Mimbar Jumat
Sejarah Iblis: Dari Kemuliaan hingga Permusuhan Abadi dengan Manusia
Konsep kesombongan inilah yang menjadi titik balik tragis dalam sejarah Iblis, mengubahnya dari makhluk mulia menjadi terkutuk.
SRIPOKU.COM - DALAM narasi agama Samawi, iblis bukanlah makhluk yang tercipta sebagai jahat sejak awal. Sebelumnya, ia dikenal sebagai makhluk mulia yang disebut Iblis (dalam Islam) atau Lucifer (dalam tradisi Kristen).
Menurut berbagai sumber kitab suci, ia diciptakan dari api dan menikmati posisi terhormat di antara makhluk-makhluk spiritual.
Dalam tradisi Islam, ia dikenal sebagai 'Azazil dan merupakan bagian dari malaikat yang taat, meskipun terdapat perdebatan ulama mengenai apakah ia benar-benar malaikat atau makhluk dari jenis jin..
Puncak kejatuhan Iblis terjadi ketika Allah menciptakan Nabi Adam AS sebagai khalifah di bumi.
Saat semua makhluk diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, Iblis menolak dengan keras kepala.
Penolakan ini bukanlah sekadar ketidaktaatan, melainkan berasal dari rasa sombong dan tinggi hati yang telah bersemayam dalam jiwanya.
Iblis menganggap dirinya lebih unggul karena diciptakan dari api, sementara Adam hanya diciptakan dari tanah.
Konsep kesombongan inilah yang menjadi titik balik tragis dalam sejarah Iblis, mengubahnya dari makhluk mulia menjadi terkutuk.
Dalam Al-Qur'an, dialog antara Allah dan Iblis tergambar jelas: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?"
Iblis menjawab: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Al-A’raf, 12) Jawaban ini menunjukkan bagaimana Iblis lebih memilih logikanya sendiri dari pada perintah Penciptanya.
Setelah diusir dari rahmat Allah, Iblis bersumpah untuk menyesatkan manusia hingga hari kiamat.
Sumpah ini menandai dimulainya permusuhan abadi antara Iblis dan keturunan Adam. Iblis mengakui sendiri bahwa ia tidak memiliki kekuasaan mutlak atas manusia, tetapi hanya mampu membisikkan, menggoda, dan memberikan janji-janji palsu.
Dalam Al-Qur'an, Iblis berjanji: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka."
Janji ini menunjukkan bahwa Iblis menyadari keterbatasan kekuasaannya dan mengakui bahwa ada kelompok manusia yang tidak akan mampu dia sesatkan, yaitu orang-orang yang benar-benar ikhlas dalam beribadah kepada Allah. (Shad, 75)
Permusuhan ini bersifat sistematis dan terstruktur. Iblis tidak hanya bekerja sendiri, tetapi membangun pasukan dari kalangan jin dan manusia yang telah tersesat.
Strateginya pun berlapis, menyesuaikan dengan kelemahan masing-masing individu. Mulai dari godaan halus hingga terang-terangan, Iblis memanfaatkan setiap celah kelemahan manusia.
Ia mempelajari karakter, kecenderungan, dan titik lemah setiap orang, lalu mendekati mereka dari celah-celah tersebut. Bagi orang yang cinta harta, ia goda dengan ketamakan; bagi orang yang alim, ia goda dengan rasa bangga diri; bagi orang yang miskin, ia goda dengan rasa putus asa.
Tidak ada manusia yang dianggap terlalu suci untuk tidak digoda, karena Iblis sendiri pernah berada di posisi yang mulia namun masih bisa jatuh.
Bisikan syaitan (waswas) merupakan senjata utama Iblis dalam menyesatkan manusia. Bisikan ini bekerja dengan cara yang halus dan bertahap, seringkali tanpa disadari oleh korbannya. Mekanisme bisikan syaitan dimulai dengan keraguan, kemudian berkembang menjadi keinginan, lalu menjadi niat, dan akhirnya menjadi tindakan.
Proses ini bisa berlangsung cepat atau lambat, tergantung pada kekuatan iman seseorang dan sejauh mana ia melawan bisikan tersebut.
Iblis memiliki berbagai jebakan yang dirancang khusus sesuai dengan karakter dan kelemahan manusia. Jebakan-jebakan ini dirancang sedemikian rupa sehingga seringkali korban tidak menyadari bahwa dirinya sedang terperangkap.
Jebakan Kesombongan Spiritual adalah salah satu perangkap yang paling halus. Iblis sering menjebak orang yang beribadah dengan rasa bangga dan ujub. Perasaan "lebih religius" dari orang lain justru menjadi pintu masuk bagi Iblis untuk merusak nilai ibadah itu sendiri.
Orang yang terjerat jebakan ini akan merasa dirinya paling benar dan mudah merendahkan orang lain, padahal kesombongan spiritual adalah dosa yang tidak terampuni karena Iblis sendiri diusir akibat dosa ini.
Jebakan Keputusasaan adalah strategi lain yang sangat efektif. Setelah seseorang melakukan dosa, Iblis membisikkan perasaan putus asa dari rahmat Allah.
"Dosamu terlalu besar, tidak akan diampuni," bisiknya. Padahal, Allah Maha Pengampun dan menerima taubat siapa saja yang bersungguh-sungguh.
Jebakan ini membuat orang enggan bertaubat karena menganggap dosanya sudah terlalu berat. Jebakan Penundaan telah menjerumuskan banyak generasi.
"Bertaubatlah nanti saja, masih muda, nikmati hidup dulu," adalah bisikan yang membuat orang menunda-nunda kebaikan dan taubat. Iblis mengetahui bahwa kematian bisa datang kapan saja, sehingga dengan menunda taubat, peluang untuk mati dalam keadaan husnul khatimah menjadi kecil.
Meskipun godaan Iblis sangat kuat dan berlapis, manusia tidaklah sendirian dalam pertarungan ini. Allah telah memberikan berbagai senjata dan perlindungan untuk menghadapi setiap bentuk godaan Iblis.
Pertahanan spiritual yang kokoh dibangun melalui beberapa praktik dan kesadaran tertentu.
Pertama, Menguatkan Iman dan Ilmu merupakan benteng terkuat melawan godaan Iblis. Kedua, Banyak Mengingat Allah (dzikir) adalah senjata ampuh untuk melawan bisikan syaitan. Ketiga, Menjauhi Lingkungan yang Buruk adalah langkah preventif yang sangat efektif. Keempat, Berdoa Memohon Perlindungan kepada Allah adalah senjata spiritual yang paling ampuh.
Sejarah Iblis mengajarkan kita bahwa musuh terbesar manusia sebenarnya adalah kesombongan dan nafsu yang ada dalam diri sendiri. Iblis hanyalah penggoda eksternal, sedangkan keputusan akhir tetap berada di tangan kita.
Dengan memahami strategi dan jebakannya, kita dapat lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi setiap bentuk godaannya.
Kisah Iblis bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi pelajaran abadi tentang bahaya kesombongan dan pentingnya kerendahan hati.
Sebagaimana Iblis terjatuh karena sombong, manusia pun dapat terjerumus karena sifat yang sama.
Oleh karena itu, kewaspadaan dan introspeksi diri harus senantiasa dijaga dalam perjalanan spiritual setiap manusia. Setiap langkah dalam kehidupan ini adalah medan pertarungan antara ketaatan dan kedurhakaan, antara mengikuti bisikan syaitan atau tetap pada jalan lurus yang telah ditetapkan Allah. (*)
Simak berita menarik lainnya di sripoku.com dengan mengklik Google News.
Baca juga: Kronologi Siswa SMPN 26 Palembang Meninggal, Terpeleset dan Kepala Terbentur Batu

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.