Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Membingkai Keikhlasan dalam Beraktivitas agar Bernilai Ibadah
Sementara hakekat ibadah itu sendiri tidak akan ada nilai dan bobotnya di Allah SWT kecuali disertai dengan keikhlasan.
Makanya, sebagai hamba Allah selalulah berniat dan beritikad baik. Sehingga jika ada sesuatu yang tidak bersesuaian dengan hatinya, banyak rintangan dan cemoohan menghadang, ada kesempatan berbuat maksiat atau hal-hal yang bertentangan nilai-nilai agama. Ia tetap istiqomah dalam kebaikannya, akan selalu ada perlindungan dan bimbingan karena adanya jiwa yang ikhlas.
Ini dikarenakan, keikhlasan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama. Ikhlas dalam arti juga bersih dari dendam, dengki, dan khianat. Seseorang tidak akan bisa mencapai hakekat ikhlas, sampai ia tidak suka dipuji oleh seorang pun atas amalan yang dikerjakannya untuk Allah Swt.
Meninggalkan amalan karena manusia semata yang dimotivasi oleh ingin dapat pujian adalah riya’, dan mengerjakan suatu amalan karena manusia adalah syirik. Ikhlas adalah jika Allah Swt menyelamatkan kita dari keduanya. Orang yang ikhlas dalam melaksanakan sesuatu adalah orang yang dapat merahasiakan kebaikannya, sebagaimana ia merahasiakan keburukannya.
Semua orang pasti akan binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa kecuali orang yang beramal. Orang yang beramal juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas. Seorang ‘alim juga mengatakan, “Ilmu itu laksana benih, sedangkan amal laksana tanaman, dan air adalah ikhlas.”
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Sekarang yang jadi persoalan, bagaimana caranya agar kita tetap istiqomah dalam keikhlasan dalam mengabdi pada Allah SWT semata? Di antara caranya adalah seperti banyak disampaikan para Ulama Salafus Sholih, yaitu menerima ketentuan Allah dengan ridho dan baik sangka, memberi tanpa mengharap kembali, memaafkan suatu kedzoliman saat mampu memberikan balasan, menyambung silaturahim kepada orang yang membencinya dan beramal sama baiknya, baik ketika bersama- sama maupun saat sendirian.
Dan juga kita bisa mengakui segala kekurangan diri, siap menerima masukan dan koreksi demi kebaikan, tidak merasa paling berjasa, mendoakan kebaikan orang lain sekalipun orang itu berbuat buruk kepada kita, dan sebagainya.
Tentang latihan ikhlas, dengan gemar memberi, bersodaqoh tanpa berharap kembali, ini dikisahkan, bahwa ‘Ali bin Al-Hushain pernah membawa sekantong roti di atas pundaknya pada malam hari. Lalu ia ber shodaqoh dengannya. Namun tanpa disadarinya, ada sahabatnya yang tahu dan menanyakannya. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya shodaqoh secara rahasia akan memadamkan kemurkaan Allah Swt”.
Itulah kesuksesan ibadah, seperti dikatakan Muhammad bin Ali At-Tirmidzi, “Kesuksesan di akhirat itu bukan karena banyaknya amalan. Sesungguhnya kesuksesan di sana itu dengan mengikhlaskan amalan dan memperbaikinya.”
Begitu pentingnya keikhlasan ini, ia disetarakan dengan doa dan sholat. Seperti disebutkan di dalam hadits: “Sesungguhnya Allah menolong umat ini adalah dengan sebab doa, shalat, dan keikhlasan orang- orang yang lemah dari umat ini.” (HR An-Nasa’i).
Dalam perjuangan umat Islam, yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, satu Jama’ah dan dengan satu Imamnya, maka semuanya harus memiliki jiwa keikhlasan dalam kehidupan berjamaah.
Ikhlas memimpin dan ikhlas dipimpin, ikhlas menasihati dan ikhlas pula dinasehati.
Ikhlas seperti ketika Panglima Khalid bin Walid diberhentikan dari jabatannya dengan hormat oleh Khalifah Umar bin Khattab, karena khawatir kultus individu dari umat. Maka, Khalid tetap berjuang di jalan Allah.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijaya Post di bawah ini:

Ketika ditanya, mengapa tetap berjuang dengan sungguh-sungguh, padahal sudah tidak menjabat sebagai panglima perang lagi. Ia menjawab dengan ikhlas, “Saya berjuang bukan karena Umar, tapi karena Tuhannya Umar”.
Itulah makna ikhlas.
Seperti juga disebutkan oleh Rasulullah Saw di dalam sabdanya : “Hati seorang mukmin tidak akan dimasuki dendam dengan sebab tiga perkara yaitu ikhlas dalam amal untuk Allah; memberi nasehat kepada para pemimpin kaum muslimin; menetapi jamaah mereka, karena sesungguhnya doa mereka meliputinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.