Siapa yang Berwenang Memecat DPR? Perbedaan Status Anggota DPR yang Dipecat dan Dinonaktifkan

Menjadi dalang atas kemarahan publik, membuat sejumlah partai politik menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR.

Editor: adi kurniawan
TRIBUNNEWS
DINONAKTIFKAN - Gedung DPR RI di Senayan Jakarta. Menjadi dalang atas kemarahan publik, membuat sejumlah partai politik menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR. Keputusan menonaktifkan kader-kader mereka dari kursi DPR RI itu dilakukan oleh sejumlah partai dalam waktu yang sama, yaitu pada Minggu (31/8/2025). 

Oleh karena itu, nama-nama seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies masih secara sah tercatat sebagai anggota dewan aktif, meskipun mereka tidak lagi menjalankan fungsi-fungsi politiknya.

Karena status mereka masih aktif, mereka tetap berhak menerima gaji dan tunjangan.

Hal ini sesuai pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

Dalam Pasal 19 ayat 4, disebutkan bahwa anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan.

Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.

Sebaliknya, pemecatan adalah pencabutan status keanggotaan DPR secara permanen.

Proses ini jauh lebih panjang dan melibatkan partai politik pengusung serta keputusan resmi dari lembaga legislatif.

Jika seorang anggota dipecat, ia akan kehilangan kursi di parlemen dan hak-haknya sebagai wakil rakyat.

Siapa yang berwenang memecat anggota DPR?

Secara konstitusi, Presiden tidak memiliki wewenang untuk memecat anggota DPR, karena kedudukan keduanya setara sebagai lembaga negara.

Presiden juga tidak bisa membekukan atau membubarkan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7C UUD 1945.

Namun, pemberhentian atau pemecatan anggota DPR dapat diusulkan oleh ketua umum partai politik pengusung dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR, dengan tembusan kepada presiden.

Pemecatan anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik pengusung kepada pimpinan DPR, dengan tembusan kepada Presiden.

Dikutip dari Kompas.com (13/10/2020), sejumlah alasan yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan, seperti:

  • Tidak melaksanakan tugas selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan.
  • Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik.
  • Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
  • Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
  • Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD
  • Diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau
  • Menjadi anggota partai politik lain.
Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved