Mimbar Jumat: Pesona Ramadan di Bulan Syaban
Pesona Ramadan sudah mulai terasa sejak di bulan Rajab dan semakin menguat di bulan Syaban
Oleh : Fatti Rina Hariani, S.Pd.I
Guru PAI SMP Negeri 22 Palembang
SRIPOKU.COM -- Pesona Ramadan sudah mulai terasa sejak di bulan Rajab dan semakin menguat di bulan Sya’ban. Di bulan ini dapat dilihat bagaimana berbagai persiapan yang dilakukan oleh para pengurus masjid, mushalla, kantor-kantor dan lembaga-lembaga pendidikan dan lain-lain.
Begitulah, semua mulai bersiap dan berbenah menyambut kehadiran bulan mulia, Ramadhan. Mereka sudah mulai menyusun agenda Ramadhan dengan menghubungi para ustadz dan kiyai untuk mengisi majelis kajian, menyusun petugas shalat tarawih, menyiapkan fasilitas masjid dan mushalla, bahkan kediaman pribadi dan lain sebagainya.
Hal ini tidak lain karena semangat menyambut bulan suci Ramadhan semakin semarak dan semoga juga merupakan indikasi semangat beribadah dan peningkatan kualitas diri di hadapan Tuhan yang semakin membaik.
Pesona Ramadhan di bulan Rajab mulai terasa ketika mulai dituturkan doa yang begitu populer “Allahumma barik lana fi Rajab wa Sya’ban wa ballighna Ramadhan”. Do’a ini mengingatkan sekaligus menyadarkan bahwa bulan mulia tersebut segera hadir tidak lama lagi.
Meskipun doa tersebut bersumber dari hadits yang dianggap dha’if (lemah) kualitasnya oleh para ulama’, namun pesan yang terdapat di dalamnya cukup menggambarkan kerinduan mendalam seorang beriman untuk dipertemukan kembali dengan Ramadhan.
Kerinduan itu tentu sangat beralasan, mengingat kebaikan dan keutamaan bulan suci ini yang luar biasa dan tidak terdapat pada bulan-bulan lainnya.
Siapapun yang mengucapkan atau mendengar do’a ini tergambar dalam benaknya suasana Ramadhan dan semarak aktifitas ibadah yang ada di dalamnya.
Lebih dari itu, ada pula informasi dari kitab-kitab riwayat yang menyatakan bahwa “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku (Rasul Saw.) dan Ramadhan adalah bulan umatku”.
Ungkapan ini juga sangat populer dan seringkali disampaikan dalam khutbah ataupun ceramah para asatidz di majelis-majelis ilmu pada bulan Rajab dan Sya’ban.
Memang secara keilmuan hadits ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits yang mu’tabarah alias hadits maudhu’ (palsu), namun dalam konteks tebar aura ungkapan ini semakin menguatkan hubungan Rajab dan Sya’ban dengan Ramadhan.
Nyatanya, ketiga bulan ini memiliki ikatan yang kuat dalam sistem ibadah dan tradisi keagamaan umat Islam. Di bulan Rajab yang terdapat peristiwa isra’ dan mi’raj Rasul Saw. di dalamnya juga terdapat nash tentang disunnahkannya berpuasa.
Begitupun di bulan Sya’ban dinyatakan sebagai momen Rasul Saw, memperbanyak puasa, bahkan -menurut hadits riwayat ‘Aisyah- lebih banyak dan dominan dibandingkan dengan puasa sunnah di bulan-bulan lainnya.
Sedangkan Ramadhan memang disebut dengan “bulan puasa” atau “syahr ash-shiyam” karena semua umat beriman diwajibkan berpuasa di dalamnya sebulan penuh. Oleh karena itu tidak salah jika disebutkan sebagai analogi dengan shalat lima waktu bahwa dalam puasa juga terdapat puasa sunnah qabliyyah dan ba’diyyah. Puasa Sya’ban sebagai sunnah qabliyyah, sedangkan puasa Syawwal adalah ba’diyyahnya.
Selanjutnya, sebelum keberangkatan Rasul Saw. dalam pristiwa isra’ dan mi’raj di bulan Rajab, terdapat peristiwa yang cukup penting dan bernilai filosofis dalam rangkaian ibadah umat Islam menjelang Ramadhan.
Peristiwa penting itu adalah ‘operasi organ dalam’ Rasul Saw. oleh malaikat atas perintah Allah Swt., sebagaimana diungkap dalam hadits-hadits shahih.
Disebut sebagai ‘organ dalam’ karena tidak dapat dipastikan organ apa yang dikeluarkan dari tubuh beliau, dibersihkan lalu dimasukkan kembali itu. Ada yang menyebutnya dengan ‘hati’, ada pula yang mengatakan ‘jantung’ dan ada juga pandangan yang melihatnya secara metaforis dan bersifat ruhani.
Peristiwa sejenis ini sebenarnya juga pernah beberapa kali dialami Rasul Saw., seperti yang dinyatakan dalam beberapa riwayat, yakni pada usia usia anak-anak, menjelang baligh sekira usia 14-15 tahun dan menjelang diangkat menjadi rasul. Proses kejadianya persis sama dengan yang terjadi sesaat sebelum peristiwa isra’ dan mi’raj di bulan Rajab.
Dalam hal ini, ‘operasi organ dalam’ yang dilakukan pada Rasul Saw. antara lain dapat dipahami selain sebagai isyarat ‘bersih-bersih bathin’ sebelum melakukan perjalanan panjang yang mungkin akan menghadapi goncangan, juga merupakan symbol persiapan bekal yang matang, baik fisik ataupun psikis. Itu sebabnya mengapa operasi ini berkali-kali dilakukan pada Rasul Saw.
Pada usia anak-anak beliau menghadapi beratnya hidup sebagai seorang yatim piatu yang berpindah-pindah pengasuhannya.
Di usia remaja menjadi dewasa sebelum waktunya karena harus mandiri agar tidak menjadi beban orang lain meski bagi pamannya sendiri. Begitu pula tugas risalah yang sangat berat dan penuh goncangan yang harus beliau hadapi.
Terlebih lagi pada peristiwa isra’ mi’raj, selain menghadapi tuduhan dusta, mengigau bahkan gila dari kaum musyrik Makkah, juga perjalanan panjang menuju Allah Saw. yang melampaui alam syahadah dan menembus alam malakut.
Bekal kebersihan jiwa, ketulusan batin dan kekokohan iman merupakan modal paling utama dalam perjalanan menuju Allah Swt. Ramadhan pada hakikatnya juga merupakan perjalanan spiritual umat beriman menuju Allah Swt.
Menyambut Ramadhan dengan kebersihan dan kejernihan bathin tentu tidak harus melakukan ‘operasi organ dalam’ sebagaimana yang dilakukan malaikat atas baginda Rasul Saw., tapi cukuplah dengan mengikuti petunjuknya.
Dalam kitab-kitab riwayat banyak diungkapkan petunjuk dan isyarat yang diajarkan oleh Rasul Saw. sebagai bekal persiapan menuju Ramadhan. Pertama, mendahului puasa Ramadhan dengan memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban.
Dengan begitu, beratnya tantangan dan goncangan Ramadhan akan terasa lebih mudah dan ringan. Bukankah sang juara dapat meraih puncak prestasinya karena latihan bertarung sebelum pertarungan yang sebenarnya? Kedua, merefresh dan meningkatkan kadar iman dengan memperbanyak ibadah dan ketaatan.
Sebab iman yang bersifat rahasia dan terpatri di dalam bathin itu tidaklah cukup dan dianggap ada jika belum terimplementasi dalam wujud ibadah dan ketaatan. Ketiga, membangun niat yang bersih dalam mengidamkan kehadiran Ramadan.
Ibadah utama dan paling pokok di bulan ini adalah berpuasa. Adapun ibadah lainnya yang sunnah adalah sebagai aksesoris dan pelengkap yang tentunya tidak boleh mengalahkan ibadah yang paling utama. Mirisnya tidak sedikit orang yang hanya fokus berorientasi pada hal-hal yang bersifat keduniaan, seperti peningkatan omset dan penghasilan usaha. Sebab dalam konteks ini, perputaran ekonomi di bulan Ramadhan meningkat berkali-kali lipat dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
Ada pula sebagian orang yang sudah fokus berfikir tentang lebaran, bahkan sebelum masuk Ramadhan. Celakanya lagi, ada juga yang memandang bulan Ramadhan sebagai beban, wa al-‘iyazubillah.
Selanjutnya, hal keempat yang hendaknya dilakukan sebelum masuk Ramadhan adalah menyelesaikan segala sangkutan yang berhubungan dengan hak Allah Swt. dan hak sesama manusia.
Hal yang menyangkut hak Allah Swt. misalnya berhubungan dengan hutang puasa Ramadhan sebelumnya yang mungkin belum sempat dibayar ataupun nazar yang mungkin belum ditunaikan.
Sebab hak-hak Allah Swt. yang belum atau tidak ditunaikan akan menjadi masalah bahkan bisa menjadi penghalang diterimanya amal.
Sedangkan sesuatu yang menyangkut hak sesama manusia adalah tentang hutang, janji atau sebuah kesalahan yang belum termaafkan.
Karenanya, tidak berlebihan jika sebelum masuk Ramadhan sering diajarkan untuk saling meminta dan memberi maaf secara lisan kepada teman, tetangga, sanak keluarga, kerabat dan lain sebagainya.
Tradisi sederhana ini diyakini mampu menghilangkan atau paling tidak mengurangi beban-beban hubungan hak kemanusian.
Bila bila bulan suci Ramadan dipandang sebagai masa petualangan spiritual menuju Allah Swt., maka bekal ruhani yang harus disiapkan jauh lebih penting daripada perbekalan-perbekalan fisik jasmani.
Jika bulan Rajab adalah kenangan dan Sya’ban adalah kenyataan, maka Ramadhan yang akan datang adalah harapan.
Berharaplah kiranya Ramadhan tahun ini benar-benar menjadi diterjen ruhani yang akan mengantar pada fithrah di bulan Syawwal. Wallahu a’lam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.