Hari Pahlawan

Sosok Sultan Muhammad Salahuddin, Putera Mahkota Bima Diberi Gelar Pahlawan, Jadi Sultan 36 Tahun

Sudah bertahun-tahun diusulkan menjadi pahlawan nasional namun selalu gagal, kini Sultan ke-14 Kerajaan Bima ini resmi mendapatkan gelar tersebut.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Tria Agustina
Kolase Sripoku.com
ILUSTRASI TOKOH PAHLAWAN - Inilah sosok Sultan Muhammad Salahuddin, putera mahkota asal Bima NTB yang dianugerahi gelar pahlawan nasional. 
Ringkasan Berita:
  • Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Muhammad Salahuddin dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Jakarta Pusat.
  • Berikut profil Sultan Muhammad Salahuddin yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo
  • Selama 36 tahun menjadi sultan di Kerajaan Bima, Salahuddin dikenal sebagai sosok yang rajin dan cerdas, ia juga sangat mendukung kemajuan pendidikan dengan mendirikan sekolah.

SRIPOKU.COM - Inilah sosok Sultan Muhammad Salahuddin diberi gelar pahlawan nasional dari Presiden Prabowo tepat pada peringatan Hari Pahlawan Nasional.

Sudah bertahun-tahun diusulkan menjadi pahlawan nasional namun selalu gagal, kini Sultan ke-14 Kerajaan Bima ini resmi mendapatkan gelar tersebut.

Ia lahir di Bima pada tanggal 15 Zulhijah 1306 H (14 Juli 1889) dengan memiliki 11 saudara.

Salahuddin memegang peran utama dalam perkembangan sejarah Bima pada awal abad XX.

Menjadi satu di antara 10 tokoh bangsa yang dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional, Salahuddin dikenal rajin dan cerdas.

Ia telah mendapat pendidikan agama dan ilmu pemerintahan dari ulama dan pejabat istana sejak usia kanak-kanak.

Ia menekuni ilmu tauhid, politik dan ilmu Alquran serta hadits dengan bimbingan dari ulama lokal dan berguru pada ulama yang didatangkan dari batavia (Jakarta) yaitu H. Hasan dan Syekh Abdul Wahab dari Mekah.

Dikenal cerdas dan rajin membaca, ia memiliki koleksi buku-buku bermutu karangan ulama besar seperti Imam Safi'i di perpustakaan pribadinya.

Muhammad Salahuddin juga gemar menulis dengan salah satu buku karangannya yakni Nurul Mubin.

Putra dari sultan Ibrahim (Sultan XIII) dengan Siti Fatimah binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru ini memiliki kemuliaan akhlak dan ilmu pengetahuan yang luas.

Sehingga pada tanggal 2 November 1899, ia diangkat menjadi "jena teke" (Putera Mahkota) oleh majelis Hadat.

Kemudian, pada tanggal 23 maret 1908 diangkat menjadi jeneli donggo (jabatan setingkat camat) untuk menimba pengalaman dalam menjalankan roda pemerintahan.

Baca juga: PROFIL Gus Dur, Presiden ke-4 Indonesia Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Dikenal Bapak Pluralisme

Resmi dilantik menjadi Sultan Bima XIV pada tahun 1917, ia memerintah dari tahun 1915 - 1951 M setelah kedudukan ayahnya.

Pada tahun 1949, ia juga diangkat menjadi pemimpin Dewan Raja-Raja sepulau Sumbawa disamping sebagai sultan atas persetujuan sultan Dompu dan Sultan Sumbawa.

Ia sangat mendukung kemajuan pendidikan dengan mendirikan sekolah agama dan umum di seluruh kecamatan dalam sistem pendidikan mdoern.

Namun, pada awal pelaksanaan sistem tersebut, ia mengalami banyak kendala lantaran dicurigai sistem pendidikan berasal dari orang Belanda yang dianggap orang kafir.

Untuk mengantisipasi kecurigaan masyarakat, Sultan berusaha mendatangkan guru – guru yang beragama Islam dan berjiwa nasionalis dari berbagai daerah luar, antara lain dari makasar dan Jawa. 

Guru – guru non Islam tetap berjiwa nasionalis diusahakan untuk mengajar di sekolah umum. Akhirnya kehadiran guru – guru tersebut disambut baik oleh masyarakat.

Semangat persatuan yang tidak dibatasi oleh suku dan agama mulai terjalin. Hal ini mulai pertanda tumbuhnya semangat kebangsaan di Bima. (M. Hilir Ismail, 2002).

Salah satu kebijakan Sultan Muhammad Salahuddin  yang patut dihargai ialah memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke Makasar dan kota – kota besar di Jawa, bahkan ada yang di kirim ke timur tengah. (Ibid, 2002).

Peranan Sultan Muhammad Salahuddin yang tidak kalah pentingnya ialah di bidang politik. Beliau telah berhasil mewudkan cita – citanya mempertahankan keutuhan negara kesatuan RI.

Dorongan semangat nasionalisme Islam yang tumbuh dalam jiwa Sultan bersama rakyat, tergambar secara utuh dan jelas pada maklumat 22 November 1945. Kecintaannya kepada bangsa dan negara, melahirkan keberanian menghadapi penjajah Belanda, Jepang dan NICA.

Disamping keberhasilan pada bidang tersebut di atas, beliau jaga telah membangun bangunan yang merupakan monumen sejarah.

Bangunan yang merupakan saksi sejarah perjuangan Sultan bersama rakyat, ialah dua Istana dan sebuah Masjid. 

Dua Istana yang didirikan beliau pada tahun 1927 yatiu Istana Kesultanan Bima dan Istana kayu yang bergaya arsitektur Mbojo bernama “Asi Bou”. 

Bangunan bersejarah itu sekarang sudah ditetapka sebagai benda Cagar Budaya. Salah satu dari sekian banyak Mesjid  yang beliau dirikan ialah “Mesjid Raya Bima” yang berada di sebelah timur Istana. Mesjid yang didirikan oleh Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 1947 itu, bernama Mesjid Raya Al Muwahiddin Bima

Itulah sekilas perjuangan dan jasa yang tekah dikuir oleh Sultan Muhammad Salahuddin selama masa pemerintahannya yang berlangsung 36 tahun, dikutip dari Sejarah Perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin, M. Hilir Ismail & Alan Malingi.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved