HUT RI ke 80
Merawat Tradisi, Merajut Asa Mimpi Para Penjaga Bidar di Sumsel Agar Setenar Pacu Jalur
Deru mesin penghalus kayu berpadu dengan canda tawa di sebuah halaman rumah yang rindang di Desa Simpang Empat
Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Di sebuah sudut tenang perbatasan Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir, semangat para pemuda berkobar.
Mereka tidak hanya mempersiapkan perahu untuk sebuah lomba, tetapi juga berjuang menjaga warisan budaya dan menggantungkan harapan agar bidar, sang perahu naga dari Sumatera Selatan, dapat mendunia.
Deru mesin penghalus kayu berpadu dengan canda tawa di sebuah halaman rumah yang rindang di Desa Simpang Empat, Ogan Komering Ilir (OKI).
Di bawah terik matahari, Selasa (5/8/2025), sekelompok pemuda dengan semangat gotong royong membungkuk di atas lambung perahu sepanjang 32 meter.
Tangan-tangan mereka cekatan mendempul setiap sisi, memastikan tak ada celah yang bisa dimasuki air.
Mereka adalah generasi penerus tradisi bidar, penjaga warisan yang diamanahkan turun-temurun. Perahu yang tengah mereka percantik ini bukanlah sembarang perahu.
Terbuat dari kayu merawan yang dikenal tahan air, bidar ini adalah simbol kekuatan, kekompakan, dan harga diri.
Setelah dempul kering, perahu akan diamplas hingga mulus, lalu dicat dengan warna-warni cerah agar tampil memukau di atas air.
Di bawah rumah panggung kayu, beberapa pemuda lain tak kalah sibuk. Mereka merapikan puluhan dayung yang terbuat dari kayu mahoni, mempersiapkan "senjata" utama untuk membelah Sungai Musi.
Di sana, bidar-bidar prestasi lainnya terparkir rapi, menunggu giliran untuk unjuk gigi.
Perahu yang sedang disiapkan ini akan berlaga mewakili DPD Gerindra Sumsel dengan nama lambung "Ardi CS Group".
Ardiyanto, sang pemilik bidar, menuturkan betapa tingginya antusiasme para pendayung muda.
"Latihan intensif sudah kami mulai sejak enam bulan lalu, dua kali seminggu di Sungai Simpang Empat," ungkapnya.
Mayoritas pendayung adalah remaja berusia 16 hingga 20 tahun, namun semangat mereka menular ke yang lebih senior.
Salah satunya adalah Supri (27). Sehari-hari, ia adalah seorang karyawan swasta yang bekerja pada malam hari.
Siangnya, ia curahkan untuk berlatih bersama tim.
Kecintaan Supri pada bidar tumbuh dari bangku penonton. Dulu ia hanya hobi menyaksikan, kini ia menjadi bagian dari denyut nadi perahu itu sendiri.
"Capek tapi asyik," ujarnya sambil tersenyum, menyeka peluh di dahi.
Motivasi mereka bukanlah materi. Bayaran sekitar Rp100.000 untuk tiga hari lomba tentu tak sepadan dengan energi yang terkuras.
Bagi mereka, ada hal yang lebih penting, kekompakan tim, kekuatan tenaga, dan daya tahan napas. Inilah modal utama untuk menaklukkan lintasan.
Namun, tantangan terbesar justru datang dari luar lintasan. "Ombak dari perahu penonton yang terlalu ramai itu tantangan terbesarnya," jelas Supri.
Gelombang yang ditimbulkan perahu-perahu penonton yang merapat terlalu dekat sering kali membahayakan, bahkan berisiko menenggelamkan bidar mereka yang ramping.
Mimpi Setenar Pacu Jalur
Di balik semua kerja keras dan tantangan itu, tersimpan sebuah harapan besar. Supri dan kawan-kawannya tidak hanya ingin menjadi juara.
Mereka bermimpi tradisi bidar bisa terus hidup, berkembang, dan menjadi kebanggaan utama Sumatera Selatan.
"Kami ingin bidar viral seperti Pacu Jalur," ungkap Supri penuh harap.
Ia merujuk pada tradisi serupa di Riau yang telah berhasil menarik perhatian dunia dengan pengelolaan acara yang profesional dan meriah.
Mereka berharap panitia lomba bisa lebih tegas menertibkan penonton dan mengemas acara agar lebih semarak.
Dukungan dari pemerintah, terutama untuk biaya perawatan perahu yang tidak sedikit, juga menjadi dambaan mereka.
Dengan perhatian lebih, mereka yakin bidar di Sumatera Selatan bisa jauh lebih berkembang.
Harapan itu ditutup dengan sebuah permintaan sederhana yang menyiratkan semangat kompetisi yang membara.
"Ya, kami berharap panitia bisa meningkatkan jumlah hadiah juara. Kalau bisa seperti daerah lain, biar kami tambah semangat berpacu," tutup Supri, mewakili suara hati para penjaga tradisi di tepian Sungai Simpang Empat.
Merayakan Kemerdekaan, PPUMI Sumsel Pacu UMKM Perempuan Naik Kelas |
![]() |
---|
Balap Ketek Muba, Ketika Sungai Musi Menjadi Arena Pacu Warisan Budaya |
![]() |
---|
Istri Ferdy Sambo Dapat Remisi Kemerdekaan 9 Bulan, Diklaim Rajin Donor Darah dan Terampil Rajut Tas |
![]() |
---|
Karnaval HUT RI di Banyuasin Dihujani Kostum Unik, Kalifah Tampil Beda Bak Putri Kerajaan |
![]() |
---|
Kalah oleh Pohon 10 Meter, Warga Lubuklinggau Kompak Tebang Pinang dan Bagi Rata Hadiah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.