OPINI: Internet dan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis negara di masa depan.

Editor: adi kurniawan
Handout
Desia Rakhma Banjarani, S.H., M.H., CPM Peneliti Sriwijaya Law Center (SLC) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 

Ditulis Oleh: Desia Rakhma Banjarani, S.H., M.H., CPM.

Peneliti Sriwijaya Law Center (SLC) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

SRIPOKU.COM -- Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis untuk menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara di masa depan.

Anak-anak tumbuh seiring dengan teknologi yang berkembang pesat, mulai dari televisi hingga komputer, smartphone, dan perangkat tablet digital dengan berbagai aplikasi. Berdasarkan data tahun 2020 terdapat persentase penggunaan teknologi informasi pada anak usia dini (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/12/16/pandemi-covid-19-dorong-anak- anak-aktif-menggunakan-ponsel) sebanyak 29 persen anak usia dini di Indonesia menggunakan telepon seluler dalam tiga bulan terakhir.

Kemudian data lebih spesifik terkait umur anak yang menggunakan internet pada tahun 2022 (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/10/penetrasi-internet-di-kalangan- remaja-tertinggi-di-indonesia) tertinggi berada di kelompok usia 13-18 tahun.

Hampir seluruhnya (99,16 persen) kelompok usia tersebut terhubung ke internet. Data tersebut menunjukkan bahwa anak telah ikut berperan dalam perkembangan tekhnologi.

Penggunaan internet melalui gadget memang memiliki dampak positif bagi pola pikir anak salah satunya seperti membantu meningkatkan kemampuan otak kanan anak.

Tetapi dibalik kelebihan tersebut juga dapat berdampak buruk pula bagi daya kembang anak. Tingginya penetrasi pengguna internet membuka peluang tersendiri munculnya kejahatan-kejahatan berbasis internet.

Anak-anak lebih beresiko menjadi pelaku ataupun korban kejahatan di internet. Penggunaan internet yang nyaris tanpa kendali menyebabkan berbagai kejahatan atau disebut dengan cybercrime.

Adapun jenis cybercrime yang sering melibatkan anak-anak seperti eksploitasi seksual, cyberbullying, child grooming, sextortion, sexting, cyberpornography, dan sebagainya.

Adanya berbagai kejahatan pada era internet yang melibatkan anak-anak telah menjadi ancaman dalam penegakan hukum pidana anak di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan anak-anak dapat dengan mudah menjadi korban bahkan pelaku pada berbagai jenis cybercrime tersebut.

Sehingga sistem peradilan pidana anak harus dapat mengakomodir dengan seadil-adilnya. Adanya berbagai kejahatan pada era digital selain menjadi ancaman, tetapi juga menjadi tantangan dalam sistem peradilan pidana anak.

Sebagaimana diketahui bahwa sistem peradilan pidana anak berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 atau UU SPPA.

Dapat dikatakan bahwa peraturan tersebut telah cukup lama terbentuk yakni sebelum internet dan teknologi menguasai kalangan anak-anak seperti saat ini.

Sedangkan ketika terjadi cybercrime saat ini cenderung menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved