Oknum Dokter Cabuli Istri Pasien

Kasus Pelecehan Dokter MY dan Istri Pasien Berakhir Damai, Kuasa Hukum Korban Ngaku Tidak Dilibatkan

Kuasa hukum korban pelecehan Dokter MY, Redho Junaidi angkat bicara terkait adanya perdamaian antara korban Taf dan Dokter MY.

|
Editor: Odi Aria
SRIPOKU.COM/CHAIRUL NISYAH
Kuasa Hukum korban pelecehan Dokter MY, Redho Junaidi. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG- Kuasa hukum korban pelecehan Dokter MY, Redho Junaidi angkat bicara terkait adanya perdamaian antara korban Taf dan Dokter MY.

 "Untuk masalah perdamaian tersebut saya tidak tahu, karena tidak pernah dilibatkan dalam perdamaian itu," katanya, Minggu (21/4/2024).


Menurutnya, statemen kuasa hukum Dr My, (Bahrul-red) di media perdamaian itu melibatkan kuasa hukum korban lainnya yakni Febri.


"Jadi silahkan konfirmasi ke Febri. Perdamaian itu dilakukan tanpa sepengetahuan saya," jelasnya. 

 

Lanjutnya, mengenai uang damai juga silahkan konfirmasi ke yang bersangkutan," karena saya tidak terlihat dalam perdamaian itu.

" Saya tidak menerima serupiah pun uang perdamaian itu, meskipun saya sempat di minta rekening akan tetapi saya tidak memberikan rekening," tegasnya.

Hal itu diakuinya karena perdamaian dalam UU TPKS pasal 6b dan atau 15 bukanlah delik aduan dan RJ tidak berlaku dalam perkara tsb (pasal 23) sehingga tidak menghentikan perkara dan harus dilanjutkan.

 

"Pertanyaannya mau tidak dokter MY jika tau dari awal perkara ini tetap lanjut memberikan sejumlah uang, makanya saya tidak ada mau menerima uang ataupun memberikan rekening," katanya. 


Ia menjelaskan, beberapa hari lalu dirinya mendapatkan chat dari nomor Hp kliennya mengenai pencabutan kuasa.

Akan tetapi tanda tangan pada surat kuasa dan pencabutan kuasa itu dinilainya sangat berbeda tarikannya diduga seperti dipalsukan.

"Selain itu saya juga sempat mau konfirmasi ke klien saya melalui telepon dan pesen WhatsApp, namun no hp sudah tidak aktif dan pesan wa tidak di baca," ungkapnya. 


Tetapi terlepas kuasa atau bukan, ia mengajam tetap kawal perkara ini selaku pihak ketiga yang berkepentingan berdasarkan pasal 80 kuhap.

 

Ia menegaskan, secara hukum perdamaian dalam perkara aquo tidak menghentikan perkara ini.

"Dengan alasan, jadi perdamaian secara hukumnya dalam perkara asusila ini adalah untuk meringankan hukuman bukan menghentikan perkara," bebernya. 


Ia menambahkan, jika benar ada uang damai tersebut uang damai tersebut membuktikan bahwa benar pelaku melakukan perbuatan asusila.

" Karena untuk apa uang sebesar itu di berikan. Karena yang ingin di gali disini adalah kebenaran sedangkan, Dr My tidak mengakui perbuatannya," katanya.


Redho juga menuturkan, pada surat pemberitahuan dimulai nya penyidikan (SPDP) tertanggal 29 Februari 2024 dari direskrimum polda sumsel ke kepala kejaksaan tinggi sumsel di terapkan pasal 6b dan atau pasal 15 ayat (1) huruf b UU no.12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual  ( UUTPKS)


Penerapan pasal dalam SPDP tersebut berdasarkan pengumpulan alat bukti selama proses Penyelidikan yang telah menelan waktu lebih kurang 68 hari ( lebih kurang 2 bulan 1 minggu) barulah kemudian disimpulkan berdasarkan alat bukti yg di peroleh ditingkatkan ke penyidikan dengan penerapan pasal 6 huruf b dan pasal 15 ayat 1 huruf UU TPKS.


Selanjutnya pasal 23 UU TPKS : perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian diluar peradilan, kecuali terhadap pelaku anakm  
Sedangkan tersangka dr MY sudah dewasa bukan anak.

"Jadi terlepas ada perdamaian atau tidak perkara berdasarkan hukum Pasal 23 UU TPKS harus dilanjutkan ketika ada pihak yang tidak melanjutkannya adalah melanggar UU Dan tidak ada hukum yang mengatakan pelanggaran pasal 6b dan 15 UU TPKS adalah delik aduan yang bisa di cabut kemudian di hentikan perkara, kalau ada di mana dasar hukumnya. UU TPKS memerintahkan lanjutkan perkara tersebut," katanya.
 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved