Berita UMKM

Kisah Fridar Pemilik Toko Roti HAMADA Legendaris di PALI, Belajar dari Orang Belanda

Tahun 1986-an toko roti yang ada di Jalan Cemara, Komplek Pertamina (Komperta) Pendopo, Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI, Sumatera Selatan

|
SRIPOKU.COM / Apriansyah Iskandar
Fridar (71) saat mengelola adonan roti di dapur produksi Toko Roti HAMADA miliknya di Jalan Cemara Komperta Pendopo Talang Ubi Kabupaten PALI yang telah berdiri sejak 1986, Jumat (2/8/2024) 

SRIPOKU.COM, PALI -- Saat menjamurnya aneka roti kekinian yang dijual. Namun roti HAMADA terus bertahan melawan zaman dengan berbagai pilihan rasanya. 

Sejak era tahun 1986-an toko roti yang ada di Jalan Cemara, Komplek Pertamina (Komperta) Pendopo, Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI, Sumatera Selatan (Sumsel) ini terus melayani pelanggannya.

Roti yang jadi favorit pelanggan antara lain roti tawar, roti pisang coklat, roti kopi, roti kombinasi 6 rasa, roti kombinasi 18 rasa dan aneka kue basah.

Tak heran jika ke Pendopo Talang Ubi Kabupaten PALI, banyak pencinta roti yang menyempatkan mampir ke sini.

Nama toko roti dan kue HAMADA merupakan singkatan dari Harilang Man Duram diambil dari bahasa Komering Sumsel yang memiliki arti usaha bersama.

Berdiri sejak masa orde baru sekitar 39 tahun lalu, membuat toko roti legendaris ini banyak melewati masa sulit. 

Namun hebatnya, Toko Roti HAMADA masih bertahan sampai sekarang.Sungguh bukan waktu yang sebentar bagi sebuah brand untuk terus berdiri selama itu.

Tak salah kiranya apabila HAMADA bisa kita sebut sebagai toko roti ‘legendaris’ karena kemampuannya bertahan selama puluhan tahun.

Roti manis kuno di sini memiliki tampilan yang padat dan gemuk. Namun saat digigit, teksturnya sangat lembut dan halus, serta tidak lengket. Isiannya pun royal sehingga memuaskan selera.

Ketika melangkah masuk ke dalam toko roti yang sederhana ini, akan disambut oleh aroma wangi roti dan kue yang baru dipanggang dan juga sikap ramah yang menyambut. 

Di toko roti HAMADA ini, kita dapat melihat proses pembuatan roti dan kue juga loh, dimana alat oven dan mixer yang digunakan cukup jadul, namun bisa menghasilkan roti yang tidak kalah dengan buatan pabrik-pabrik roti di Indonesia.

Pemilik toko roti HAMADA bernama Fridar Dafri (71) mengatakan konsistensi dan kerja keras adalah sesuatu yang terus dipegang olehnya dalam menjalankan UMKM yang telah dilakoninya selama ini.

Saat ditemui di toko roti miliknya, wanita kelahiran tahun 1957 yang saat ini menginjak usia 71 tahun, masih berkecimpung di dapur produksi toko roti miliknya.

Dengan telaten ia masih turun tangan membantu 5  karyawan untuk mengola adonan roti serta memastikan kualitas dan rasa roti dari resep sejak era tahun 80 an tidak berubah.

Itulah yang menyebabkan toko roti HAMADA selalu mampu berdiri di tengah gempuran banyak bakery baru.

"Saya belajar bikin roti dari orang Belanda, waktu itu buka kursus di Sungai Gerong Plaju Palembang, untuk tahun nya saya lupa,"kata Fridar memulai menuturkan kisahnya berjualan roti," Jum'at (2/8/2024).

Setelah kursus bikin roti dengan orang Belanda di Komperta Sungai Gerong Plaju Palembang, Fridar yang telah memiliki modal untuk memulai usahanya berinisiatif untuk membuka usaha toko roti.

Suaminya bernama Ali Bachrum yang saat itu bekerja di kapal tanker minyak sepakat dan memilih berhenti bekerja demi berkumpul bersama keluarga.

Lantas Fridar bersama suaminya ikut tinggal bersama orang tuanya di Komperta Pendopo yang bekerja di PT Stanvac Indonesia atau PTSI Sebelum Pertamina sejak tahun 1976.

Dulu Fridar memulai usahanya cuma di rumah sekitar tahun 82 an dibantu oleh suami dan adik-adiknya. 

Namun ketika sudah banyak pelanggan dan kebenaran orang tuanya juga memasuki masa pensiun, ia bersama keluarganya kepikiran untuk membuka toko roti, karena di rumah sudah banyak antrian pelanggan.

"Orang tua saya bilang kepada bos nya untuk memakai tempat di salah satu bangunan perusahaan di jalan cemara dan diberi ijin oleh bos nya, maka dibukalah toko roti diberi nama HAMADA tahun 1986 yang memiliki arti usaha bersama," tuturnya.

Seiring berjalannya waktu, usaha toko roti HAMADA miliknya terus berkembang, dan semakin banyak pelanggan yang datang ke toko roti HAMADA, baik itu dari karyawan perusahaan maupun masyarakat Talang Ubi.

Dalam pemasarannya, roti HAMADA dulunya juga memasarkan produknya menggunakan mobil roti yang diedarkan sampai ke pelosok-pelosok desa.

Namun ketika usaha toko rotinya baru berjalan 5 tahun dan mulai berkembang pesat, suaminya Ali Bachrum pada tahun 1991 meninggal dunia, yang mana pada saat itu Putra semata wayangnya bernama Sobirin baru berusia 3 tahun.

Tentunya hal itu merupakan masa sulit Fridar dalam menjalankan usaha toko roti nya. Namun berkat tekad nya untuk menghidupi keluarganya, dengan dibantu adik-adiknya dan orang tuanya, toko roti HAMADA akhirnya tetap bertahan hingga sampai saat ini.

Resep roti yang dibuat Fridar sejak dari jaman dulu hinggah kini tanpa menggunakan bahan pengawet. Roti dan kue yang dihasilkan menyimpan keajaiban rasa dan tergolong legendaris.

"Sejak dulu resep nya kita pertahankan dan tidak berubah, kita juga tidak menggunakan bahan pengawet. Makanya roti kita cuma bertahan paling lama 6 hari, kalau dimasukin kulkas bisa 8 hari, karena tidak pakai pengawet,"ujarnya.

Saat ini Fridar menjalankan usaha toko rotinya dibantu oleh putra semata wayangnya bernama Sobirin dan istrinya.

Meski masih dibantu oleh Fridar, puteranya Sobirin yang merupakan seorang guru SMP diselah waktunya mengajar, bersama istrinya setiap harinya menjalankan usaha toko roti HAMADA.

Bagi Sobirin, toko roti HAMADA ini bukan hanya sekedar tempat untuk menjual roti, tapi juga merupakan bagian dari warisan keluarga yang tetap harus dipertahankan nya.

"Alhamdulillah, masih beguyur dan tetap dipertahankan. Meski di jaman sekarang tidak seperti dulu, ada penurunan Omzet sekitar 40 persen. Tapi alhamdulilah tetap menjadi sumber penghidupan keluarga sehari-harinya. Dan juga perjuangan ibu saya memulai usaha ini bersama keluarga, tentunya bukan hal yang muda hingga masih bisa bertahan sampai saat ini," kata Sobirin.

Sobirin juga tetap optimis dalam mengembangkan usaha keluarga nya yang telah dikelola sejak puluhan tahun lalu, meski harus bersaing dengan usaha roti di era masa kini.

"Intinya rezeki sudah Tuhan atur, tinggal kita berusaha, dengan kekuatan yang ada, dengan nama yang sudah ada sejak lama, kita tetap optimis bertahan di era masa kini," ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan, salah satu alasan usaha toko roti yang dikelola ibu nya bertahan hingga kini, karena management pengelolaan sumber modalnya tidak bergantung pada pinjaman modal dari Bank.

"Sebenarnya saya juga tertarik untuk mengembangkan usaha dengan melakukan pinjaman modal. Namun saya tetap ingat pesan orang tua saya, meski secara bertahap, karena tidak memiliki hutang, sehingga usaha ini tetap berjalan dan konsisten berproduksi karena tidak terbebani harus memikirkan biaya cicilan perbulan," ujarnya.

Ia juga mengatakan saat ini toko roti HAMADA sudah memiliki sertifikat NIB dan sudah disertifikasi Halal meski dalam packaging masih tetap biasa saja, karena belum memiliki modal untuk membuat packaging yang lebih menarik.

Pemasaran toko roti HAMADA saat ini bergantung dari para pelanggan dan pesanan dari perusahaan dan pemerintah setempat.

Selain itu, untuk mengamankan bisnis ini, Sobirin juga memanfaatkan media sosial sebagai promosi toko roti HAMADA.

Harga roti yang dijual pun bervariasi dan sangat terjangkau, seperti roti tawar HAMADA yang tetap diminati pelanggan hingga kini, dijual dengan harga Rp 20 ribu.

"Untuk harga bervariasi, dari Rp 10 ribu hingga Rp 25 ribu rupiah. Alhamdulillah untuk Omzet bersihnya setelah dipotong untuk gaji karyawan, modal dan lain-lainnya, dalam sebulan kita bisa menghasilkan Rp 5 juta," tandasnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved