan sikap tegas KPK yang akan berlaku sangat keras kepada pelaku korupsi yang memanfaatkan momen penanganan Covid-19.
“Kami lakukan karena sebagaimana yang kami sampaikan di pembukaan, salus populi suprema lex esto, keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi,” kata Firli saat paparan.
“Maka bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, kami menegakkan hukum yaitu tuntutan ya pidana mati,” tambahnya.
Dalam menjalankankan fungsi, menurut Firly, KPK bekerja sama dengan berbagai kementerian/lembaga dalam rangka penyaluran bantuan sosial. KPK bekerja sama dengan Polri dan Kejaksaan Agung melakukan pengawasan anggaran penanganan Covid-19.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, terdapat 1,7 juta dari 9,42 juta kepala keluarga (KK) penerima bantuan sosial terdampak virus corona tahap pertama di wilayah itu berlangsung tidak tertib. Selain data bermasalah sehingga dana Bansos belum tersalurkan ke masyarakat yang berhak menerima.
"DINAMIKA BANSOS. TERDAPAT 1,7 JUTA DATA KK yang diinput ternyata invalid alias ngaco. Masalah utama tentang bantuan yang belum datang, terdapat di data yang diajukan dari daerah banyak yang bermasalah," tulis Ridwan Kamil lewat akun Twitter-nya, @ridwankamil, yang diunggah kemarin (Rabu, 29/4).
Gubernur Jawa Barat meminta aparat melakukan introspeksi, mengapa banyak warga yang tidak mencantumkan alamat domisili, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) saat melakukan proses pengisian data warga penerima Bansos.
Menurutnya, terjadi lonjakan jumlah warga penerima Bansos dari 9 juta jiwa sebelum penyebaran virus corona, menjadi 38 juta jiwa. Banyak warga kelas menengah masuk pada kategori rawan miskin.
"63 persen warga Jabar kelas menengah jatuh pada garis rawan miskin," katanya.