Sosok Marsinah, Aktivis Buruh Diusulkan Gelar Pahlawan Nasional, Jadi Simbol Perjuangan Hak Pekerja

Berikut ini sosok aktivis Marsinah yang turut diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Penulis: Shafira Rianiesti Noor | Editor: pairat
Kolase Tribunnnewswiki/Wikipedia/Kompas/Priyombodo
SOSOK AKTIVIS BURUH - Marsinah aktivis buruh. Sosok Aktivis Marsinah Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional 

Marsinah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Sumini dan Mastin. 

Marsinah dibesarkan di bawah asuhan neneknya, Puirah, dan bibinya, Sini, di Nglundo, Jawa Timur. 

Ia bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Karangasem 189, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Nganjuk.

Tahun-tahun terakhir sekolahnya dihabiskan di Pondok Pesantren Muhammadiyah, namun pendidikannya terhenti karena kekurangan biaya.

Ia diterima bekerja di pabrik sepatu Bata di Surabaya pada tahun 1989, kemudian pindah setahun setelahnya ke pabrik jam tangan Catur Putra Surya (sebelumnya bernama Empat Putra Surya) di Sidoarjo. 

Setelah dilakukan pemindahan ke pabrik mereka di Porong, Marsinah akhirnya dikenal sebagai juru bicara bagi rekan-rekan sesama pekerjanya.

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen gaji pokok.

Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, Namun, di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, PT Catur Putra Surya (PT CPS) Porong membahas surat edaran tersebut dengan resah. 

Akhirnya, karyawan PT CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.

Lakukan Unjuk Rasa

Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.

Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.

Kemudian pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. 

Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved