Revisi UU TNI

Isi dan Poin Penting RUU TNI 2025 yang Bakal Disahkan Hari Ini, Pakar Hukum Ungkap Kekhawatiran

Sebelumnya, UU TNI hanya memperbolehkan prajurit aktif untuk menduduki posisi di 10 lembaga berikut:

Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: Odi Aria
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
REVISI UU TNI - Jelang pengesahan RUU TNI, Kamis (20/3/2025) pagi, kompleks Parlemen, Senayan dijaga ketat oleh aparat keamanan gabungan TNI Polri. Isi dan Poin Penting RUU TNI 2025 yang Bakal Disahkan Hari Ini. 

SRIPOKU.COM - Berikut ini daftar 14 lembaga atau kementerian yang bisa ditempati prajurit TNI aktif.

Sebanyak 14 lembaga atau kementerian tersebut termuat dalam draf final Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disepakati untuk dibawa ke rapat paripurna dan disahkan menjadi undang-undang

Diketahui jumlah lembaga yang dapat ditempati anggota TNI tersebut berkurang, dari sebelumnya 16 kini menjadi 14.

Sebelumnya, UU TNI hanya memperbolehkan prajurit aktif untuk menduduki posisi di 10 lembaga berikut:

  1. Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara
  2. Kementerian Pertahanan
  3. Sekretariat Militer Presiden
  4. Badan Intelijen Negara (BIN)
  5. Lembaga Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
  7. Dewan Pertahanan Nasional
  8. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional)
  9. Badan Narkotika Nasional (BNN)
  10. Mahkamah Agung

Melalui revisi terbaru, empat institusi tambahan yang kini dapat ditempati prajurit TNI aktif meliputi:

  1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  2. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  3. Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  4. Kejaksaan Agung

Baca juga: Pakar Hukum Soroti Draf RUU TNI Sulit Diakses Publik, Prosesnya Dinilai Terburu-buru Cacat Hukum

Dampak dan Implikasi Revisi RUU TNI

Revisi RUU TNI 2025 membawa dampak besar terhadap hubungan antara militer dan sektor sipil.

Meski bertujuan untuk memperkuat koordinasi keamanan dan pemerintahan, namun masih diperlukan pengawasan ketat agar prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi tetap terjaga.

Polemik seputar revisi ini kemungkinan masih akan berlanjut, terutama terkait dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan yang demokratis serta profesionalisme TNI dalam bidang pertahanan.

Dikutip dari Fahumumsu, perubahan dalam RUU TNI 2025 ini menimbulkan berbagai dampak, baik dalam aspek pemerintahan, keamanan, maupun keseimbangan peran sipil dan militer:

Perluasan Keterlibatan TNI di Sektor Sipil

Dengan bertambahnya institusi yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, peran militer dalam pemerintahan semakin luas.

Hal ini dianggap sebagai strategi untuk memperkuat koordinasi dalam bidang keamanan nasional serta kesiapsiagaan menghadapi ancaman seperti bencana dan terorisme.

Kekhawatiran terhadap Dwifungsi ABRI

Sejumlah pengamat, termasuk Peneliti Senior Imparsial Al Araf, menilai bahwa revisi ini berpotensi menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

Mereka mengingatkan bahwa tugas utama TNI adalah dalam sektor pertahanan, bukan dalam jabatan sipil yang dapat mengaburkan batas antara peran militer dan pemerintahan.

Pentingnya Penguatan Pengawasan Publik

Sebagian pihak berpendapat bahwa alih-alih memperluas peran TNI dalam jabatan sipil, yang lebih mendesak adalah meningkatkan sistem pengawasan publik.

Hal ini diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam kinerja institusi militer maupun pemerintahan.

Dinamika Politik dan Keamanan Nasional

Revisi ini juga mencerminkan perkembangan situasi politik dan keamanan nasional.

Dengan meningkatnya ancaman dalam bidang maritim, bencana alam, dan terorisme, keterlibatan TNI dalam lembaga terkait menjadi semakin strategis.

Pakar Hukum Buka Suara

Seorang pakar hukum tata negara Bivitri Susanti turut buak suara soal rencana pengesahan UU TNI.

Dikutip dari Kompas.com, Bivitri Susanti mempertanyakan mengapa draf revisi Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) sulit diakses oleh publik.

Padahal dari isu yang beredar, pada hari ini RUU TNI bakal disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Lebih lanjut, Bivitri Susanti menegaskan bahwa draf tersebut semestinya dapat diakses melalui laman (website) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

"Harusnya, itu kan ada di website DPR, yang normalnya kan harusnya begitu. Kenapa yang ini bahkan besok mau diketuk, publik belum tahu. Memangnya serahasia apa?" kata Bivitri dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Kamis (20/3/2025).

Menurut Bivitri, RUU seharusnya dibuka kepada publik mengingat levelnya sebagai Undang-Undang (UU).

Terlebih, muncul kekhawatiran publik bahwa RUU ini memungkinkan dwifungsi TNI kembali setelah sekian lama.

Pasalnya, jabatan sipil yang bisa diduduki oleh prajurit TNI aktif makin banyak lewat revisi beleid tersebut.

Bivitri Susanti juga mempersoalkan sikap DPR yang justru mengeklaim draf yang beredar di publik tidak resmi.

"Sampai barusan saya masih berdebat sama teman, jadi mana nih yang draf terakhir. Nggak jelas, karena kami dapat dari WhatsApp. Karena ini undang-undang levelnya, bukan strategi pertahanan gitu ya. Nah, ini yang saya kira harus kita baca," ucap dia.

Oleh karena itu, Bivitri menilai proses revisi UU TNI cacat hukum.

Penyusunan dianggap cepat bahkan terburu-buru hingga diparipurnakan hari ini, sebelum DPR RI memasuki masa reses.

"Memang proses legislasinya juga cacat. Ada problem besar," kata dia.

Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved