Mata Lokal Memilih

 Politik Uang Jadi 'Senjata' Cakada Meraih Dukungan dan Kemenangan: Tapi Merusak Nilai Demokrasi

Jurnalis, akademisi, dan aktivis pegiat antikorupsi sepakat menolak keras praktik money politic (Politik Uang) yang dinilai merusak demokrasi.  

Penulis: Arief Basuki | Editor: tarso romli
sripoku.com/arief basuki
Forum Jurnalis Parlemen saat menggelar Diskusi Publik dengan tema 'Strategi Pamungkas Memenangkan Suara Rakyat'. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Jelang pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024 di Sumatera Selatan (Sumsel), Relung Forum bersama Forum Jurnalis Parlemen (FJP) menggelar diskusi bertema "Strategi Pamungkas Memenangkan Suara Rakyat". 

Dalam diskusi tersebut, jurnalis, akademisi, dan aktivis pegiat antikorupsi sepakat menolak keras praktik money politic (Politik Uang) yang dinilai merusak demokrasi.  

Diskusi yang berlangsung, Sabtu (16/11/2024) malam, menghadirkan tiga narasumber dari berbagai latar belakang: Ketua FJP Dudi Oskandar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP) Dr. Ade Indra Chaniago, M.Si, dan Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi Iqbal. 

Ketiganya menyuarakan keprihatinan terhadap maraknya politik uang yang kerap menjadi "senjata" para calon kepala daerah dalam meraih dukungan.  

Ketua FJP Dudi Oskandar menyoroti peran media dalam Pilkada dan mengkritisi penggunaan strategi kotor, seperti politik uang

"Banyak calon kepala daerah memanfaatkan peran media mainstream, tetapi dampaknya tidak signifikan dibanding praktik money politic. Hal inilah yang merusak demokrasi kita," katanya.  

Senada dengan itu, Dr. Ade Indra Chaniago menegaskan bahwa politik uang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga menghalangi terpilihnya pemimpin berkualitas.

 "Praktik ini membuat masyarakat memilih karena iming-iming uang, bukan berdasarkan kompetensi calon. Hal ini menjadi tantangan besar bagi demokrasi kita," ungkapnya.  

Menurut Ade, pendidikan politik harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 

"Hanya sekitar 10 persen pemilih di Indonesia yang rasional. Sisanya masih didominasi oleh pemilih tradisional. Jika masyarakat cerdas, praktik money politic akan sulit berkembang," tambahnya.  

Sementara itu, aktivis antikorupsi Rahmat Sandi Iqbal menyoroti dampak buruk politik uang yang menghasilkan pemimpin bermental korup.

 "Pemimpin yang lahir dari praktik ini hanya akan fokus memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Mereka sudah berpikir untuk mengembalikan modal besar yang digunakan selama kampanye," tegasnya.  

Rahmat juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. 

"Sayangnya, pendidikan politik saat ini sangat minim. Tanpa itu, masyarakat mudah terjebak dalam rayuan politik uang," katanya.  

Diskusi publik ini menegaskan peran Relung Forum sebagai ruang dialog yang aktif dalam membuka wawasan masyarakat.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved