Darimana Angka Kemiskinan Diperoleh?
Angka kemiskinan menjadi hal yang paling seksi untuk dibicarakan bagi banyak orang apalagi jika dikait dengan politik.
Garis kemiskinan Rp.387.160,- perkapita perbulan merupakan data makro, yang didapat dari hasil rata-rata nasional dan mencakup semua usia mulai dari bayi hingga lansia.
Setiap provinsi pun memiliki garis kemiskinan yang berbeda.
Metode yang digunakan dalam penetapan garis kemiskinan oleh BPS mengikuti metode baku yang diterapkan lembaga internasional.
Penghitungan Garis Kemiskinan (GK) didasarkan pada konsep garis kemiskinan (GKM) makanan ditambahkan dengan garis kemiskinan non makanan (GKNM). GKM sendiri merupakan nilai pemenuhan kebutuhan makanan 2.100 kilo kalori per kapita perhari.
Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978.
Banyak pihak yang belum memahami asal usul angka garis kemiskinan ini, ada yang mengira datanya berasal dari Sensus Ekonomi, padahal yang didata pada Sensus Ekonomi adalah usaha atau perusahaan.
Hanya karena ada embel-embel “ekonomi” orang sering salah kaprah terhadap asal usul angka kemiskinan. Ada pula yang mengaitkan angka kemiskinan dengan Basis Data Terpadu (BDT), padahal BDT adalah hasil dari pendataan PBDT (Pemutakhiran Basis Data Terpadu) oleh BPS dimana yang didata adalah 40 % penduduk dengan pendapatan terendah, bukan penduduk miskin dan data tersebut kini dipegang oleh TNP2K.
Data angka kemiskinan yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut telah melalui berbagai tahapan, seperti pengumpulan data, pengolahan data, validasi data, hingga analisis data tersebut.
Data tersebut bukanlah data yang tiba-tiba muncul dari langit, bukan pula data yang timbul dengan hanya mengucapkan mantra “bim salabim”, semua itu butuh proses.
Bila data yang tersaji belum dapat memuaskan berbagai pihak, setidaknya semua pihak dapat menghargai proses yang membidani kelahiran data tersebut.
Sebagai insansi yang independen, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mempunyai kepentingan terhadap data yang disajikan.
Peran BPS layaknya seorang juru potret, memotret kondisi riil yang terjadi di masyarakat, dengan menangkap setiap fenomena dari kondisi yang terpotret tersebut, termasuk memotret kemiskinan langsung dari pengeluaran masyarakat.
Sesuai dengan visi BPS sendiri sebagai
pelopor data statistik terpercaya untuk semua.
(Sumber: Badan Pusat Statistik)