Kasus First Travel
Gladiasi Nilai Kepastian, Keadilan Dan Kemanfaatan Hukum Dalam Penyelesaian Kasus First Travel
Tanpa sadar saya ikut meneteskan air mata ketika menonton acara ILC, sebuah acara favorit yang disajikan oleh Stasiun TV One beberapa waktu yang lalu.
Sementara mengenai asset perusahaan yang telah disita oleh pihak Kejaksaan dinyatakan dirampas untuk negara.
Dalam putusan Mahkamah Agung RI yang dinyatakan: “bahwa sebagaimana fakta persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang.
Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP junto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara” telah memupuskan harapan dan semangat para jamaah korban First Travel yang sedang memperjuangkan haknya.
Putusan hukum tersebut disesalkan oleh banyak kalangan, yang pada dasarnya mereka berpendapat karena barang-barang dan sejumlah asset milik perusahaan First Travel yang disita oleh pihak Kejaksaan Negeri Depok dalam putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dikembalikan kepada para Jamaah selaku korban penipuan akan tetapi justru dirampas untuk negara.
Mereka beranggapan bahwa barang-barang dan sejumlah asset tersebut sejatinya bukanlah milik First Travel dan juga milik negara melainkan milik jamaah korban penipuan.
Sehingga, tidak adil jika sejumlah asset tersebut diserahkan pada negara, karena negara dalam perkara ini sama sekali tidak dirugikan.
Bila kita cermati dalam putusan Mahkamah Agung tersebut ditemukan alasan hukum kenapa asset yang disita dalam perkara ini dirampas untuk negara adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 39 KUHP junto Pasal 46 KUHAP.
Dalam Pasal 39 KUHP disebutkan bahwa:
1). Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas;
2). Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelangggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang;
3). Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang disita.
Sedangkan pada Pasal 46 KUHAP disebutkan bahwa:
(1). Benda yang dikenaan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila:
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;