Pilkada Sumsel 2024

Marak Parpol Pecat Kader Mbalelo di Sumsel, Pengamat Ungkap Penyebabnya

"Menurut saya langkah tersebut sudah tepat, dalam menegakkan aturan partai, " kata Ade, Rabu (16/10/2024). 

Penulis: Arief Basuki | Editor: Yandi Triansyah
Handout
Pengamat Politik Ade Indra Chaniago MSi 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pengamat politik dari Ilmu Politik Stisipol Candradimuka Ade Indra Chaniago mengatakan, terkait pemecatan kader oleh sejumlah partai politik adalah langkah yang tepat yang dilakukan parpol

"Menurut saya langkah tersebut sudah tepat, dalam menegakkan aturan partai, " kata Ade, Rabu (16/10/2024). 

Pastinya, menurut Ade pemecatan ini merujuk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang harus dipedomani oleh semua kader. 

"AD/ART merupakan aturan yang mengikat dan menjadi komitmen bersama, dalam menjaga soliditas partai, " ucapnya. 

Jika muncul pertanyaan mengenai apakah partai tidak rugi memecat kader-kader potensialnya, ia rasa jawabannya tentu saja, partai akan mengalami kerugian. Namun, pastinya pemecatan itu sudah dilakukan pertimbangan yang matang. 

"Membangun dan mendapatkan kader yang loyal dan memiliki kapabilitas tidaklah mudah. Setiap kader yang dipecat bisa saja merupakan aset penting bagi partai, baik dari sisi jaringan, pengalaman, maupun kontribusi elektoral," jelasnya. 

Diterangkannya, kehilangan kader-kader ini jelas akan berdampak pada kekuatan partai, baik di level lokal maupun nasional

"Namun, menurut saya, persoalan yang lebih penting bukan hanya soal pemecatan kader. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana proses penentuan dukungan yang dilakukan oleh partai itu sendiri. Apakah keputusan-keputusan penting seperti menentukan dukungan dalam pilkada, atau pencalonan, melibatkan para kader di level akar rumput? Ataukah keputusan hanya ditentukan oleh segelintir elit partai di level pusat tanpa mempertimbangkan masukan dari bawah? , " ungkapnya. 

Ditambahkan Ade, jika keputusan-keputusan strategis ini lebih sering diambil di lingkaran elit tanpa melibatkan aspirasi kader di tingkat bawah, maka wajar saja jika terjadi ketidakpuasan atau perlawanan dari beberapa kader. 

"Fenomena kader yang "mbalelo" (tidak sejalan) terhadap keputusan partai sering kali terjadi karena mereka merasa suara dan aspirasi mereka tidak diperhatikan. Dalam situasi ini, oligarki dalam partai politik menjadi sangat terasa, di mana hanya sekelompok elit kecil yang menentukan arah partai, sementara konstituen atau kader yang berada di lapisan bawah partai tidak diberi ruang untuk berpartisipasi secara penuh, " tuturnya. 

Dilanjutkan Ade, masalah oligarki ini sangat relevan dalam dinamika politik Indonesia saat ini. Sistem demokrasi yang ada sering kali dipraktikkan secara formal saja, namun dalam prakteknya keputusan-keputusan strategis masih bersifat sentralistik. 

"Jika partai ingin memperkuat basis dukungannya dan mengurangi potensi perpecahan di dalamnya, sudah seharusnya mereka mulai memperbaiki mekanisme pengambilan keputusan, dengan melibatkan kader dari seluruh tingkatan. Ini akan menciptakan rasa memiliki yang lebih kuat, sehingga potensi konflik atau perlawanan internal bisa diminimalisir, " tandasnya. 

Dengan demikian, masalah pemecatan kader tidak hanya soal menegakkan aturan partai, tetapi juga terkait dengan seberapa demokratis proses di internal partai itu sendiri. 

"Jika partai mampu memperbaiki cara pengambilan keputusan dan lebih menghargai suara kader di tingkat bawah, maka loyalitas kader terhadap keputusan partai akan meningkat dan kasus pembelotan bisa ditekan, " pungkasnya. 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved