Breaking News

Berita Lipsus

6 Titik Perlintasan Kereta Api di Muara Enim Rawan Kecelakaan, Perlintasan Sebidang Tanpa Penjagaan

Kekosongan ini ternyata adalah efek domino dari kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK dan masalah administrasi.

Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Odi Aria
Sripoku.com/Ardani Zuhri
TANPA PENJAGA PERLINTASAN -- Tampak salah satu perlintasan kereta api di Muara Enim kini tanpa petugas penjaga, Sabtu (18/10/2025). Hal ini terjadi karena petugas penjaga perlintasan yang selama ini honorer yang diperbantukan oleh Pemkab Muara Enim, kini diangkat menjadi ASN PPPK dan sebagian besar harus berpindah (optimalisasi) ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain. Kekosongan ini memicu was-was masyarakat yang melalui perlintasan kereta tersebut. 

Kasman juga menyoroti dalih PT KAI yang sering berargumen bahwa jalur rel lebih dahulu ada (sejak zaman Belanda) daripada jalan masyarakat. Namun ia membalikkan argumen tersebut.

"Yang paling dahulu tentunya masyarakat di Muara Enim, karena sebelum Belanda ke Indonesia, nenek moyang mereka sudah bermukim di Muara Enim," katanya.

Senada, Ketua DPRD Muara Enim, Deddy Arianto Sutopo S, SPd, menyatakan bahwa situasi perlintasan saat ini sudah diprediksi akan menjadi "masalah" sejak rencana pembangunan double track.

Ia menyoroti fokus rencana pembangunan fly over yang hanya di satu titik kota (yang sudah ada palang otomatis), padahal masalah terbesar ada di 5-6 titik perlintasan menuju pemukiman penduduk.

Deddy mengungkapkan bahwa jalan keluar terbaik sudah diusulkan sejak 20 tahun lalu oleh pendahulunya di legislatif, namun tidak ada kemajuan karena masing-masing pihak hanya berpegangan pada aturan lama.

Dengan nada menghimbau, Ketua Partai Gerindra Muara Enim ini meminta para pihak terkait untuk mengedepankan aspek kemanusiaan.

"Saya sebagai ketua DPRD menghimbau para pihak PT KAI-PTBA, ayolah sedikit saja gunakan hati 'nurani'mu, mari kita duduk satu meja bicara terbuka tentang kepentingan masyarakat Kabupaten Muara Enim ini," tegas Deddy.

Ia menambahkan, masyarakat tidak pernah mempertanyakan keuntungan besar yang diperoleh PT KAI setiap tahun, sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menolak bertanggung jawab atas keselamatan jalur operasional mereka. Deddy berjanji, DPRD akan segera membicarakan solusi jangka panjang terbaik bersama Kepala Daerah terkait nasib eks-petugas PPPK dan penjagaan perlintasan. 

Perhatikan Keberadaan Petugas Perlintasan

Pakar Kebijakan publik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Muhamad Husni Tamrin mengatakan, berkurangnya penjaga perlintasan kereta api di Muara Enim harus menjadi perhatian, karena hal ini menciptakan risiko keselamatan publik yang nyata.

"Dalam konteks ini, PT KAI juga perlu turut memperhatikan keberadaan petugas penjaga perlintasan, karena fungsi mereka merupakan bagian penting dari sistem keselamatan perkeretaapian nasional," kata Husni.

Diungkapkannya, tidak adil jika seluruh beban pengawasan dan pembiayaan, diserahkan kepada pemerintah daerah.

"Kedepan, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan PT KAI menjadi kunci agar kebijakan kepegawaian tidak hanya tertib di atas kertas, tetapi benar-benar melindungi keselamatan publik dan mendukung pelayanan yang berkeadilan," ujarnya.

Ditambahkan Husni, kebijakan pengangkatan ASN PPPK memang membawa harapan, tetapi cara pemerintah mengimplementasikannya justru menunjukkan lemahnya koordinasi dan kepekaan kebijakan.

"Pengangkatan ASN PPPK yang seharusnya menjadi momentum penghargaan bagi tenaga honorer, justru menimbulkan masalah baru. Pemerintah pusat terlalu kaku dalam menetapkan formasi dan penempatan tanpa memahami kebutuhan riil di daerah, sementara pemerintah daerah sering pasif dan tidak cukup kuat memperjuangkan analisis kebutuhannya sendiri," paparnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved