Mimbar Jumat

Cinta Rasul Kepadamu: Rahasia Sukses Seorang Pemimpin Besar

Banyak riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana Rasulullah SAW sangat mencintai umatnya, meskipun Rasul belum pernah bertemu dengan mereka.

Editor: tarso romli
handout
Prof. Dr. Hj Uswatun Hasanah MAg - Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam DIRDA LPPK Sakinah Kota Palembang 

EKSPRESI cinta kepada makhluk-Nya, terutama kepada kaum muslimin, merupakan salah satu rahasia keberhasilan kepemimpinan Rasulullah. Banyak riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana Rasulullah SAW sangat mencintai umatnya, meskipun Rasul belum pernah bertemu dengan mereka. Sebuah kisah menyebutkan tatkala Malaikat Maut meminta izin untuk mencabut nyawanya, Rasul pun bertanya, “Engkau akan melakukannya, wahai Malaikat Maut?” Izrail menjawab, “Ya, itulah yang diperintahkan Allah kepadaku.” Jibril yang mendampingi Nabi pun mengatakan “Sesungguhnya, Allah telah rindu bertemu denganmu wahai Rasulullah.” Kemudian Rasul bertanya, “Wahai Jibril, katakan padaku apa hakku di hadapan Allah SWT?” Malaikat Jibril menjawab, “Wahai Rasulullah, pintu-pintu langit telah terbuka dan para malaikat sudah menunggumu di sana. Semua pintu surga pun telah terbuka, siap menanti kedatanganmu."

Meski mendengar kabar gembira dari Malaikat Jibril, Rasulullah SAW masih merasa cemas. Melihat kegelisahan Rasul, Malaikat Jibril bertanya, “Mengapa kamu masih terlihat cemas? Apakah kamu tidak senang mendengar kabar ini ya Rasulullah?” Rasul SAW berkata, “Beritahukanlah padaku, bagaimana nasib umatku kelak?” Malaikat Jibril menjawab, "Jangan khawatirkan nasib umatmu. Aku mendengar bahwa Allah SWT berfirman kepadaku: 'Aku telah mengharamkan surga bagi selain umat Muhammad, hanya umatmu yang berhak memasukinya terlebih dahulu.' Rasul pun bersabda, “Segera lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Wahai Malaikat Maut.” Ketika merasakan dahsyatnya rasa sakit sakaratul maut, kembali Rasul meminta untuk menyelamatkan umatnya. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini. Timpakan saja semua siksa maut ini padaku. Jangan timpakan kepada umatku."

Perlahan-lahan tubuh Rasulullah SAW menjadi dingin. Bibirnya bergetar seolah ingin mengucapkan sesuatu. Ali bin Abi Thalib mendekat, Rasul SAW pun berbisik, “Jagalah salat dan peliharalah orang-orang lemah di antara kalian.” Tangisan mulai terdengar, Fatimah menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ali bin Abi Thalib mendekatkan ke bibir Rasulullah SAW, kembali Rasul berbisik, "Umatku, umatku, umatku...." Begitu besar cinta Rasul kepada kaum muslimin, hal ini dijelaskan Allah pada surat al-Taubah ayat 128: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya membantumu, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."

Cinta Rasul bukan hanya tentang rasa khawatir dengan apa yang akan menimpa umatnya. Rasulullah pun senantiasa menjaga akhlaknya agar tidak menyakiti orang yang dicintainya. Suatu ketika Rasul bertanya jika ada di antara sahabat yang pernah ia singgung perasaannya atau hal lain yang membuatnya tidak terima, maka Rasul bermaksud menerima qishos. Para sahabat hening karena merasa akhlak Rasul yang begitu mulia tidak akan mungkin hal seperti itu akan terjadi. Namun, tiba-tiba Ukasyah bin Mihshan, seorang sahabat yang taat, selalu hadir di majelis Nabi, juga merupakan prajurit berkuda tangguh yang memiliki keberanian luar biasa dalam membela Islam, angkat tangan. Ukasyah melaporkan bahwa ia pernah terkena tongkat komando Rasulullah SAW ketika Perang Badar. Tanpa menunggu lama, Rasul meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengambil tongkat komandonya tersebut yang disimpan di rumah Fatimah, selanjutnya Rasulullah SAW menyerahkan kepada Ukasyah untuk melaksanakan qishos.

Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab maju dan menawarkan diri untuk menggantikan Rasulullah. Tetapi, Rasul memerintahkan mereka mundur. Selanjutnya Ukasyah meminta Rasul untuk membuka bajunya karena ia mengatakan pada saat terkena tongkat ia tidak mengenakan pakaian. Demi menegakkan keadilan, Rasul menyusul. Namun tiba-tiba Ukasyah menjatuhkan tongkatnya kemudian memeluk dan mencium tubuh Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melakukan qishos, saya hanya ingin menyentuhkan kulit saya ke kulit Rasul SAW sehingga hal ini akan menjadi sebab saya mendapatkan perlindungan dari siksa api neraka.” Sahabat-sahabat yang lain tersentak gembira. Rasulullah langsung berkata ”Siapa yang ingin melihat ahli surga, lihatlah Ukasyah.”

Dari beragam kisah tersebut sudah sangat jelas menunjukkan betapa Rasulullah SAW sangat mencintai dan dicintai sahabatnya. Rasulullah SAW mencintai umatnya dengan kecintaan yang tulus dan sangat besar. Terlebih lagi, lebih besar dari cinta orang tua kepada anaknya. Kasih sayang Rasulullah SAW kepada umatnya adalah kasih sayang yang sejati yaitu untuk keselamatan hidup di akhirat yang kekal abadi. Rasul juga selalu mengajarkan kepada umatnya agar saling mencinta. Sabda Rasul: "Tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku menunjukkan sesuatu yang jika dilakukan akan membuat saling mencinta? Sebarkan salam di antara kalian" (HR. Muslim). Sahabat pun sangat antusias dengan apa yang diajarkan oleh Nabi. Selanjutnya banyak di antara sahabat yang sengaja datang ke pasar hanya untuk menebarkan salam kepada sahabat lainnya.

Tidak hanya kepada kaum muslimin, cinta Rasul juga mencakup seluruh makhluk ciptaan Allah. Dalam sebuah kisah yang dijelaskan tatkala Rasul dihampiri oleh seekor burung yang mengepakkan sayap di hadapannya, seakan mengadu karena telah dizalimi oleh seseorang yang mengambil satu butir telurnya. Rasul bertanya kepada para sahabat, "Siapakah di antara kalian yang menyusahkannya dengan mengambil telurnya?" Lalu seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, aku yang ambil,” maka Nabi bersabda: Kembalikanlah ia, sebagai bentuk rasa kasih sayangmu kepadanya. Ekspresi cinta yang dipersembahkan oleh semesta terhadap Rasul juga diabadikan dalam riwayat al-Bukhari nomor 2095 yaitu tatkala sebatang pohon kurma menangis karena ditinggal oleh Rasulullah.

Kepada orang-orang yang menolak dakwah meskipun dengan cara yang keji, tidak menimbulkan dendam di hati Nabi yang juga ia ajarkan kepada para sahabatnya. Rasul tidak pernah melaknat apalagi menyakiti orang musyrik manakala menolak Islam. Ia menganggap sikap yang mereka lakukan hanya karena didasarkan atas ketidakpahaman. Rasul menolak tawaran malaikat yang hendak menimpakan gunung kepada penduduk Tha'if. Rasulullah senantiasa berharap dan mendoakan kebaikan bagi mereka. Jika belum beriman pada saat itu maka akan muncul dari keturunan mereka. Setelah berakhirnya perang Hunain pada tahun 8 H, penduduk kota Tha'if memeluk Islam semuanya. Doa Rasul pun telah diperkenankan Allah SWT.

Di antara kerasnya hidup dan ketatnya kompetisi masa kini, tidak sedikit orang yang menarik diri dari fitrahnya sebagai penebar dan penerima kasih sayang. Terlebih lagi setelah masa pandemi, sebagian interaksi dan komunikasi yang difasilitasi dengan sistem virtual, menghadirkan tantangan seperti kurangnya makna nonverbal, terasa hambar tanpa kehadiran rasa yang sesekali menyebabkan miskomunikasi dan bersifat impersonal. Namun apapun kondisinya, cinta dan kasih sayang tetap sangat diperlukan dalam berinteraksi dengan semua makhluk Allah. Seseorang yang penuh kasih sayang dan lemah lembut tentu akan mudah diterima di setiap pergaulan. Seseorang yang dipenuhi sifat kasih sayang akan dapat menempatkan dirinya dan menyampaikan perkataannya dengan baik dan benar sehingga melahirkan empati, kepercayaan, dan harapan dari makhluk yang ada di sekitarnya.

Tolok ukur mengekspresikan cinta yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah dengan standarisasi iman. Yaitu tidak untuk bermaksiat kepada Allah dan memberikan perlakuan sebagaimana ia ingin diperlakukan. Ibnu Hajar al-Asqalaniy menjelaskan bahwa cinta menjadikan seseorang bersifat tawadhu'. Merasa tidak nyaman jika melebihi orang yang dicintainya. Pada level awal, cinta akan menghadirkan sebuah perlakuan yang sama dengan orang yang dicintainya. Pada tahap berikutnya, cinta akan melahirkan sikap mengutamakan orang yang dicinta. Kondisi ini jelas sangat memberi manfaat, terlebih apabila hal ini dimiliki oleh seorang yang sedang mengemban amanah sebagai pemimpin. Sikap mengutamakan masyarakat yang dipimpinnya karena cinta. Selanjutnya akan lahir kepercayaan dan dukungan dari masyarakat yang dipimpin sebagai wujud cinta yang tulus tanpa paksaan. Sebuah hukum yang berlaku di alam dunia yang diabadikan dalam hadis Rasulullah SAW bahwa tidak menyangkal orang yang tidak menyayang.

Perubahan besar tidak mungkin bisa dilakukan oleh pemimpin dalam keadaan sendiri. Meskipun ia merupakan sosok yang memiliki banyak keutamaan. Pemimpin harus dapat menggerakkan orang lain agar dapat bergerak bersama. Sebanyak mungkin pihak yang bisa dia rangkul maka akan semakin baik. Otoritas terbaik dari seorang pemimpin bukanlah sebuah kemampuan untuk memberikan tekanan yang berlebihan, namun justru memberikan ruang kepada warga organisasi untuk menemukan arti keberadaan dirinya. Salah satu budaya organisasi yang dapat membangun kasih sayang yang dicontohkan oleh Rasulullah yaitu bermusyawarah. Mengarahkan beragam elemen untuk sama-sama mencari solusi dalam satu kesepakatan. Rasulullah senantiasa terbuka dengan berbagai pandangan berbeda. Rasul tidak pernah merasa mentang-mentang sebagai Nabi, juga tidak otoriter, keras, dan tidak mau mendengar saran orang lain. Para sahabat Nabi juga santun saat mengajukan pendapat. Mereka bertanya dulu apakah sikap dan pandangan Rasul tersebut berasal dari wahyu yang tidak bisa diganggu-gugat atau hanyalah pendapat pribadi beliau. Jikalau itu hanya opini, maka para sahabat akan mengajukan saran dan pendapat kepada Nabi.

Sebuah riwayat mengisahkan bahwa ketika Rasulullah berjalan menuju medan Perang Badar, beliau turun beristirahat di dekat sumber air yang pertama kali dijumpainya. Kemudian sahabat al-Hubbab bin Munzir menghadap kepada Rasul dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti di dekatnya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan sebagai tempat untuk menyusun strategi perang?” Rasulullah menjawab, “Tidak, ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang.” Al-Hubbab bin Munzir berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis untuk melancarkan siasat. Tetapi bawalah kami hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita mengeringkan semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum sementara mereka tidak mempunyai air.” Maka Rasulullah berangkat untuk melaksanakan strategi tersebut.

Seorang pemimpin hebat dan sukses bisa jadi akan lahir pada setiap generasi, tetapi pemimpin yang dicinta selamanya oleh semua makhluk dan mampu menjadikan masyarakat yang dipimpinnya sebagai generasi terbaik sepanjang masa hanyalah Rasulullah SAW. Cinta tetap sejati indah bersemayam meski sang pemimpin sudah tidak lagi bersama. Namun demikian, kepada para pemimpin yang beriman tidak perlu berputus asa untuk dapat meneladani Rasul. Karena keteladanan Nabi bersifat mutlak dan menjadi sunnah yang bisa diikuti dan dipedomani oleh semua makhluk. Masa kepemimpinan yang diamanahkan oleh masyarakat kepada orang-orang terpilih, sepanjang apapun periodisasinya, pasti akan berakhir. Dan amanah itu hakikatnya adalah kesempatan yang begitu singkat untuk disia-siakan. Karenanya, mari kita berbuat yang terbaik dimanapun kita berada. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved