Mata Lokal UMKM

Sulam Angkinan Beludru dan Kain Katun Dingin Produk Kampung Sunan Terus Berinovasi

Bahan kain beludru, sulam benang emas yang telah mendunia ini sukses berinovasi menggunakan bahan kain katun lebih modern, dingin dan ramah.

Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: tarso romli
sripoku.com/syahrul hidayat
KAMPUNg SUNAN - Ayu Ketua Kampung Sunan (Sulam Angkinan) memperlihatkan pewarna alami dari kulit pohon sebagai pewarna kain jenis katun bahan sulam angkinan, Rabu (30/9/2025). Selain kain beludru yang khas tebal kini pelanggan ada pilihan yaitu kain sejenis katun yang dingin. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG  – Warisan budaya kian bersinar di jantung Palembang. Kerajinan tangan tradisional Sulam Angkinan dari Kampung Sunan (Sulam Angkinan), Jalan Mayor Zen, Lorong Tanjungan RT 09, Sungai Lais, Kalidoni, kini mulai berinovasi.

Selain bahan kain beludru, sulam benang emas yang telah mendunia ini sukses berinovasi menggunakan bahan kain katun yang lebih modern, dingin, dan ramah lingkungan berkat pewarnaan alami.

Ketua Kampung Sunan dan generasi keenam perajin Angkinan, Ayu, mengungkapkan rasa syukur dan bangganya atas peningkatan signifikan UMKM di wilayah tersebut.

Peningkatan hasil produksi, meski dengan modal terbatas, menjadi bukti semangat pantang menyerah para perajin. Satu bulannya beromzet lebih kurang 5 sampai 7 jt.

Selama ini, Angkinan—kerajinan menyulam manual dengan benang emas yang memiliki 15 motif khas—identik dengan kain beludru.

Namun, inovasi membawa perubahan besar. "Dulu hanya kain beludru, kini berkat pelatihan kami bisa menggunakan jenis kain katun, jadi pelanggan memiliki pilihan jenis bahannya," jelas Ayu saat ditemui Selasa (30/9/2025).

Inovasi ini lahir setelah para perajin mendapatkan pelatihan berharga dari Universitas IGM, dengan narasumber utama Sidik dari perajin jumputan Kelurahan Tuan Kentang.

Mereka diajarkan teknik pewarnaan alam (alami) menggunakan bahan-bahan dari tumbuhan, seperti kulit kayu jelawe, manggis, secang, teger, dan tinggi.

"Beliau telah mengajarkan kita dengan pewarna alam. Dari lima bahan pewarna alam itu, kita bisa mendapatkan hingga 40 warna," kata Ayu bersemangat.

Penggunaan kain katun yang dicelup dengan pewarna alami ini tidak hanya sejalan dengan tren ramah lingkungan, tetapi juga mendongkrak kualitas dan harga jual.

Menurut Ayu, kain katun yang disulam memiliki keunggulan dibandingkan beludru.

Baca juga: Viral, Pengemudi Xenia Arogan di Palembang Pecahkan Kaca Mobil Pikap

"Kain katun ini dingin dan nyaman di kulit, sedangkan beludru bahannya tebal dan panas. Yang terpenting, warna dan dasarnya tidak luntur, bahkan bisa dicuci laundry," tegasnya.

Keunggulan ini membuat produk Angkinan berbahan katun mulai diminati pasar, bahkan negara luar lebih menyukai bahan yang tipis dan nyaman.

Perbedaan harga pun mencolok. Kain beludru per meter dimulai dari harga Rp150.000. Kain katun sulam per meter bisa mencapai Rp250.000 hingga Rp300.000.

Semangat perajin di Kampung Sunan terus membara, melibatkan sekitar 100 warga sekitar dalam proses produksi. Produk Angkinan yang dihasilkan beragam, mulai dari baju pengantin, tanjak, tas, hingga selempang penyambutan tamu.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved