NYAWA di Ujung Tanduk, Pembunuh 1 Keluarga Ini Bakal Lakukan Penebus Dosa, Donorkan Organ Tubuh

Yusa Cahyo Utomo, terpidana mati kasus pembunuhan sadis satu keluarga di Kediri, terselip sebuah keinginan terakhir yang tak terduga.

Editor: Yandi Triansyah
(TribunJatim.com/Isya Anshori)
DIGELANDANG - Yusa, terdakwa atas kasus pembunuhan di Desa Pandantoyo Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri usai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Kamis (3/7/2025). Dalam sidang ini Yusa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). (TribunJatim.com/Isya Anshori) 

SRIPOKU.COM - Di balik tatapan kosong Yusa Cahyo Utomo, terpidana mati kasus pembunuhan sadis satu keluarga di Kediri, terselip sebuah keinginan terakhir yang tak terduga.

Setelah palu hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri menetapkan takdirnya pada Rabu (13/8/2025), Yusa menyuarakan sebuah permohonan, mendonorkan seluruh organ tubuhnya sebagai upaya menebus dosa yang tak terampuni.

"Saya berpesan nanti di akhir hidup saya bisa sedikit menebus kesalahan ini dengan menyumbangkan organ saya. Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu," ujar Yusa dengan suara lirih usai persidangan.

Kata-kata itu meluncur di tengah suasana tegang ruang sidang, sebuah ironi yang menusuk kalbu.

Di satu sisi, ia adalah monster yang dengan keji telah merenggut tiga nyawa, termasuk seorang anak tak berdosa.

Di sisi lain, ia menampilkan potret seorang pendosa yang mencari sebersit ampunan di ambang kematian.

Peristiwa kelam itu sendiri terjadi pada Kamis, 5 Desember 2024. Warga Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, digemparkan oleh penemuan tiga jasad di dalam sebuah rumah.

Mereka adalah Kristina (37), kakak kandung Yusa suaminya, Agus Komarudin (38) dan putri mereka, CAW (12). Satu anak lainnya, SPY (11), secara ajaib selamat meski menderita luka parah, menjadi saksi bisu kekejaman sang paman.

Kini, setelah serangkaian persidangan yang menguras emosi, majelis hakim yang diketuai oleh Dwiyantoro menjatuhkan vonis tertinggi.

Hukuman mati, sebuah ganjaran yang menurut Jaksa Penuntut Umum, Iwan Nuzuardhi, setimpal dengan perbuatan terdakwa.

"Tuntutannya sama, diaminkan oleh majelis hakim. Kejahatan yang direncanakan dan dilakukan dengan cara sadis. Tiga nyawa melayang, termasuk anak kecil," tegas Iwan, menggarisbawahi pertimbangan di balik vonis tersebut.

Namun, di tengah ratapan dan penyesalannya, Yusa tak hanya memikirkan organ tubuhnya. Ia juga memberanikan diri untuk menyampaikan permohonan maaf, sebuah kata yang terasa tak akan pernah cukup untuk menyembuhkan luka.

"Saya hanya ingin minta maaf kepada semuanya," ucapnya singkat, tertuju kepada keluarga yang telah ia hancurkan, terutama kepada keponakannya yang kini harus tumbuh tanpa orang tua dan saudara.

Meskipun vonis telah dijatuhkan, perjalanan kasus ini tampaknya masih panjang.

Pihak Yusa, melalui penasihat hukumnya, Moh. Rofian, menyatakan akan menempuh jalur banding.

Rofian menilai ada sejumlah kejanggalan yang luput dari perhatian majelis hakim.

"Tidak ada ahli forensik maupun ahli psikologi forensik yang dihadirkan. Padahal itu penting untuk menggali kondisi kejiwaan terdakwa," sanggah Rofian.

Ia juga dengan tegas membantah adanya unsur pembunuhan berencana seperti yang dituduhkan dalam Pasal 340 KUHP.

Menurutnya, penggunaan palu yang kebetulan ada di lokasi alih-alih senjata tajam seperti pisau atau sabit yang juga tersedia menunjukkan tidak adanya niat awal untuk membunuh.

"Kalau memang berniat membunuh, tentu akan membawa atau memilih senjata yang lebih mematikan," jelasnya.

Argumen ini, beserta fakta persidangan lainnya, akan menjadi amunisi utama dalam memori banding yang akan mereka ajukan ke Pengadilan Tinggi.

Kini, Yusa Cahyo Utomo harus menanti di balik dinginnya sel tahanan, merenungi perbuatannya sembari menunggu proses hukum selanjutnya.

Yusa Cahyo Utomo merupakan pelaku pembunuhan terhadap kakak kandungnya, Kristina, beserta suami dan anak-anaknya di Desa Pandantoyo, Kabupaten Kediri.

Ia melakukan aksi tersebut karena merasa kesal dan dendam setelah permintaannya untuk meminjam uang ditolak oleh sang kakak.

Pada Selasa, 3 Desember 2024, Yusa kembali dengan berjalan kaki dari Kecamatan Wates ke rumah kakaknya di Ngancar dan menunggu di sana.

Pada Rabu, 4 Desember 2024 dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, Yusa mengetuk pintu rumah korban. Saat Kristina membuka pintu, terjadi cekcok di antara mereka.

Yusa kemudian menyerang Kristina dengan memukul kepalanya menggunakan palu.

Mendengar keributan, suami korban, Agus Komarudin, dan anak pertama mereka, Christian Agusta Wiratmaja, datang.

Keduanya juga dipukul di bagian kepala oleh Yusa hingga meninggal dunia.

Anak bungsu korban, Samuel Putra Yordaniel, juga dipukul, namun ia berhasil selamat meskipun mengalami luka parah.

Setelah melakukan aksinya, Yusa meninggalkan lokasi kejadian sekitar pukul 05.00 WIB dengan membawa mobil, tas, dan barang berharga milik korban.


Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Sosok Yusa Pasrah Divonis Mati, Ingin Donasi Organ Tubuh Usai Bunuh 1 Keluarga Guru di Kediri

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved