BPJS Kesehatan

Solusi Konkret Defisit Anggaran (BPJS) Kesehatan

Nusantara Sehat yang dicanangkan Kementerian Kesehatan. Persoalan defisit BPJS kesehatan su­dah bukan rahasia umum lagi.

Editor: Salman Rasyidin
ist
dr Chaled Adams 

Dengan edukasi yang digalakkan secara Nasional, seperti semua pasien penyakit kronis wajib minum obat terus menerus/ seumur hidup atau sesuai petunjuk dokter dan cek kesehatan mi­ni­mal 1 bulan sekali meski tanpa gejala, diyakini dapat menurunkan angka kunjungan pasien de­ng­an penyakit komplikasi secara signifikan.

Bentuk edukasi/layanan masyarakat ini agar bisa terus berkelanjutan dan tidak memakan ang­garan, dapat dituangkan dalam bentuk hukum yang mengikat seperti Peraturan Menteri, atau Peraturan Presiden, atau Undang-Undang melalui DPR.

Misalnya, seluruh media media di Indonesia wajib mengalokasikan sekian persen/menit waktu untuk menayangkan iklan layanan masyarakat setiap harinya.

Wadah ini kedepannya juga dapat digunakan untuk mengedukasi to­pic lain dalam bidang kesehatan, seperti pemeriksaan kehamilan, gizi/tumbuh kembang anak, pe­nyakit tuberkulosis, imunisasi, dan banyak lagi; atau digunakan sebagai informasi bidang pe­layanan public lainnya, seperti pembayaran pajak.

Jika edukasi hanya diharapkan dari pelayan kesehatan terdepan (Puskesmas), hal ini sudah dari dulu dilakukan oleh dokter dan petugas kesehatan lainnya, namun tidak sepenuhnya efektif.

Meng­ingat banyaknya penderita, kondisi geografis, beragamnya latar belakang, budaya, ke­si­bukan, tingkat pendidikan, kondisi,dan karakter masyarakat.

2.      Pengontrolan terhadap praktek pengobatan alternatif yang terbukti merugikan pasien, seperti pemberian produk yang ternyata mengandung obat kimia berbahaya (contohnya kapsul/jamu her­bal yang ternyata dicampur obat kortikosteroid), atau pengobatan alternatif yang me­me­rin­tah­kan pasien untuk tidak minum obat resep dokter.

Sekalipun mungkin praktek pengobatan al­ter­natif tersebut telah legal dan berizin.

Dibuatnya peraturan yang jelas dan mengikat akan mem­­bantu masyarakat dan pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan dan penin­dak­an.

3.      Pengontrolan terhadap apotek/toko obat dalam memberikan obat golongan kortikosteroid.  

Jenis obat ini paling sering disalahgunakan, dicampurkan pada dalam bentuk kapsul, bubuk, a­tau­pun cair dan sering digunakan secara sembarangan oleh oknum "dokter-dokteran".

Karena, efeknya yang kuat dalam menyamarkan berbagai keluhan, namun sejatinya tidak dapat me­nyem­buhkan.

Efek samping obat ini baik jangka waktu singkat ataupun lama sangatlah banyak.

Mulai dari ketergantungan, gagal ginjal, memicu peningkatan gula darah/diabetes dan katarak, super­in­feksi, keterlambatan penyembuhan, gagal jantung, penimbunan cairan, dan sebagai­nya.

Mes­ki­pun bukan jenis narkotika, obat golongan ini seluruhnya adalah jenis obat keras yang seha­rus­nya melalui resep dokter.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved