SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Aroma sedap aneka kuliner berpadu dengan sorak-sorai penonton di tepian Sungai Musi.
Di tengah riuh perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, Festival Perahu Bidar 2025 bukan sekadar pesta budaya, melainkan panggung rezeki bagi para pejuang ekonomi kecil di Palembang.
Langit Palembang di atas Benteng Kuto Besak (BKB) pada Sabtu (16/8/2025) sore itu terasa penuh semangat.
Ribuan pasang mata tak hanya terpaku pada liuk lincah perahu-perahu bidar yang beradu cepat di atas air Musi yang legendaris.
Perhatian mereka terbagi, tersedot oleh deretan stan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi jantung keramaian di darat.
Selama tiga hari, dari 15 hingga 17 Agustus, BKB berubah menjadi etalase raksasa bagi kreativitas dan daya juang warga Palembang.
Festival ini adalah bukti nyata bahwa perayaan tradisi mampu menjadi motor penggerak ekonomi yang kuat, memberikan napas lega bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada usaha skala kecil.
Salah satu wajah kebahagiaan itu adalah Cek Evi (30), pemilik Kedai Cekvi. Tangannya cekatan melayani pembeli yang antre memesan street food andalannya. Baginya, festival ini adalah berkah yang ditunggu-tunggu.
"Kalau hari biasa, dapat omzet satu juta saja sudah syukur. Tapi di acara seperti ini, alhamdulillah, bisa tembus lima juta dalam sehari," ungkapnya dengan senyum sumringah.
Bagi Cek Evi, yang sudah dua kali berpartisipasi dalam acara serupa di BKB, keramaian ini bukan hal baru.
Namun, perpaduan antara perayaan kemerdekaan dan Lomba Perahu Bidar yang ikonik menciptakan magnet yang luar biasa kuat.
"Ya apalagi ada lomba Bidar, pasti ramai, Pak. Semoga HUT ke-80 RI ini adalah berkah luar biasa bagi kami pelaku UMKM di sini," harapnya penuh syukur.
Harapan serupa menggema dari stan Kuliner Idola. Sari (22), sang pemilik, baru pertama kali menjajal peruntungannya di festival BKB.
Meski berstatus pendatang baru, optimisme jelas terpancar dari wajahnya saat menjajakan bakso bakar, bakso tumpeng, hingga bakso tomyam seharga Rp25.000 per porsi.
"Bagus banget, ramai. Kata orang-orang di sini memang selalu ramai," ujarnya singkat, terlalu sibuk untuk berbincang lama sementara pelanggan terus berdatangan.
Keyakinannya membuktikan reputasi BKB sebagai ladang subur bagi para pedagang saat perhelatan besar.
Denyut ekonomi tak hanya terasa di dalam area festival yang resmi. Di luar pagar pembatas, Rizal dan kawan-kawannya juga ikut "panen".
Dengan lapak seadanya, ia menjual gelang dan aneka aksesoris yang menyasar kaum muda.
Meskipun harus "kucing-kucingan" dengan petugas ketertiban, hasilnya sepadan. "Lumayan pembelinya. Banyak pengunjung dari luar kota yang tertarik dengan suvenir ini. Omzet saya meningkat drastis," aku Rizal.
Baginya, keramaian ini adalah kesempatan emas yang terlalu sayang untuk dilewatkan, sebuah cerminan bagaimana dampak ekonomi sebuah festival bisa meluber ke area sekitarnya.
Dari sisi pengunjung, festival ini adalah pengalaman yang lengkap. Dinda, seorang wisatawan lokal dari Sako Borang, datang bersama teman-temannya untuk merasakan langsung euforianya.
"Acaranya sangat meriah. Saya senang bisa mencoba berbagai makanan khas Palembang langsung dari pedagangnya. Suvenir yang dijual juga unik," katanya, sambil menenteng beberapa kantong belanjaan.
Kehadiran pengunjung seperti Dinda menegaskan bahwa acara ini berhasil menjadi daya tarik wisata yang efektif, mempertemukan secara langsung produsen (UMKM) dengan konsumen.
Sebagian besar UMKM ini bahkan merupakan mitra binaan bank daerah, menunjukkan adanya sinergi yang baik antara sektor perbankan dan ekonomi kerakyatan.
Lewat Festival Perahu Bidar, Palembang sekali lagi membuktikan identitasnya. Ia bukan lagi sekadar "Kota Pempek", melainkan sebuah kota dinamis yang ramah bagi wirausaha dan kaya akan potensi wisata yang terus digali.
Harapan Cek Evi agar acara ini menjadi agenda rutin tahunan adalah harapan seluruh denyut nadi ekonomi kecil di kota itu, yang mendambakan riak Musi akan selalu membawa berkah yang melimpah ke tepian.