Opini

Opini: Deep Learning: Arah Baru Implementasi Kurikulum Indonesia

Konsep kunci yang diusung Pak Menteri adalah konsep pembelajaran mendalam (deep learning) sebagai solusi lemahnya proses didaktik metodik di sekolah.

Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM / Hartati
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Abdul Mu'ti saat berinteraksi dengan siswa SD 59 melaunching Bulan Guru Nasional, Jumat (1/11/2024). 

Deep Learning: Arah Baru Implementasi Kurikulum Indonesia

Oleh: Abdurrahmansyah
Guru Besar Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang

SRIPOKU.COM -- Tak dipungkiri nampaknya pergantian Menteri Pendidikan di Era Presiden Probowo Subianto akan mengubah arah kebijakan pendidikan Indonesia, terutama untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Prof. Mu’thi sebagai Mendikdasmen yang baru sudah menegaskan menyelesaikan carut marut masalah pendidikan di Indonesia yang sudah lama berlangsung dan belum kunjung terselesaikan secara tuntas.

Salah satu isu yang menjadi penekanan Pak Menteri adalah penguatan pembelajaran sebagai implementasi kurikulum.

Konsep kunci yang diusung Pak Menteri adalah konsep pembelajaran mendalam (deep learning) sebagai solusi lemahnya proses didaktik metodik di sekolah.

Secara teoritik, konsep deep learning itu sendiri sebenarnya merupakan pendekatan pembelajaran (learning approach) yang lebih menekankan pada proses dan hasil pembelajaran berupa pemahaman dari pengetahuan peserta didik secara bermakna dan mendalam.

Jika dianalisis lebih lanjut tawaran Pak Menteri ini lebih pada penguatan proses pembelajaran sebagai salah satu dimensi dari kurikulum. Peter F. Oliva dalam Developing the Curriculum (1992) menegaskan bahwa kurikulum penting dipahami sebagai satu kesatuan dari dua dimensi yang tidak terpisahkan yakni dimensi dokumen (written curriculum) dan dimensi pelaksanaan (implemented curriculum).

Para pembuat kebijakan pendidikan seringkali salah kaprah mengenai kurikulum yang hanya dipahami sebagai dokumen semata, sehingga pengembangan kurikulum sering diartikan secara keliru dengan mengubah dokumen kurikulum.

Sebuah kebijakan dapat saja dilakukan dalam bentuk program penguatan kurikulum dengan cara penguatan implementasi pembelajaran (instructional) tanpa mengubah seluruh dokumen kurikulum seperti selama ini.

Seperti di Finlandia misalnya, untuk beberapa dekade justru tidak mengubah dokumen kurikulum, tetapi secara serius memperkuat aspek kompetensi guru, peningkatan mutu fasilitas pembelajaran, dan peningkatan efektivitas manajemen sekolah.

Abdurrahmansyah (Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang) Tantangan Kepemimpinan Universitas Islam Menuju Rekognisi Global
Abdurrahmansyah (Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang) Tantangan Kepemimpinan Universitas Islam Menuju Rekognisi Global (Handout)

Deep Learning: Harapan atau Problem Baru?

Pendekatan pembelajaran (learning approach) yang dikenal dengan istilah deep learning (pembelajaran mendalam) sebenarnya pendekatan lama yang telah berurat berakar diterapkan pada sistem pembelajaran di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Australia, dan lain-lain.

Secara konseptual deep learning adalah istilah yang sering terdengar dalam dunia teknologi dan telah menjadi pendorong utama inovasi di berbagai bidang, termasuk proses pembelajaran.

Deep learning dalam bidang teknologi rekayasa sangat dengan teknologi Artificial Intellegence (AI) seperti yang terlihat pada teknologi pengenalan wajah hingga kendaraan otonom.

Karena itu, deep learning sering dikenal juga dengan machine learning yang menggunakan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) untuk belajar mewakili data dalam hirarki yang mendalam dari konsep.

Konsep ini mirip dengan cara otak manusia memproses informasi, yang membuat deep learning sangat efektif dalam mengenali pola kompleks dan membuat prediksi.

Pendekatan pembelajaran deep learning sangat relevan dengan teori pembelajaran kognitivistik dan konstruktivistik yang berfungsi mengembangkan dan membangun konsepsi individual peserta didik.

Jika dihubungkan dengan konsep multiple intellegences (kecerdasan majemuk), maka pendekatan pembelajaran deep learning mampu mengembangkan berbagai potensi kecerdasan peserta didik yang bervariasi seperti kecerdasan bahasa, kecerdasan matematik, kecerdasan gambar, kecerdasan diri, kecerdasan gaul, kecerdasan alam, kecerdasan tubuh, kecerdasan, musik, dan kecerdasan eksistensial.

Dengan demikian, gagasan untuk menetapkan deep learning sebagai pendekatan pembelajaran untuk mengatasi kelemahan proses pembelajaran dis ekolah selama ini, pada dasarnya memiliki basis teoritik yang sangat kuat.  

Persoalan yang muncul kemudian adalah bukan pada kekuatan konseptual dari pendekatan deep learning, tetapi terletak pada sumber daya manusia pendidikan yang berperan untuk menerapkan pendekatan deep learning pada sisi-sisi praktis instruksional di kelas.

Sudahkan kita memiliki sumber daya guru yang kompeten secara metodologis untuk melaksanakan pendekatan ini sampai di tingkat daerah.

Sudahkan manajemen dan sistem pengelolaan sekolah siap dan mampu mengkondisikan para guru untuk cakap menerapkan berbagai teaching methodology yang relevan dengan pendekatan deep learning ini.

Pertanyaan-pertanyaan itu penting dicermati mengingat problem abadi pendidikan di Indonesia dan di negara berkembang adalah lemahnya implementasi kurikulum, tidak berkembangnya inovasi pembelajaran dan rendahnya kualitas guru (Hammond L. Darling., 2020).

Berdasarkan beberapa riset terbaru terdapat beberapa tantangan yang penting dipahami untuk menetapkan pendekatan pembelajaran ini sebagai kebijakan pendidikan (education policy) secara nasional.

Pertama, penerapan deep learning membutuhkan data yang besar (big data) karena pendekatan ini menghajatkan guru dan peserta didik untuk mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Kedua, pendekatan ini sangat tergantung pada kemampuan mengakses dan pengelola berbagai platform teknologi komunikasi. Pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi metaverses sangat dibutuhkan.

Ketiga, implementasi pendekatan deep learning di sekolah membutuhkan daya dukung komputasi yang intensif.

Sistem jaringan internet sekolah yang kuat dan pengembangan pembelajaran berbasis teknologi digital menjadi sangat vital.

Mengingat pendekatan deep learning yang sangat berkaitan erat dengan teknologi seperti artificial intelligence dan metaverse, maka pendekatan ini dapat dipandang sebagai pendekatan pembelajaran era digital yang penting dikuasai oleh para guru di semua level pendidikan.

Karena itu, pendekatan ini tidak boleh dianggap sekedar kebijakan pendidikan biasa dan dipandang remeh oleh komunitas pendidikan.

Namun, kebijakan ini harus bensr-benar disosialisasikan secara intensif dan efektif kepada semua guru di Indonesia. Sebagai catatan, mengacu berbagai survey internasional seperti RISE (Research on Improving Systems of Education) bahwa otoritas pendidikan di dearah-daerah Indonesia di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota tidak melakukan pendampingan serius dalam implementasi kebijakan pendidikan yang sedang diberlakukan.

Otoritas pendidikan di daerah sama sekali terlihat tidak melakukan inovasi apa-apa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.

Visi pendidikan para kepala daerah sangat rendah mengenai pendidikan dan program-program pengembangan dan penguatan pendidikan seperti inservice training, motivasi bagi guru melakukan classroom action research, dan peningkatan mutu fasilitas pembelajaran di sekolah termasuk laboratorium dan perpustakaan, serta sarana pendidikan pendukung lainnya masih sangat buruk.

Kebijakan untuk melatih kemampuan guru dalam aspek metodologi pembelajaran dan pengembangan media sungguh masih belum menjadi priotitas.

Oleh karena itu, menurut hemat saya pemerintah perlu melakukan banyak intervensi kebijakan sekaligus “bertanggung jawab” untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu semua komponen pendidikan di negeri ini secara utuh dan menyeluruh.

Jika benar konsep deep learning akan dijadikan paradigma baru dan kebijakan utama dalam pembelajaran di sekolah, maka gagasan ini perlu didukung dan dikawal sampai proses implementasinya berjalan dengan baik dan efektif.

Hemat saya, memang Menteri Dikdasmen RI tidak perlu untuk mengubah dokumen kurikulum secara total karena problem utama pendidikan di Indonesia terletak pada lemahnya implementasi kurikulum.

Lemahnya implementasi kurikulum dalam konteks kegiatan instruksional di kelas disebabkan banyak variabel termasuk faktor kompetensi guru yang rendah, fasilitas laboratorium dan perpustakaan yang tidak mendukung, supervisi yang tidak berjalan ideal, lemahnya koordinasi pusat dan daerah, tidak profesionalnya para pejabat pendidikan di daerah, dan kurang efektifnya layanan manajemen pendidikan di sekolah. Wallahu a’lam bi al-shawwab. 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved