Distribusi Beras

Memutus Mata Rantai Distribusi Beras

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat sehingga menjadi komoditas strategis

Editor: Salman Rasyidin
ist
Lismiana, SE, M.Si 

Sehingga, pasokan beras ke pedagang eceran dikurangi, yang harganya disesuaikan dengan harga
pasaran sebab para pedagang belum banyak yang tahu tentang Harga Eceran tertinggi (HET) yang diterapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan hasil rilis hasil Survei Poldis tahun 2018 oleh BPS, distribusi perdagangan komoditas beras dari produsen sampai ke konsumen di Sumsel tahun 2017 terdiri dari empat rantai melibatkan tiga pelaku usaha distribusi yaitu agen, pedagang grosir, dan swalayan/supermarket/pedagang eceran.

Pola ini bertambah satu rantai dibandingkan pola utama tahun sebelumnya.

Provinsi Sumsel menjadi provinsi yang memiliki potensi pola terpanjang distribusi perdagangan beras di Indonesia tahun 2017, yaitu melalui jalur produsen, agen, pedagang grosir, pedagang eceran dan konsumen akhir (rumah tangga).

Pendistribusian beras dari produsen ke pedagang pengecer tahun 2017 melalui agen dan pedagang grosir yang pada tahun 2016 hanya melalui agen.

MPP total beras yang dirilis BPS hanya dari penggilingan sebagai produsen, distributor, pedagang eceran hingga konsumen.

Harga gabah dari tingkat petani tidak di hitung.

Namun, faktanya harga gabah di penggilingan lebih mahal. Hal ini terjadi karena adanya peran tengkulak yang menjadi rantai tengah dari petani ke penggilingan.

Sebelum sampai ke rumah tangga sebagai konsumen akhir, padi/gabah dijual petani kepada tengkulak.

Atau biasanya petani akan menjual padi mereka kepada orang yang bersedia meminjami petani uang untuk modal menanam padi seperti pupuk, pestisida dan sebagainya.

Namun sebelumnya dilakukan perjanjian bahwa orang tersebutlah (tengkulak) yang akan membeli padi petani.

Selain itu, alasan petani menjual ke tengkulak adalah karena tengkulak lebih mudah membeli gabah mereka tanpa perlu memberikan persyaratan tingkat kekeringan gabah dengan standar tertentu.

Di sisi lain, petani tidak menjual beras ke BULOG, karena BULOG membeli berdasarkan harga inpres dan melakukan fleksibelitas harga.

Tetapi harga di petani lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Setelah di panen, maka gabah akan dikeringkan (GKG), selanjutnya tengkulak inilah membawa hasil panen GKG untuk digiling menjadi beras di penggilingan.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved