Ustaz Taufik Hasnuri Meninggal

Alm Ustadz Taufik Hasnuri dan Desa Gelebak Dalam

Palembang berduka, salah satu putra terbaiknya, ulama besar di Tanah Sriwijaya ini, Ustad KH Taufik Hasnuri, wafat menghadap Sang Khalik (14/11).

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Alm Ustadz Taufik Hasnuri dan Desa Gelebak Dalam
ist
Dr. Yenrizal, M.Si.

Menurut sejarahnya desa ini dulunya merupakan pemukiman kaum ningrat Palembang yang berada di luar kota.

Pembentukan pemukiman awalnya disebut Sri Kuto Parung Priyayi pada 1795 M yang dipimpin Depati Mamat. Sejarah desa Gelebak Dalam menjelaskan ini dengan baik. 

Oleh karena itu, jejak wong Pelembang sangat jelas di desa ini.

Se­lanjutnya ketika Indonesia membentuk pemerintahan desa, pertengahan tahun 1970-an, Marga Pa­rung Priyayi menjadi Desa Gelebak Dalam.

Nama ini diambil dari nama potongan kayu dari pohon Ge­le­bak yang terendam dalam sebuah rawa, sebagai lokasi pemukiman baru masyarakat.

Pemimpin ma­syarakat bukan lagi pesirah, tapi kepala desa yang dipilih melalui musyawarah atau pemilihan lang­sung.

Jenazah Ustaz Taufik Hasnuri yang diantar ribuan jemaah saat tiba di Masjid Agung Palembang yang kini nama masjid telah diganti menjadi Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I Jayo Wikramo.
Jenazah Ustaz Taufik Hasnuri yang diantar ribuan jemaah saat tiba di Masjid Agung Palembang yang kini nama masjid telah diganti menjadi Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I Jayo Wikramo. (SRIPOKU.COM/Nisya)

Saat ini desa yang luasnya 1.773 hektare berpenduduk sekitar 2.000 jiwa dari 552 kepala keluarga. Se­per­ti di masa lalu, umumnya warga desa masih berkebun karet dan bersawah.

Hanya Sebagian kecil ber­profesi sebagai pedagang, pegawai negeri, dan lainnya.

Sebagai keturunan ningrat, sejumlah adat dan tradisi peninggalan Kesultanan Palembang [berazaskan ajar­an Islam] masih dipertahankan warga desa ini, seperti adat kelahiran, adat berkebun dan meme­li­ha­ra hewan berkaki empat, adat pernikahan, serta adat sopan santun itu terkait tata susila atau etika, se­perti dilarang seorang lelaki menyentuh atau memeluk gadis, istri orang atau janda yang bukan istrinya. Jika dilanggar maka akan mendapatkan sanksi adat.

Dalam perkembangannya, desa ini juga meng­em­bang­kan tradisi Sedulang Setudung sebagai bagian dari kekayaan yang mereka miliki.

Tahun 2015, saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di berbagai wilayah Sumsel, Gelebak Dalam juga mengalaminya.

Hal ini tak terlepas dari kondisi lahan yang memang banyak rawa-rawa dan sebagian gambut dangkal.

Tahun 2019, saat kemarau panjang kembali datang, Gelebak Dalam justru mampu men­catatkan prestasi terbaik dengan menobatkan diri sebagai desa yang bebas karhutla.

Program dan ker­jasama yang baiklah yang kemudian mensukseskan zero asap di wilayah ini.

Gelebak Dalam bukanlah desa yang biasa-biasa saja, kendati ia hanya sebuah wilayah kecil di pinggir Pa­lembang.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved