Mutasi PNS
Mutasi PNS, Antara Pelayanan Kepada Masyarakat dan Egoisme PNS
Proses mutasi PNS saat ini sedang menjadi isu hangat di kalangan PNS dan pendukungnya, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan
Mutasi PNS, Antara Pelayanan Kepada Masyarakat dan Egoisme PNS
Oleh : Ir . Agus Sutiadi
Kepala Kantor Regional 7 BKN Palembang
Proses mutasi PNS saat ini sedang menjadi isu hangat di kalangan PNS dan pendukungnya. Khususnya di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan umumnya di Wilayah Kantor Regional BKN VII yang meliputi Sumsel, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung.
Bagaimana tidak, proses mutasi yang dulu sangat mudah, tiba tiba menjadi “sulit”.
Perubahan ini terjadi sejak adanya Peraturan Kepala BKN Nomor 5 tahun 2019, yang mengatur tentang tatacara mutasi.
Peraturan ini lebih merupakan landasan operasional dalam penegakan system merit yang terkandung dalam dua peraturan diatasnya yaitu UU 5/2014 tentang ASN dan PP 11/2017 tentang Manajemen PNS.
Sebagai aturan operasional tentu saja secara substansi aturan ini tidak boleh bertentangan dengan aturan diatasnya.
Dalam peraturan ini disebutkan : mutasi dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan persyaratan jabatan, klasifikasi jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi.
Peraturan ini juga meminta instansi untuk menyusun rencana mutasi.
Rencana tersebut harus mempertimbangkan kompetensi, pola karier, pemetaan pegawai, kelompok rencana suksesi (talent pool), perpindahan dan pengembangan karier, penilaian prestasi kerja/kinerja dan perilaku kerja, kebutuhan organisasi, serta sifat pekerjaan teknis atau kebijakan.
Sampai saat ini memang belum ada peraturan baku untuk rencana mutasi, namun setidaknya dari jumlah pejabat yang akan pensiun saja sudah dapat diketahui jabatan yang kosong beserta alternative pengisiannya.
Pelaksanaan mutasi saat ini mengacu pada sistem merit yang konsisten.
Sebagaimana undang undang, PNS dihadirkan untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tujuan itu adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Poin-poin penting ini justru sering dilupakan PNS.
Dalam bahasa sederhana Presiden Jokowi mengatakan bahwa birokrasi harusnya deliver bukan hanya sent.
Artinya PNS sebagai mesin birokrasi harus mampu mensejahterakan masyarakat.
Bagaimana tidak, jumlah PNS yang berjumlah sekitar 2 persen penduduk mengakses langsung anggaran pemerintah sebesar 30 sampai 40 persen.
Jika hanya sent, maka keberadaan PNS hanya akan menghasilkan kesenjangan di masyarakat. PNS makin sejahtera, sementara masyarakatnya tertinggal.
Sebelum aturan mutasi berlaku, Kantor Regional 7 BKN Palembang telah melakukan evaluasi tentang mutasi selama tahun 2018.
Hasilnya menunjukkan, PNS mudah sekali pindah dari satu instansi ke instansi lainnya. Saking mudahnya mutasi, terdapat sejumlah besar PNS yang berpindah lebih dari 5 kali dalam waktu kurang dari 15 tahun berkarir.
Ditemukan juga satu daerah yang melepaskan PNSnya sebanyak 118 PNS.
Terlalu banyaknya PNS yang berpindah jelas akan menggangu kinerja organisasi.
Dan itu sudah terbukti. Sementara, terlampau seringnya PNS berpindah, bukan hanya mengganggu kinerja organisasi, tetapi menggangu karir PNS itu sendiri.
PNS yang sering berpindah umumnya memiliki karir seperti gergaji.
Pindah tanpa (turun) jabatan, berkarir naik jabatan, dan kemudian pindah tanpa (turun) jabatan lagi. Begitu seterusnya.
Sejauh ini belum ada kesimpulan penyebab maraknya mutasi PNS.
Sinyalemen sementara karena pemahaman PNS yang hanya mementingkan dirinya (sent), bukan masyarakat yang dilayaninya (deliver).
Sifat ini bersinergi dengan semangat nepotisme yang kuat dengan adanya sponsor, yang diyakini dapat memompa karir seorang PNS.
Semangat nepotisme bisa karena persaudaraan atau pertemanan.
Bisa juga dibangun dengan materi atau dukungan politik.
Sinyalemen lain mengarah pada adanya sejumlah materi yang hadir mengiringi proses mutasi PNS.
Berbeda dengan promosi, sinyalemen kehadiran materi dalam mutasi PNS masih berupa rumor, karena belum terbukti secara meyakinkan.
Dulu, proses mutasi PNS sangat mudah.
Dimulai dengan adanya PNS yang mengajukan pindah ke instansi lain meskipun tanpa memiliki jabatan, atau sering diistilahkan di-staf-kan.
Pejabat Pengelola Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah Instansi Penerima akan menerima mutasi, sepanjang PNS yang pindah tidak menuntut jabatan.
Penerimaan yang mudah ini seringkali dilakukan PPK, mengingat permintaan pindah PNS disampaikan oleh pihak yang mensponsori mutasi PNS.
Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh PPK Instansi Asal. Umumnya permintaan pindah akan disetujui.
PPK mengabaikan kondisi kebutuhan PNS, meskipun PNS itu adalah satu-satunya yang berkompeten pada bidang tertentu yang berada di daerahnya.
Berdasarkan diskusi, PPK menyadari bahwa jumlah PNS nya masih belum memadai, namun mereka tidak mampu menolak permintaan mutasi, saat usulan disampaikan oleh sponsor PNS seperti tokoh yang dihormati, tokoh politik atau pejabat tinggi.
Dua kondisi jelas bertentangan dengan merit system yang menjadi ruh UU 5/1014.
Dari sisi penerima, penerimaan PNS harus berdasarkan kebutuhan organisasi dan memperhatikan pola karir.
Saat PPK Penerima menyebutkan boleh pindah namun tidak ada jabatan, sesungguhnya sedang menunjukkan bahwa organisasi tidak membutuhkan tambahan PNS.
Atas alasan kebutuhan organisasi, PNS yang pindah juga harus memiliki kompetensi dalam jabatan yang tersedia dan memperhatikan pola karir.
Dalam system merit, tidak ada PNS yang tidak memiliki jabatan (di-staf-kan).
Semua PNS harus memiliki jabatan dan memiliki pola karir.
Karir yang dilalui PNS dapat horizontal untuk penyegaran, vertikal untuk promosi serta diagonal untuk promosi dan penyegaran.
Dari sisi Instansi Asal, ijin mutasi seharusnya memperhatikan kebutuhan organisasi dan pelayanan pada masyarakat.
Mengijinkan mutasi seharusnya diikuti dengan adanya kepastian PNS lain yang akan mengisi jabatan yang ditinggalkan. Kepastian ini seharusnya terdapat dalam dokumen rencana mutasi.
Melepaskan PNS tanpa, sama dengan mengurangi pelayanan kepada masyarakat.
PNS yang duduk dalam jabatan-jabatan yang belum mencukupi jumlah kebutuhan, atau hanya diisi oleh satu orang, seharusnya tidak diijinkan mutasi sampai dengan ada PNS lain yang menggantikan.
Informasi-informasi tentang jabatan, kompetensi dan pola karir dan jumlah kebutuhan pegawai terdapat dalam dokumen Analisis Jabatan (anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK).
Persyaratan dokumen Anjab dan ABK dalam proses mutasi bukan hanya formalitas, tetapi akan menjadi dasar persetujuan mutasi.
Artinya, bahwa setiap mutasi akan dinilai kesesuainnya baik kompetensi maupun pola karir.
Jabatan PNS tidak boleh turun karena proses perpindahan.
PNS turun jabatan hanya apabila kinerjanya buruk, melanggar disiplin atau tersangkut masalah hukum.
Terlalu mudahnya melepas PNS oleh Instansi Asal adalah sebuah anomali.
Pada satu sisi instansi “berteriak” kekurangan PNS, sementara PNS yang ada dilepaskan. Banyaknya PNS yang dilepaskan, menjadi salah satu indikator kelebihan PNS.
Hal ini juga akan mempengaruhi perolehan formasi PNS. Sebelum ada peraturan mutasi ini, Pemerintah telah menetapkan CPNS 2018 dan beberapa PNS formasi khusus, tidak diijinkan mutasi keluar dalam waktu tertentu.
Aturan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan mutasi antar daerah.
Sebagai Lembaga yang diamanatkan Undang Undang, BKN, dalam hal ini Kantor Regional 7 Palembang telah berkomitmen untuk menerapkan aturan ini secara konsisten.
BKN telah menerapkan negative list Daerah maupun PNS tertentu untuk mutasi keluar.
Pada kasus PNS tertentu, apabila mutasi keluar diberikan oleh Instansi Asal sebelum waktunya, maka dokumen usulan mutasi akan dikembalikan.
Bagi PNS lainnya di wilayah negative list, ijin mutasi akan disetujui sepanjang telah ada pengganti bagi PNS yang akan mutasi.
Persetujuan akan lebih cepat, jika instansi telah memiliki rencana mutasi.
Mutasi adalah kebutuhan organisasi. Instansi yang membutuhkan harus menjadi leading sector dalam proses mutasi PNS.
BKN tidak melayani proses mutasi yang diurus oleh perseorangan dengan alasan perseorangan.
Keputusan mutasi akan ditentukan oleh kesepakatan bersama antara Instasi Penerima dan Instansi Asal.
Proses ini juga telah menjadi komitmen bersama antara BKN dan Pengelola kepegawaian di wilayah kerja Kantor Regional 7.
Komitmen ini telah disepakati bersama dan ditandatangani pada tanggal 5 Desember 2019.
Dalam pengambilan kepeutusan mutasi BKN selalu melibatkan Instansi Penerima dan Instansi Asal.
Setiap penyesuaian kebijakan akan disetujui bersama semua instansi bukan hanya kebijakan BKN.
Instansi penerima perlu menyampaikan pentingnya PNS untuk organisasinya.
Sementara Instansi asal tidak mengurangi pelayanan dan menyepakati mutasi keluar maka proses mutasi akan disetujui.
Sebaliknya jika ada persyaratan yang tidak terpenuhi, BKN akan mengembalikan dokumen mutasi kepada instansi pengusul untuk dipertimbangkan ulang.
Alasan pribadi untuk mutasi, seperti mengurus orang tua, seyogyanya disampaikan kepada Instansi Penerima bukan kepada BKN.
Sepanjang semua prosedur dan persyaratan telah dipenuhi oleh kedua Instansi maka BKN akan melanjutkan proses mutasi.
Beberapa PNS yang benar-benar berniat mengurus orang tua, memilih untuk mengambil cuti diluar tanggungan negara (CLTN).
Sebuah tindakan yang perlu mendapat apresiasi. Persetujuannya dari BKN diperoleh dalam waktu singkat.
Saat ini, dokumen mutasi cukup banyak yang telah disetujui BKN.
Peran instansi penerima menjadi leading sector dalam proses mutasi dengan menyediakan jabatan serta kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan.
Ketika Instansi Asal menyatakan tidak ada pengurangan pelayanan akibat mutasi maka BKN telah memiliki keyakinan bahwa proses mutasi telah mengikuti kaidah merit system dan layak untuk dilanjutkan.
Mutasi PNS yang bersedia mengisi jabatan di Instansi dengan tingkat kesenjangan jumlah PNS yang tinggi menjadi prioritas BKN, dengan persetujuan yang lebih cepat.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa menyetujui mutasi yang tidak sesuai dengan merit sytem akan menyulitkan instansi maupun PNS dimasa depan.
PNS dengan pangkat golongan cukup tinggi yang menginginkan pindah banyak yang bersedia diturunkan jabatannya.
Sikap ini mayoritas hanya sesaat, jika tidak ingin dikatakan “modus”.
Hal ini diketahui ketika PNS memaksa untuk naik naik pangkat sementara atasannya berpangkat lebih rendah.
Sebagai kebijakan public, perubahan proses mutasi ini menghasilkan winner dan looser. Pemenangnya masyarakat yang menerima pelayanan.
Kedua adalah PPK, yang selama ini tertekan akibat permintaan sponsor yang tidak dapat ditolak untuk baik untuk menerima maupun melepaskan PNS.
Dukungan proses mutasi yang konsisten telah disampaikan secara langsung oleh PPK maupun kepala Pengelola kepegawaian.
Terdapat instansi baik penerima maupun instansi asal yang tegas-tegas meminta BKN untuk menolak melanjutkan mutasi, sekalipun persetujuannya telah dikeluarkan.
Adapun yang pihak yang kalah adalah PNS yang tidak dapat pindah sesuai dengan keinginannya.
Konsekuensi dari penerapan proses mutasi PNS yang konsisten, ternyata dianggap mempersulit proses mutasi dan mengurangi hak-hak PNS.
BKN Palembang dituding telah melakukan maladministrasi, dan dilaporkan kepada Atasan
Langsung, Ombudsman maupun Aparat Penegak Hukum.
Bukan itu saja, para sponsor mutasi PNS dari berbagai kalangan juga tidak sungkan menekan BKN.
Mereka meminta agar PNS yang didukungnya dapat segera dilanjutkan proses mutasinya.
Apapun statusnya.
Sampai saat ini BKN masih konsisten dan berpendapat bagaimana mungkin tujuan tercapai apabila aturan yang dibuat tidak ditegakkan.
Dari penelaahan awal, ada kecenderungan PNS yang sangat ingin mutasi, terlebih yang telah berkali-kali adalah PNS yang hanya mementingkan dirinya semata (sent), serta kurang memikirkan pelayanan bagi masyarakatnya (undelivered).
Untuk kasus seperti ini BKN akan terus konsisten dan berharap agar para sponsor dapat mengikuti aturan seperti pada penerimaan CPNS.
Karena setiap PNS saat dilantik sudah menyatakan bersedia ditempatkan dimana saja.
Dan tidak ada janji PNS ditempatkan sekehendak “saya”. PNS amanah, masyarakat sejahtera, Indonesia Berjaya.