Keyakinannya membuktikan reputasi BKB sebagai ladang subur bagi para pedagang saat perhelatan besar.
Denyut ekonomi tak hanya terasa di dalam area festival yang resmi. Di luar pagar pembatas, Rizal dan kawan-kawannya juga ikut "panen".
Dengan lapak seadanya, ia menjual gelang dan aneka aksesoris yang menyasar kaum muda.
Meskipun harus "kucing-kucingan" dengan petugas ketertiban, hasilnya sepadan. "Lumayan pembelinya. Banyak pengunjung dari luar kota yang tertarik dengan suvenir ini. Omzet saya meningkat drastis," aku Rizal.
Baginya, keramaian ini adalah kesempatan emas yang terlalu sayang untuk dilewatkan, sebuah cerminan bagaimana dampak ekonomi sebuah festival bisa meluber ke area sekitarnya.
Dari sisi pengunjung, festival ini adalah pengalaman yang lengkap. Dinda, seorang wisatawan lokal dari Sako Borang, datang bersama teman-temannya untuk merasakan langsung euforianya.
"Acaranya sangat meriah. Saya senang bisa mencoba berbagai makanan khas Palembang langsung dari pedagangnya. Suvenir yang dijual juga unik," katanya, sambil menenteng beberapa kantong belanjaan.
Kehadiran pengunjung seperti Dinda menegaskan bahwa acara ini berhasil menjadi daya tarik wisata yang efektif, mempertemukan secara langsung produsen (UMKM) dengan konsumen.
Sebagian besar UMKM ini bahkan merupakan mitra binaan bank daerah, menunjukkan adanya sinergi yang baik antara sektor perbankan dan ekonomi kerakyatan.
Lewat Festival Perahu Bidar, Palembang sekali lagi membuktikan identitasnya. Ia bukan lagi sekadar "Kota Pempek", melainkan sebuah kota dinamis yang ramah bagi wirausaha dan kaya akan potensi wisata yang terus digali.
Harapan Cek Evi agar acara ini menjadi agenda rutin tahunan adalah harapan seluruh denyut nadi ekonomi kecil di kota itu, yang mendambakan riak Musi akan selalu membawa berkah yang melimpah ke tepian.