Mimbar Jumat
Setop Tipu-tipu Seleksi Masuk Sekolah!
Andreas Harepa seorang penulis buku “Sekolah Itu Candu” pernah membuat quote menarik, “Nenek menginginkanku pintar, karena itu ia melarangku sekolah”.
Oleh: Abdurrahmansyah
Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN Raden Fatah
Pengantar
Andreas Harepa seorang penulis buku “Sekolah Itu Candu” pernah membuat quote menarik, “Nenek menginginkanku pintar, karena itu ia melarangku sekolah”.
Kutipan ini secara implisit menyirat sindiran terhadap fenomena persekolahan di Indonesia yang banyak drama dan cenderung membingungkan, dan sama sekali kurang menunjukkan institusi yang mendidik kecerdasan.
Kebijakan-kebijakan pendidikan terbaru sering kali menimbulkan persoalan secara konseptual dan implementatif.
Konsep-konsep pendidikan yang diusung dan menjadi sebuah kebijakan terkesan hanya menjiplak konteks pelaksanaan pendidikan di negara-negara lain, tanpa melakukan riset mendalam dan inovasi desain kreatif sehingga cocok dan relevan dengan konteks pendidikan di Indonesia.
Kebijakan sistem zonasi yang diterapkan sebagai dasar konsep desain sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) merupakan jiplakan total sistem zonasi di Jepang yang berjalan sangat efektif.
Efektivitas implementasi sistem zonasi di Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Australia, dan London, justru tidak didiskusikan dalam perspektif kebijakan anggaran pendidikan, pemerataan mutu sekolah, dan keunggulan manajemen sekolah.
Salah kaprah dan lemahnya literasi pembuat kebijakan mengenai sistem zonasi ini telah menyebabkan kerugian besar bagi orang tua dan masyarakat, bahkan telah merusak masa depan siswa.
Tulisan singkat ini berupaya mengidentifikasi beberapa aspek terkait dengan kebijakan sistem zonasi pada PPDB dan menganalisis dampak sistem zonasi yang diterapkan pada PPDB 2024 ini.
Sistem Zonasi: Konsep dan Implementasi
Awal mula adanya sistem zonasi sekolah berawal dari munculnya kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2018, Muhadjir Effendy yang mengeluarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah Menegah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain Yang sederajatnya didik baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah Menegah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain Yang sederajatnya.
Studi Organisastion for Economic Co-Operation and Development (OECD) mengemukakan bahwa kebijakan sistem zonasi harus memenuhi prinsip pemerataan pendidikan terdiri dari dua dimensi yaitu: dimensi keadilan, bahwa sistem zonasi harus memastikan keadaan pribadi dan sosial tidak menghalangi siswa untuk mencapai potensi akademis mereka.
Sedangkan dimensi inklusi, bahwa sistem Pendidikan harus menetapkan standar minimum dasar pendidikan bagi semua siswa tanpa memandang latar belakang, karakteristik pribadi, atau lokasi.
Yang paling menjadi problem dan meresahkan kalangan orang tua siswa pada pelaksanaan PPDB tahun 2024 salah satunya adalah kuota 30 persen dari proses penerimaan siswa jalur prestasi yang diduga tidak dilakukan dengan transparan dan adil oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
Siswa yang secara akumulasi nilai yang tinggi justru tidak lulus, sedangkan siswa yang dengan nilai rendah dinyatakan lulus.
Kasus ini sungguh membuat miris dan telah melibatkan lembaga Ombudsman RI Perwakilan Sumsel untuk menyelidiki kecurangan ini.
Disinyalir pada PPDB tahun ajaran 2024-2025 ini terdapat sekitar 911 siswa yang seharusnya tidak lulus, malah diluluskan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel. ratusan kasus ini ditemukan di 22 SMA Negeri yang berada di Palembang. (Tempo.co, 30/6/2024). Sistem curang ini dapat dipastikan telah menzolimi siswa yang seharusnya lulus, namun dinyatakan tidak lulus.
Konsep sistem zonasi dalam PPDB jika diimplementasikan dengan baik sesuai prosedur dan regulasi cukup mampu membuat sistem penerimaan siswa secara efektif.
Namun, pemerintah daerah khususnya bersama-sama Dinas Pendidikan harus melakukan identifikasi masalah yang mungkin muncul dan melakukan modifikasi yang dianggap perlu agar peluang keresahan dan kecurangan tidak terjadi.
Jika mnengacu pada pola-pola PPDB di negara-negara yang baik sistem manajemen dan keunggulan infrastruktur pendidikan tentu tidak banyak masalah.
Persoalannya, di Indonesia terutama di daerah masih sangat banyak persoalan pendidikan terkait manajemen, kualitas inprastruktur, pendanaan, serta persoalan mental pejabat yang korup dan tidak bermoral.
Menunggu Follow Up Temuan Ombudsman: Setop Tipu-Tipu PPDB
Melalui sebuah hadits Rasulullah SAW mensinyalir bahwa "Rencana jahat dan tipu muslihat adanya di neraka." (HR. Muslim).
Hasil invertigasi Ombudsman Perwakilan Sumatera Selatan terhadap fakta adanya kecurangan dan aksi tipu-tipu dalam sistem PPDB tahun ajaran 2024-2025 ini harus menjadi momentum penting bagi Kepala Daerah agar benar-benar mengontrol proses ini dengan baik sekaligus memastikan kualifikasi para pejabat di Dinas Pendidikan adalah orang-orang yang terdidik, bersih, jujur, dan berintegritas.
Jika memperhatikan temuan-temuan Ombudsman yang menduga keras keterlibatan Plh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan dalam praktik kecurangan ini.
Oknum Kepala Dinas yang amoral ini terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan intervensi kepada para Kepala Sekolah untuk merusak sistem PPDB ini berupa maladministrasi skor nilai siswa pada jalur prestasi (Detik Sumbagsel, 28/6/2024).
Terbongkarnya aroma permainan sogok menyogok dan tipu-tipu pada kasus kecurangan ini merupakan konsekwensi hukuman Tuhan seperti yang dijelaskan dalam surah al-Fathir ayat 43, bahwa: "Rencana yang jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri”.
Bahkan secara lebih tegas lagi termaktub dalam surah an-Nisa ayat 142, bahwa: "Sesungguhnya, orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka”.
Secara manajemen, kasus ini sangat mencoreng nama pendidikan yang dikelola para pejabat yang tidak becus mengurus pendidikan.
Lebih jauh, secara psikologis, kasus ini telah merusak mental para siswa. Mereka yang telah belajar sungguh-sungguh untuk mendapatkan prestasi di tingkat SLTP justru dihancurkan harapan mereka oleh sistem PPDB yang sama sekali tidak menghargai prose dan hasil pemebejaran siswa.
Trauma ini tentu akan tertanam lama di jiwa mereka. Mereka telah diajarkan dan ditunjukkan oleh sistem tidak bermoral betapa proses dan hasil yang mereka lakukan dengan belajar keras selama ini justru diporak-porandakan dengan kejam. Semua orang yang memiliki akal sehat pasti akan sangat marah dengan dengan fakta kecurangan ini.
Penguatan nilai-nilai pendidikan 18 karakter yang selalu didengung-dengungkan di sekolah menjadi omong kosong belaka.
Para pejabat di Dinas Pendidikan dan para Kepala Sekolah yang seharusnya memberikan contoh baik bagi penerapan nilai-nilai karakter justru terlihat semakin menyebalkan.
Siapa lagi yang diharapkan untuk menjadi uswah tentang nilai-nilai karekter di negeri ini jika potret penyelenggaraan pendidikan semakin hari semakin kacau balau. Masyarakat mendesak dan sangat menginginkan kasus ini diusut sampai tuntas.
Para penegak hukum harus sensitif dengan keresahan masyarakat ini. Kejadian sangat buruk dan memalukan sebagai bukti kinerja tidak bermutu dari manajemen sekolah dan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan tidak boleh terulang lagi di tahun-tahun mendatang.
Kebijakan yang bersifat nasional terkait dengan PPDB seharusnya dikaji secara mendalam berdasarkan hasil riset yang akurat, sehingga kebijakan pendidikan sejalan dengan konteks dan kondisi nyata masyarakat. Beberapa aspek yang harus dikaji ulang adalah posisi sekolah swasta dan sekolah negeri yang perlu dilihat secara setara.
Kualitas manajemen, fasilitas pendidikan, dan tenaga pendidik harus dipastikan bermutu secara merata. Dan yang paling penting adalah mekanisme rekrutmen dan penunjukan pejabat-pejabat di lingkungan pendidikan, seperti Kepala Sekolah, Kepala Dinas, Pengawas Sekolah, dan lain-lain harus berdasarkan kompetensi manajerial dan integritas yang tinggi dan teruji.
Karena sebaik apapun konsep, kebijakan, dan regulasi jika dilaksanakan oleh personal yang kurang berkompeten dan tidak berintegritas maka semua tatanan akan hancur tanpa makna. Fakta ini sesuai dengan penegasan Rasulullah SAW bahwa; “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bi al-shawwab !!! (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.