Opini
Kreativitas Seorang Pemimpin Akan Mencegah Kezoliman Dilingkunganya?
Jika lembaga dan atau institusi yang dipimpinnya adalah suatu PT terutama PTS
Oleh: Amidi
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang
SRIPOKU.COM - KEMAJUAN zaman dan IT menuntut seorang pemimpin harus kreatif, agar seorang pimpinan dapat mengantisipasi dan atau mensolusi lingkungan lembaga dan atau institusi yang dipimpinnya, terlebih lagi agar SDM atau pekerja yang dipimpinnya senantiasa tidak terzolimi, karena seorang pimpinan yang kreatif senantiasa dapat memajukan lembaga dan atau institusi yang dipimpinya, sehingga gaji pekerjanya akan terus dapat disesuikan/dinaikkan secara berkala.
Untuk itu, seorang pemimpin, tidak hanya harus mengantongi berbagai ilmu pengetahun dan seni memimpin atau keterampilan manajerial saja, tetapi ia harus memiliki berbagai elemen penting lainnya, termasuklah daya kreativitas terutama dalam menghadapi perkembangan dan dinamika yang berkembang saat ini.
Hal ini penting, karena seorang pemimpin, kini selain dihadapkan pada permasalahan yang datang dari lingkungan eksternal juga dihadapkan pada permasalahan dari lingkungan internal yang bertubi-tubi.
Permasalahan lingkungan internal justru terkadang lebih menuntut agar seorang pemimpin senantiasa kreatif.
Daya cipta atau kreativitas seorang pemimpin sangat dibutuhkan, baik oleh suatu lembaga dan atau institusi yang dinahkodainnya maupun SDM yang dibawahinya/dipimpinnya.
Maju mundurnya sutau lembaga dan atau institusi dan sejahtera atau tidaknya SDM tersebut sangat tergantung dari kreatifiktas seorang pemimpin,
Tantangan Tidak Ringan
Saat ini seorang pemimpin tidak bisa lagi “berleha-leha” atau “bersantai ria”, tidak bisa hanya mengandalkan tugas rutin, dan atau terjebak dengan kegiatan administrasi rutin saja, menandatangani surat, menjalankan fungsi manajemen ala kadarnya, namun seorang pemimpin saat ini, seorng pemimpin di era kemajuan IT saat ini, seorang pemimpin di tengah maraknya media sosial saat ini, harus dapat keluar dari permasalahan yang timbul, harus dapat menerobos tantangan yang ada, baik yang datangnya dari lingkungan eksternal maupun internal.
Berbagai aspek lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal harus dapat diantisipasi dan di solusi oleh seorang pemimpin.
Lingkungan eksternal, secara makro meliputi kondisi ekonomi, teknologi, sosial budaya, politik dan hukum dan secara makro meliputi pesaing, pelanggan dan atau mitra. Lingkungan internal yang secara garis besar meliputi SDM, struktur organisasi dan sumber daya finansial.
Menilik lingkungan eksternal, dimana kondisi ekonomi yang sampai saat ini masih dirasakan sulit bagi sebagian besar anak negeri, adanya perkembangan IT yang ditandai oleh maraknya penggunaan media sosial, ditambah oleh adanya gonjang ganjing masalah hukum dan politik.
Begitu juga dengan lingkungan internal, dimana SDM sudah tidak bisa lagi diposisikan sebagai “objek” semata, tetapi mereka harus diposisikan juga sebagai “subjek”, karena mereka sudah mulai memahami, jika mereka juga berperan/berkontribusi dalam membesarkan lembaga dan atau institusi tempat mereka bekerja.
SDM Juga Sebagai Subjek
SDM yang merupakan komponen lingkungan internal bagi suatu lembaga dan atau institusi, apakah itu di pemerintahan, di kalangan swasta termasuk di dalam dunia pendidikan (Sekolah dan Perguruan Tinggi) saat ini, SDM tersebut tidak lagi “menjadi anak manis”, bekerja dan bekerja dari hari ke hari, bekerja rutinitas saja, tetapi mereka mulai paham hak-hak mereka, setelah kewajiban sudah mereka lakukan.
Jika dahulu dalam suatu lembaga dan atau institusi kita tidak mengenal “serikat kerja”, kini hampir semua lembaga dan atau institusi sudah ada “serikat kerja’.
Jika dahulu, kalau ada masalah SDM di suatu lembaga dan atau institusi, SDM hanya diam dan menerima saja, saat ini, begitu ada masalah SDM sedikit saja, misalnya keterlambatan membayar gaji/honor/upah mereka, adanya tindakan kesewenang-wenangan pemberhentian sepihak, mereka dengan serta merta akan mengunjungi dinas terkait (Dinas Tenaga Kerja) untuk mengadukan permasalahan yang dihadapinya dan atau meminta di mediasi.
Begitu juga dengan adanya ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Regional (UMR), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), maka mereka selaku SDM dalam suatu lembaga dan atau institusi tersebut ada yang mulai beraksi bila lembaga dan atau institusi tempat mereka bekerja belum melaksanakan ketentuan dari pemerintah atau belum membayar gaji/honor/upah sesuai dengan ketentuan UMP/UMR/UMK tersebut.
Mereka mulai beraksi, menunut ini dan itu lah agar pimpinan suatu lembaga dan atau institusi tersebut menjalankan ketentuan yang berlaku atau membayar sesuai dengan besaran UMP/UMR/UMKyang sudah ditentukan tersebut. Indikasi ini terlihat jelas, setiap tibanya hari buruh, dipastikan para buru, para serikat kerja akan melakukan aksi demo menuntut gaji/honor/upah mereka agar bisa disesuikan/dinaikkan sesuai dengan pertambahan kebutuhan fisik minimal mereka.
Tidak Kreatif Menzolimi?
Bila dicermati, memang dilema, di satu sisi pemerintah telah menetapkan besaran UMP/UMR/UMK, di sisi lain, ada lembaga dan atau institusi termasuk perusahaan pada umumnya belum membayar, belum bisa membayar dan atau belum mampu mebayar sesuai dengan UMP/UMR/UMK yang telah ditetapkan tersebut.
Bagi lembaga dan atau institusi yang sudah membayar sesuai UMP/UMR/UMK tersebut tidak perlu dipersoalkan, namun bagi lembaga dan atau institusi yang belum membayar, belum bisa membayar dan atau belum mampu membayar, maka akan menjadi persoalan.
Berdasarka data yang ada, tidak sedikit perusahaan yang tidak membayar upah sesuai UMP/UMR/UMK.
Riset Center Ecoconomic and Law Studies (CELIOS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024 lalu sekitar 109 juta pekerja di negeri ini bergaji di bawah UMP.
Untuk kasus di Provinsi Sumatera Selatan dan atau Palembang belum data yang rinci, hanya ada berita perusahaan “X” tidak membayar sekian orang sesuai UMR (Lihat ringkasan AI)
Bila ditelusuri berbagai alasan yang dikemukan pemimpin pada suatu lembaga dan atau institusi yang belum membayar gaji/honor/upah pekerja mereka sesuai dengan UMP/UMR/UMK tersebut.
Ada yang memebeir alasan kendala finansial, ada yang memeberi alasan pasar sepi, ada yang meberi alasan lain, dan ada lagi yang “lebih seru” yang dilakukan oknum pimpinan lembaga dan atau institusi bukan memberi alasan tetapi terkesan mengancam, jika Anda tidak bisa atau tidak menerima, silakan Anda mencari tempat kerja lain.
Untuk itu salah satu langkah jitu adalah seorang pemimpin “harus kreatif” agar lembaga dan atau institusi yang dipimpinnya dapat membayar sesuai dengan UMP/UMR/UMK tersebut. Jika tidak, seorang pemimpin akan menerima apa adanya dan akan tidak dapat membayar atau memenuhi ketentuan UMP/UMR/UMK yang sudah ditetapkan pemerintah tersebut, malahan tidak sedikit yang masih menerima jauh di bawah ketentuan bahkan ada yang sudah bekerja puluhan tahun gaji/honor/upah yang ditrimanya tidak naik-naik juga. Zolim bukan?
Misalnya, masih ada bahkan relatif banyak pegawai/karyawan di daerah ini yang hampir pensiun gaji-nya mentok pada kisaran angka di bawah Rp 2 juta (baik terjadi pada perusahaan maupun Institusi Pendidikan non pemerintah).
Bagi pegawai/karyawan tersebut, mungkin mereka menerima saja, mereka tidak berdaya, karena ada oknum pemimpin suatu lembaga dan atau institusi yang menjadikan “gaji kecil” sebagai senjata, jika Anda tidak mau dibayar sebesar itu, silakan Anda mencari tempat bekerja lain.
Menyaksikan fenomena ini, memang rasanya “miris”, namun apa daya, itulah dinamikanya, itulah faktanya! Idealnya, seorang pemimpin harus kreatif berpikir dan atau berkarya bagaimana agar SDM yang dipimpinnya bisa bahagia dan senang dengan adanya besaran yang gaji yang terus naik secara berkala.
Pemimpin dalam masa kepemimpinnya harus berupaya bisa memajukan lembaga dan atau institusi dan SDM atau orang yang dipimpinnya, barang tentu dengan berbagai langkah dan upaya yang ia harus lakukan untuk mewujudkan hal tersebut.
Jika lembaga dan atau institusi yang dipimpinnya adalah suatu PT terutama PTS, maka ia harus berpikir, berkarya, bergeriliya agar calon mahasiswa yang masuk ke PT-nya terus mengalami peningkatan, barang tentu PT yang dipimpinya harus menunjukkan kemajuan dan kualitas yang baik dan sebagian besar tamatannya diserap dilapangan kerja, agar PT-nya diburu calon mahasiswa.
Kemudian pemimpin tersebut pun harus melakukan aktivitas diluar akademik, misalnya mendorong pihak PT yang dipimpinnya untuk mencai sumber dana lain, misalnya membuka unit bisnis lain, seperti ada PT swasta di Jawa milik Muhamamdiyah yang melakukan bisnis bidang perdagangan, jasa dan pertanian.
Kemudian, bisa juga melakukan berbagai kegiatan bernilai akademik lain selain proses belajar mengajar, misalnya menghidupkan kegiatan Tri Dharma PT, mendorong maraknya kegiatan kajian-kajian, seminar-seminar yang akan mendatangkan rupiah untuk tambahan kas PT sendiri maupun yang akan sebagai tambahan penghasilan insan akademik pada PT yang dipimpinnya.
Jika seorang pemimpin adalah pemimpin suatu perusahaan. Bagaimana mempertahankan dan mengembangkan unit usaha terseut.
Maaf bukan menggurui, jika pada saat produk yang diproduksi/dijual sudah mendekati “masa penurunan”, maka kita harus mengantisipasinya dengan produk baru atau produk sejenis namun memberi nuansa baru dan atau cita rasa baru sehingga konsumen atau pelanggan tetap bertahan.
Kemudian, bisa juga melakukan diversifikasi produk yang akan dijual, agar konsumen tidak jenuh.
Apalagi bila diperhatikan pesaing yang terus berdatangan masuk pasar, maka harus diusahakan agar bisnis kita harus tetap berjalan.
Pada prinsifya, jangan sampai konsumen atau pelanggan satu per satu mulai pindah ke lain hati. Kualitas produk dan kualitas pelayanan harus menajdi panglima.
Posisikan konsumen atau pelanggan sebagai raja dan layani raja sesuai dengan kapasitas ke-raja-an yang ada pada dirinya. Jika ini semua tidak dilakukan seorang pemimpin, hanya membayar SDM ala kadarnya, maka pimpinan tersebut akan memunculkan kezoliman. Selamat Berjuang! (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.